"Hei, kenapa kamu?", tanya kak Pras membangunkan lamunanku.
"Nggak papa kok kak", cepat ku hapus air mata yang menetes di pipiku.
Rasanya ingin sekali bertemu dengan kak Rafly, kak Ridwan, yang dulu selalu melindungiku selayak adiknya apalagi saat Geisha dan teman-temannya selalu menggangguku, mereka berdua selalu memiliki cara untuk membuatku tersenyum dan bangkit dari situasi itu. Aku juga rindu dengan saat-saat kita bermain, kita mengerjakan tugas bersama. Namun aku sadar, bahwa mereka yang sekarang lebih rajin, lebih disiplin, dan lebih-lebih sibuk dibandingkan dulu. Kak Rafly yang sedaritadi mengirimkan pesan padaku mengajakku untuk video call.
"Waalaikumsalam, dimana dek? Jangan aneh-aneh di Jogja ya. Besok pulang!", suruhnya dengan senyuman.
"Gimana bisa pulang kalo gak ada yang jemput?", candaku.
"Haha kode jemput ya dek?", tanyanya.
"Gak berminat dijemput biar mandiri", ucapku dengan nada sombong.
Dan telfon pun berakhir setelah kak Prast memberitahuku sudah sampai di dekat Malioboro. Terlihat lampu-lampu yang membuat suasana klasik modern dari kota pelajar ini. Banyak plat luar kota yang memenuhi sepanjang jalan Malioboro. Tak sedikit yang berfoto dan duduk di kursi yang telah disediakan. Ada juga yang menarik perhatian seperti sekelompok orang memainkan alat musik dengan nyanyian seperti ada sambutan selamat datang di Malioboro. Banyak orang berlalu lalang membeli oleh-oleh untuk sanak saudara mereka. Malam itu sangat ramai sekali. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk kembali lagi ke mobil, karena banyak juga orang yang melihatku berjalan dengan sosok berbadan tegap dan tinggi berseragam yang menarik tanganku dari kerumunan lautan manusia disana dan menunjukkan jalan dimana lokasi parkir kami tadi.
Hari belum cukup malam masih pukul 20.00. Untuk apa jam segini balik ke hotel, akankan liburanku gagal?, batinku.
Kak Pras hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang memperhatikan jam untuk mengkodenya mengajak pergi, karena rugi kalau tidak memanfaatkan kesempatan waktu di jogja saat liburan dengan berbagai tawaran tempat yang indah.
Bagaimana mungkin aku menyia-nyiakan keindahan kota pelajar ini? Payah, dapat libur saja jarang, pulang ke Salatiga bahkan sulit apalagi liburan ke Jogja. Ya mungkin memang aku harus istirahat saja menikmati kota Salatiga yang aku rindukan, batinku.
"Bukannya terlalu ngurusin ya, tadi yang telfon siapa? Kekasihmu?", tanya kak Pras membuka membicaraan kami.
"Bukan, dia kakak kelasku SMA dulu," jawabku sambil mencoba mengambil handphonenya yang berbunyi di bawah LED mobil.
Ia menyuruhku untuk menyambungkannya agar ia lebih mudah untuk berbicara tanpa mengganggu konsentrasinya menyetir.
"Waalaikumsalam, masih sama Azza?", suara orang yang aku kenali.
"Ya ma, ini di samping", jawabnya menoleh padaku.
Setelah itu mamanya berbicara panjang sekali dan semua terdengar oleh kak Pras. Kadang kak Pras tertawa serta menjawab ketika mamanya menyuruhku untuk menjaga kak Pras dan menemaninya. Bahkan kadang aku juga bingung anak mama sepertinya bisa masuk ke sekolah yang terkenal di Indonesia dan melanjutkan studynya di Akademi Angkatan Laut? Kata mamanya kadang sifat manjanya terlihat ketika sedang bersama mamanya itu. Namun, semenjak sekolah SMA di Taruna Nusantara ia malah berbalik menjadi melindungi mamanya. Hingga sekarang ia selalu menjadi pelindung mamanya, termasuk jika cuti ia selalu mengantar mamanya kemana pun mamanya pergi. Ia selalu ingin bercita-cita seperti papanya yang selalu gigih untuk melindungi wilayah lautan Indonesia.
"Yaudah ya Za, tante mau tidur dulu. Azza jangan lupa bilang ke abang (sebutan untuk kak Pras) kalau sudah ngantuk balik ke penginapan aja", ucap mama kak Pras setelah 10 menit kami berbicara melalui telfon.
"Za, besok aku berangkat pukul setengah 7 dari sini untuk ke Magelang, kamu ikut aku ke TN. Nanti kita balik lagi ke Jogja sore aku pulang dari Adi Sucipto", ucapnya sesampainya di salah satu hotel di Jogja yang telah kami datangi tadi.
Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda sudah capek, padahal aku belum berkeliling ke seluruh Yogyakarta namun pikiranku merasa tidak puas setelah seharian jalan-jalan padahal badanku sudah merasakan efek sampingnya, apalagi saat aku di prambanan sendiri dan berjalan cukup jauh. Tetapi hari ini cukup senang apalagi setelah bisa pergi ke daerah dimana gemerlap kota Yogyakarta terlihat dari restoran itu.
Sesampainya di kamar aku langsung mengambil air wudhu dan sholat. Setelah itu, aku langsung menghidupkan televisi dan menonton acara malam ini sebentar hingga televisi yang bergantian menontonku.
