"Lexa hampir ulang tahun, gue pengen kasih dia kejutan. Lo bantuin gue ya."
"Lo..." ucap Luna tertahan, cukup kaget karena Lio mengikutinya sampai masuk taxi.
Ah sudahlah terserah saja Lio mau apa, Luna tidak peduli lagi.
"Rumah sakit Pelita ya, Pak," kata Luna pada sang supir. Lalu ia memandang Lio sebentar sebelum menyadarkan punggungnya ke kursi. "Nggak mau," katanya.
"Ayolah Lun, baru satu kali loh gue minta tolong sama lo."
Luna mengambil sebuah novel dari dalam tasnya tanpa berniat menanggapi Lio.
Lio memutar tubuhnya, mengangkat satu kakinya ke kursi sehingga ia benar-benar menghadap Luna. Ia menangkup kedua tangannya memohon. "Please, gue butuh banget bantuan lo."
Luna membalik bukunya sambil menghela napas, dan tanpa menatap Lio ia berkata, "Kenapa harus gue?"
"Ya karena gue butuh lo," jawab Lio yang sukses membuat perut Luna agak tergelitik. Tapi hanya sebentar karena Lio segera melanjutkan. "Karena kalo gue sendirian, Lexa bakal tahu kalo dia lagi dikerjain."
Luna menoleh, menatap Lio dengan sebelah alis terangkat. "Dikerjain?"
Tadi Lio bilang mau kasih kejutan apa mau ngerjain sih?
"Mm, kenapa emang?"
Luna menggelengkan kepala. "Nggak penting banget."
"Penting Lun!" Lio berseru, membuat Luna bahkan sang sopir terlonjak kaget. "Gue itu mau balas dendam. Lo nggak tahu kan kalau kemarin di hari ulang tahun gue, Lexa ngerjain gue?" Luna tahu itu. "Dia bilang kalau dia hamil, dan dia bener-bener nunjukkin tespek positif ke gue sambil nangis-nangis di depan sanak saudara bahkan orang tua gue?"
Ya, Lexa pernah bercerita soal itu pada Luna. Mengatakan kalau waktu itu Lio terlihat seperti maling ayam yang hendak diamuk masa. Seharian itu juga Lexa jadi seperti orang gila yang tiba-tiba tertawa sendiri.
"Dan lo tahu, Lexa itu sekongkol sama nyokap gue. Gila apa!" Kejadian itu sudah berlalu tapi Lio masih saja kesal jika mengingatnya.
"Terus apa untungnya buat gue?" tanya Luna.
"Apa ya," Lio menggaruk alisnya. "Nggak ada sih. Tapi, at least ulang tahun lo nggak monoton lah."
Setiap tahun Luna dan Lexa selalu merayakan ulang tahun mereka. Sekalipun sangat sederhana dan hanya dengan orang-orang rumah, Luna selalu merasa itu adalah momen yang menyenangkan, tidak monoton juga. Dasar sok tahu.
"Gue tetep nggak mau."
"Gue mohon, please."
Luna menggeleng.
"Gue maksa."
"Nggak."
"Kalo lo nggak mau, gue akan bilang sama Lexa kalau sebenarnya lo itu suka sama gue."
Tubuh Luna menegang seketika. Matanya terpaku pada buku namun ia tidak lagi membaca. Pasti ada yang salah dengan telinganya.
Berusaha mengabaikan debaran kencang di dadanya, Luna menoleh dan mendapati senyum miring tercetak di bibir laki-laki itu.
Luna ingin mengatakan sesuatu untuk menyangkalnya, namun yang ada bibirnya hanya membuka dan menutup seperti ikan.
Hingga akhirnya Lio tertawa.
"Nggak mau 'kan kalau gue bilang kayak gitu ke Lexa?" kata Lio sambil melipat tangannya di dada. "Ya, walaupun gue tahu itu nggak mungkin, tapi kalau Lexa percaya, lo mau gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna & Alexa
Teen FictionCerita ini adalah tentang sepasang saudara kembar Aluna dan Alexa. Aluna dan Alexa tak pernah terpisahkan. Sebagai anak yang terlahir tanpa mengenal ibu, keduanya tumbuh dengan ikatan yang sangat kuat. Saling menyayangi dan melindungi. Namun selal...