Afkar menatap bingkai putih dengan mata berkilat-kilat. Ia mengusap nya lalu kemudian memeluk bingkai itu hingga ia terlelap.
Diruang tengah Aldo dan yang lain nya sangat mengkhawatir kan kondisi Afkar saat ini. Karna tiba-tiba saja kondisi Afkar menjadi drop dan dia menolak untuk di bawa kerumah sakit.
"Kondisi Afkar akan semakin parah jika dia tidak menjalankan kan Kemo.." Ucap Jov dengan mata berkilat.
Anggota Alfabheth saat ini sedang berada di rumah Afkar untuk menjaga sahabat nya yang satu itu.
Jov lah yang sangat shock waktu mengetahui bahwa Afkar mengidap kanker. Jika waktu itu dia menolak dimintai tolong untuk mengambil Flashdisk di rumah nya mungkin kebenaran akan penyakit Afkar tidak ada yang mengetahui hingga saat ini. Jovana menemukan selembaran surat yang berada di dalam laci Afkar karna penasaran akhir nya Jov membuka surat itu. Dan ternyata itu hasil tes penyakit milik Afkar."Sudah Jov jangan terus meratapi seperti ini kita tunggu saja Aldo datang, mana tau dia berhasil memujuk Pelangi untuk datang."jawab Ray.
Belum berapa menit Ray berucap muncul lah Aldo dari balik pintu. Mereka semua serentak berdiri. Berharap Aldo membawa kabar baik.
"Dia tetep ngga percaya sama gue." jawab Aldo. Semua menghela nafas kecewa.
Jov mengambil kunci mobil nya dan meninggal kan semua sahabat nya di ruang tengah.
"Jov lo mau kemana?" Bomo dan Ray menghentikan Jov di luar.
"Jika Pelangi gak bisa datang untuk Afkar setidak nya orang tua Afkar harus tau kondisi anak nya." jawab Jov.
Bimo menghela nafas nya Pelan sementara Ray memijit pelilis nya bingung.
"Kenapa kita harus menurti Afkar, dia sedang sekarat orang tua nya harus tau kondisi dia. Setidak nya genggaman seorang ibu atau ayah bisa menguatkan dia." ucap Jov lagi.
Memang benar orang tua Afkar belum sama sekali tentang kondisi Afkar. Itu kemauan Afkar. Dia tidak mau melihat keluarga nya sedih.
"Jov, please sabar lah.. Kita gak bisa gegabah kayak gini." ucap Ray dia menarik Jov kembali kedalam rumah Afkar. Jov menurut.
Aldo, Cesar, Bima Ray duduk di ruang tengah sambil memikirkan jalan keluar yang baik. Sementara Jov sibuk mondar-mandir gak karuan.
"Kalian masih disini." suara Afkar memecah keheningan ruang tengah. Sontak mereka semua kaget mendapati Afkar yang muncul di tengah kekhawatiran mereka.
"Lo udah bangun, gimana masih pusing?" tanya Jov sembari mendekati Afkar dan memegang kening pria itu.
Afkar tersenyum dengan wajah yang masih terlihat pucat. Dia duduk bergabung dengan sahabat-sahabat nya.
"Akhir-akhir ini kita sering banget ngumpul." Afkar menghidupkan televisi di depan nya agar suasana tidak begitu tegang.
"Kita ngga bisa ninggalin lo sendirian sekarang." sahut Bima.
"Kenapa? Kalian takut gue meninggal tanpa ada yang tau?" tawa Afkar menggelegar di sana tapi semua hanya diam dengan ekspresi datar terumata Aldo. Bisa bisa Afkar bencanda disaat seperti ini.
"Mulut lo kadang kalo ngomong suka sembarang." timpal Ray.
"Jangan terlalu difikirin, pada akhirnya semua akan kembali pada tuhan nya." ucapan Afkar mulai ngelantur.
"Lo ngomong apaan sih kar." tanya Cesar ia merasa arah pembicaran Afkar sudah mulai kemana-mana.
"Gue rasa ini adalah karma gue Bim. Dulu kita pernah ngebahas masalah karma kan. Dan sekarang gue percaya ada nya karma. Ternyata karma itu sangat kejam Bim."