Keesokan harinya untung saja ada alarm di handphone yang bisa aku manfaatkan untuk membangunkanku dari mimpi indahku ini. Aku segera mandi dan melaksanakan sholat subuh pukul 05.00 pagi ini. Tidak ada satupun pesan yang menandakan kabar dari kak Pras yang menyewa kamar tepat di depan kamarku. Ditambah telfon dari mama kak Pras yang menanyakan keberadaan kak Pras yang tidak mengangkat telfon dari mamanya. Aku langsung saja menuju kamarnya, aku hanya ingin mengingatkan bahwa tadi malam ia bilang kalau akan berangkat pagi dan sekedar mengetahui dimana ia sekarang. Kamarnya masih terkunci dan aku mencoba mengetok pintu kamarnya tak ada satupun jawaban dari kamar nomor 127 ini. Kebetulan ada cs (cleaning service) yang lewat aku pun minta untuk membukakan pintu kamar itu, dan ternyata kuncinya masih menempel di dinding untuk menghidupkan listrik kamar ini. Aku rasa dia masih tidur. Aku mencari di setiap sudut kamar tak ada satu pun tanda-tanda seorang taruna matra laut bertubuh tegap itu. Bahkan, aku sudah mengecek di kamar mandi tidak ada seorang pun di dalamnya. Hingga aku membuka gorden besar yang ada di samping kasur itu, terlihat pemandangan kota Yogyakarta pagi ini. Matahari belum terlihat jelas.
"Aku tahu, kamu terlalu peduli padaku", ucap seorang yang berdiri di belakangku dengan tersenyum dan baju yang dibasahi air keringat melekat pada tubuh six pack itu.
"Mama kak pras telfon jadi aku kesini untuk mencarimu apalagi telfon tidak diangkat", kataku masih memandangi keluar kaca besar itu.
Aku percaya bahwa ia baru saja mengetahui karena sesaat aku memberitahu ia langsung mengambil handphonenya yang masih menempel di armband hitam miliknya. Ia mengisyaratkanku untuk duduk di soffa empuk depan televisi. Namun aku menolaknya dan menyuruhnya untuk cepat mandi dan setelah itu kami akan sarapan di bawah bersama. Aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan mengemasi barang-barangku. Setelah itu aku lanjutkan dengan menonton kartun favoriteku yaitu Spongebob. Setengah jam kemudian ada orang yang mengetok pintuku dengan segera aku bukakan pintu itu. Aku melihat sosok pria tak bosan-bosannya mengenakan seragam coklat kebanggannya datang dengan menenteng satu tas yang sudah ia kemas rapi. Rasanya masih saja ingin berada di sini dan melihat si kartun kuning itu. Aku langsung menenteng tasku menuju mobil rentalannya. Setelah itu kami sempatkan untuk sarapan di hotel ini dengan lauk dan sayur yang masih panas habis dimasak.
Seusai sarapan kami langsung menuju ke SMA Taruna Nusantara yang terletak di Magelang. Di mobil banyak sekali obrolan yang kita mulai, aku bingung apa yang membuatnya cerewet seperti ini. Padahal tadi malam dia hanya diam dan ia berbicara seperlunya saja. Lumayan ada hiburan, ia menceritakan semua kisahnya di SMA TN termasuk bercerita tentang kisah cintanya yang berakhir ketika ia memutuskan untuk daftar sebagai calon Prajurit perwira muda. Katanya mantan pacarnya itu bilang bahwa ia tidak ingin memiliki kekasih seorang tentara yang tidak bisa meluangkan waktu untuknya. Padahal menurutku setiap pekerjaan sama-sama memiliki resiko masing-masing dan kita harus memakluminya, apalagi sebagai seorang abdi negara yang harus siap kapan pun mereka bertugas dan dinas dalam keadaan apapun. Hingga akhirnya kami perjalanan kami pun sampai di SMA tercintanya.
DI SMA TARUNA NUSANTARA
Semua tata letak termasuk suasana masih ingin membuatku berjuang untuk bisa menjadi siswa sekolah ini. Entah apa yang membuatku kagum tapi aku rasa sekolah inilah yang semakin membuatku cinta Indonesia walaupun aku gagal untuk menjadi salah satu murid di sekolah ini aku tetap bangga setidaknya aku pernah mencoba dan berlatih hanya untuk sekolah kebanggaan Indonesia ini.
Tepat 4 tahun yang lalu aku kehilangan buku di tempat ini dan aku tidak bisa menemukannya. Sekarang aku bisa kembali ke sini dengan seseorang yang menemukan buku itu dan dia alumni dari sekolah ini. Entah apa yang membuatku tersenyum ketika mengingat semua kejadian itu termasuk bisa bertemu dengan anak mama. Senyumku hilang ketika ia membangunkanku dari lamunanku dengan memegang tanganku.
Haiii😊 makasih udah baca sampe part ini😊😊 jangan lupa vote dan comment, tunggu part selanjutnya ya🙆🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Destiny!
Romance"Jadilah dirimu sendiri. Saat itulah, aku mencintamu apa adanya. Jika kau mampu setia, maka setialah. Kesetiaan tidak hanya memerlukan kepercayaan dan pengakuan. Kesetiaan juga membutuhkan pengorbanan. Disaat aku pergi untuk mengabdi pada negara, ak...