He leave

690 39 6
                                    

Yuk baca Roman D' Italiano ya di worksku. itu no fanfiction


Jarum terus berdetik mengikuti arus waktu yang mengubah detik menjadi menit dan menjadi jam, hingga berganti hari. Semakin lama, waktu mendukung adanya keraguan yang semakin lama semakin menumpuk. Keraguan yang selama tiga hari ini menghantui alam pikiran. Keraguan atas perasaan sesungguhnya.

Lyra menatap langit-langit kamarnya, seolah mencari jawaban dari pertanyaan keraguannya. Haruskah ia mengakhiri? Haruskah ia bertanya lebih dahulu? Atau malah haruskah ia pertahankan? Seseorang yang mungkin bahkan tak memikirkannya.

Tapi Lyra bersyukur, walaupun begitu, kejadian itu menyebabkannya sadar akan satu hal yang sakral, tapi tak pernah ia dengar. Satu hal yang mampu menghapus keraguan dalam sekejap. Namun, saat mengingat hal ini, membuatnya merutuki diri sendiri. Bagaimana bisa dia menghiraukan beberapa pendapat yang sekarang terbukti kebenarannya? Ia sadar, waktu itu ia hanya mengikuti isi kepala dan perasannya yang sedang kasmaran. Bukan hatinya.

Lyra mengambil ponselnya yang tergeletak di samping kepalanya. Menatap dengan nanar, karena tak ada satupun pesan ataupun telepon dari seseorang yang masih menjadi 'kekasihnya'.

"Cinta itu benar-benar buta. Hingga akhirnya kebutaan membuat kepalaku terbentur karena tidak bisa melihat, dan akhirnya aku menyadari"Gumam Lyra sedih.

Lalu ia hempaskan tangannya yang menggenggam ponsel ke kasur.

"Kenapa patah hati itu selalu sakit?"Tanyanya.

Efek patah hati memang selalu berimbas kemalasan pada sang pemilik hati. Malas makan, malas beraktivitas, lebih memilih bergelung di tempat tidur, meratapi kebodohan karena pernah menyukai bahkan mencintai seseorang.

Lyra bangun dari tempat tidurnya. Beranjak menuju pintu dan membukanya ketika sudah sampai tepat di depan pintu.

Ceklek......

"Annyeonghaseyo Agasshi"terdengar sapaan yang selalu ia dengar ketika ia membuka pintu.

"Annyeong........"Ucapan Lyra terhenti karena siluet yang biasanya bertengger manis di depan kamarnya lenyap.

Lyra mengernyit. Ia menoleh ke dalam kamarnya, lalu menoleh ke depan lagi untuk memastikan. Kenyataan yang ia dapatkan adalah, tidak ada siapa-siapa.

Kemana perginya? Ah, kenapa juga aku memikirkannya? Gumam Lyra dalam hati.

Ia mengendikkan bahu lalu berjalan ke luar.

Satu hal yang dipertanyakan, apa orang yang patah hati juga suka berhalusinasi?

Lyra melangkahkan kakinya menuju dapur. Sambil sesekali memperhatikan lelaki-lelaki yang berpakian sama dengan seseorang yang sedang ia cari. Seseorang yang ada di halusinasinya tadi, yang menyapanya walau ia tak menyangka hanya bayangan.

"Agasshi, akhirnya keluar kamar juga. Apa sudah selesai patah hatinya?"Tanya Kim Ahjumma.

Lyra mendelik lalu mengerucutkan bibirnya.

"Okay, kalau begitu aku kembali ke kamar saja"Jawab Lyra.

"Aigoo, Ahjumma hanya bercanda. Kau mau langsung sarapan? Duta Besar sudah berangkat satu jam yang lalu. Beliau nampak khawatir denganmu karena jarang keluar kamar belakangan ini. Tapi sudah kukatakan kalau kau sedang mengerjakan tugas dikamar"Ucap Kim Ahjumma.

Lyra mengangguk.

"Gomawo, ehmmm ne, aku mau sarapan sekarang dan disini saja"Jawab Lyra lalu duduk di kursi yang ada di samping kitchen bar.

Kim Ahjumma menyiapkan scramble egg dan blueberry pie dan menyediakannya di piring di depan Lyra.

"Thank You Ahjumma"Ucap Lyra.

I'm (not) A PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang