BAB 28

44.3K 2.4K 40
                                    

malam sudah larut. Seorang pria tampak masih asyik dengan dokumen yang berserakan di mejanya. Tak di hiraukannya waktu yang terus bergulir. Matanya tak mau di pejamkan .seberapa keraspun dirinya memejamkan mata tak kunjung terpicing. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya tapi dia tak tahu apakah itu. Di renggangkannya badannya yang sudah kaku karena duduk terlalu lama.
Pria yang merupakan varreno tersebut memijit kepalanya yang pusing. Dia menghela nafas berulang kali. Dia memikirkan istri dan anaknya. Dia sangat merindukan orang yang sangat dicintainya tersebut.

Varreno ingin sekali mengunjungi anak dan istrinya tersebut. Tapi keinginannya itu harus diundur karena pekerjaan yang harus di selesaikannya menumpuk. Dan jangan lupakan pertemuan dengan klien di sana sini yang ingin bekerja sama dengan perusahaannya.
Varreno mengambil gelas yang berisi coffe pahit, tetapi malang menghampirinya. Tak sadar kalau gelasnya sudah kosong, varreno menghela nafasnya lagi. Beranjak menuju dapur untuk mengambil air minum. Dalam perjalanan menuju dapur tak henti hentinya varreno terus memikirkan arena dan kallya. Perasaannya tiba tiba saja tak enak. Varreno takut jika terjadi apa apa sama mereka. Tapi dia juga tak ingin menghubungi mereka karena rasa keceewa yang mendalam masih ada di hatinya terhadap kebohongan yang dikatakan istrinya itu.

Tak dapat di pungkiri lagi kegelisahan di hatinya terus menjadi. Tak peduli malam sudah larut. Jam sudah menunjukkan pukul dua. Varreno mengambil handphonenya dan langsung menghubungi arena.tak susah bagi varreno untuk mendapatkan nomor arena.

Panggilan pertama tak ada jawaban yang di dapatkannya. Tak putus asa varreno terus mencoba untuk menghubungi nomor arena tetapi masih tidak ada jawaban di seberang sana.
Varreno panik karena tak ada jawaban. Pikirannya pun sudah berkeliaran kesana sini memikirkan keadaan anak dan istrinya.

" oh shit kenapa dia tidak mengangkat telponnya." Varreno menggeram karena arena tak mengangkat telponnya. Dia kalut, takut terjadi apa- apa pada arena dan attara.

Pada dering kelima barulah arena menjawab telponnya.
Varreno mendengar suara lembut arena mengalun ditelinganya. Dia langsung berteriak kepanikan mengapa arena lama sekali mengangkat telponnya. Varreno mendengar suara isak tangis anak kecil. Varreno tambah risau mendengar tangisan pilu attara. Dia kemudian meminta arena untuk memberikan handphonenya kepada attara. Varreno berusaha menahan air matanya yang seakan ingin tumpah dari persembunyiannya. Varreno berusaha menenangkan anaknya yang sedang sakit merindukan dirinya. Tak dapat di pungkiri hati varreno di liputi rasa bahagia karena anaknya merindukan dirinya walaupun tidak dengan bundanya bathin varreno.

Setelah selesai menelpon dengan attara, varreno kembali berbicara dengan arena. Hatinya seakan ingin berteriak aku rindu kamu. Tapi lidahnya tak bisa mengucapkan kata tersebut. Varreno kemudian menyuruh arena untuk mematikan telponya. Varreno bingung melihat layar handphonenya yang masih menyala memperllihatkan telponnya masih tersambung. Ternyata Arena mengucapkan selamat malam kepadanya. Senyum pun langsung terbit di bibirnya mendengar arena mengucapkan selamat malam kepadanya. Varreno terus tersenyum seperti orang gila karena ucapan selamat malam saja. Bagaimana kalau arena mau kembali kepada dirinya pasti varreno dapat dipastikan mengidap penyakit jiwa karena senyum yang terus terbit di bibirnya.

Tak ingin lama lama dengan pikirannya varreno langsung mengganti pakaiannya. Varreno menyambar jaketnya, dompet, beserta kunci mobilnya dan langsung ke basement tempat parkir mobilnya. Ya varreno memutuskan untuk langsung pergi ke bandung dengan mengendarai mobilnya sendiri. Tak peduli dengan gelap yang masih setia menemani dirinya sepanjang perjalanan menuju ke tempat orang yang di cintainya. Yang di pikirannya hanyalah supaya cepat sampai di tempat mereka dan langsung memeluk keduanya. Tetapi itu hanyalah khayalan varreno saja.karena dapat dipastikan attara sajalah yang dapat di peluknya. Dia masih merasa kecewa dengan arena. Tapi tak dapat di pungkiri kalau kekecewaannya di kalahkan oleh rasa cintanya.

MY LOVELY SONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang