21

6.2K 254 4
                                    


Zevanya POV.

Tanggapanku tentang hari pertama magangku itu cukup melelahkan dan menguras tenaga,meski begitu cukup menyenangkan. Lelahnya ketika aku harus berjalan mondar mandir dari ruangan satu ke ruangan lainnya, bahkan aku harus menaiki tangga darurat karena aku takut jika aku menaiki lift,disebabkan karena tragedi beberapa minggu yang lalu. Senangnya ketika ini adalah kesukaanku, melayani pasien pasienku meski saat ini aku hanyalah sebagai asisten dokter saja, dimana aku hanya bertugas membantu sang dokter.

Aku cukup bangga ketika aku menjadi seorang asisten dari dokter yang sangat berbakat di rumah sakit ini, dia adalah seorang dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, bahkan dia saat ini sedang melanjutkan sarjananya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu subspesialis (Sp. 2) atau lebih dikenal sebagai konsultan dan dia hampir lulus dari sarjana itu, tinggal menunggu hasilnya saja, apakah dia lulus atau tidak. Tapi menurutku dia akan lulus dari sarjananya. Bayangkan seorang dokter muda yang baru berumur 28 tahun sudah menjadi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dimana ia harus kuliah lagi selama 10 semester untuk bisa menjadi spesialis itu. Diriku takjub dan salut padanya. Bahkan dia sudah mendapatkan gelar tambahan yaitu 'FIHA' singkatannya ialah 'fellows indonesian heart association. Bukan hanya aku yang mengagumi dirinya, karyawan karyawan di rumah sakit ini sangat mengidolakannya dan mengaguminya, selain menjadi dokter muda, wajah tampan yang dimilikinya menambah para wanita mengidolakannya.

Kupernalkan namanya yaitu 'daevon alaric'. Dia merupakan blasteran antara indonesia dan america, meski begitu wajahnya dominan berparas mengikuti indonesia. Tetapi warna matanya berwarna hijau, yang membuatku semakin terpesona dengannya. Ahh tapi menurutku kak zero juga enggak kalah tampan dengannya, ia juga mempunyai mata yang berwarna abu-abu. Menurutku dia lebih segalanya daripada dokter muda itu. Dia lebih baik karena dia adalah suami yang baik untukku.

Saat ini aku sedang menunggu kak zero untuk menjemputku di sebuah cafetaria, dia lah yang memintaku untuk menunggu di cafetaria terdeket dari rumah sakit.

Diriku tersentak kaget ketika merasakan sebuah tangan kekar sedang memegang bahuku, aku tersenyum dan aku bisa menebak pasti  kak zero yang sedang memegang bahuku.

"kak zer__"kataku sambil menoleh ke belangkang untuk bisa melihat siapa yang menepuk, tetapi ternyata dugaanku salah, itu bukan kak zero melainkan dokter muda itu.

"eh dok-kter" ucapku kaku. Dia tersenyum padaku, lalu ia ikut duduk dengan menghadap ke arahku.

"siapa zero? Tadi kamu memanggil saya dengan sebutan zero?" tanyanya. Aku terdiam sejenak, lalu.

"hmm itu dok dia_"

"tidak usah memanggil saya dengan sebutan dokter, karena ini bukan jam kerja lagi" katanya dengan memotong perkataanku.

Aku tersenyum kaku. "iya do..ehh daevan" ucapku dengan perkataan yang masih salah. Dia menggelengkan kepalanya.

"jadi siapa zero? Dia kakak kamu?soalnya tadi saya dengar kamu memanggilnya dengan sebutan kakak" ucapnya. Aku tersenyum.

"dia suami ku daevan" jawabku. Bisa ku lihat mimik wajahnya menjadi terkejut, matanya menatapku dengan tatapan bulat, tetapi ia segera merubah mimik wajahnya.

"bukannya umurmu masih muda? Dan kamu masih kuliahkan? Bagaimana bisa kamu sudah menikah?" tanyanya. Entah mengapa aku merasa risih dan resah ketika daevan menanyai tentang masalah pribadiku. Dia seakan akan ingin tahu sekali tentang masalah di dalam hidupku, padahal ia tidak mempunyai berkah sedikitpun untuk menanyai tentang masalah ini.

"hmm, kalau sudah cinta dan nyaman apa lagi sudah mempunyai pasangannya, kenapa harus di tunda tunda" jawabku berbohong. Dia tersenyum tipis.

"lalu kamu sedang apa di sini? Kenapa tidak pulang?" tanyanya. Aku semakin kesal dan geram karena ia mulai menanyaiku dengan hal yang menurutku tidak penting.aku menghela nafas dengan berat supaya bersikap sabar.

"lagi nunggu suamiku menjemputku daevan" kataku. Dia terdiam sejenak.

"lebih baik saya yang mengantarkan kamu pulang?" katanya menawarkanku. Aku refleks menggeleng dengan gerakan cepat.

"tidak usah, aku akan menunggu suamiku" kataku menolaknya dengan lembut dan pelan.

Bertepatan dengan itu, kak zero sudah datang, enggak tahu kenapa aku menjadi bernafas dengan lega, seakan akan dengan kedatangan kak zero penderitaanku akan pergi. Iya menurutku orang asing yang menanyai tentang masalah pribadiku dan aku sudah merasa terusik adalah sebuah penderitaan bagiku.

"maaf zeva, kakak lama" katanya dengan nafas terengah engah, aku tersenyum.

"enggak apa apa kak" kataku.

Dia terdiam ketika melihat daevan yang berada di hadapanku.

Aku yang menyadari kak zero menjadi terdiam, menjadi tersenyum, bisa kuduga kalau saat ini kak zero sedang memikirkan siapa orang yang berada di hadapanku.

"dia dokter atasanku kak, aku yang jadi asintennya" kataku. Kak zero mengangguk kaku.

"namanya daevan" kataku.

"daevan kenalkan ini suamiku kak zero" kataku memperkenalkan kak zero dengan daevan. Daeva tersenyum kaku.

"daevan" katanya sambil berjabat tangan dengan kak zero.

"zero, suaminya zeva" kata kak zero.

"kak pulang sekarang yu" ajaku, dia mengerutkan dahinya, lalu mengangguk.

"daevan, aku pulang duluan ya" kataku. Dia mengangguk kaku, lalu aku dan kak zero pergi meninggalkannya.

***

Kini mobil kak zero sudah sampai di garasi rumahku, dan kak zero sudah mematikan mesin mobil, bahkan dia sudah melepalaskan seatbeltnya. Sedangkan aku, aku masih duduk dengan posisi yang sama, bahkan seatbelt yang aku pakai masih ku pakai.

"hey kita sudah sampai, ayo turun" ajaknya. Aku menggeleng.

"kak gendong dong" ucapku dengan suara manja, dia tersenyum lebar, lalu tanganya mengacak ngacak rambutku.

"dasar manja" ucapnya. Aku berdecak

"iya kakak akan gendong" ucapnya. Aku tersenyum penuh kemenangan, lalu aku melepaskan seatbelt yang aku pakai, sedangkan kak zero, ia keluar dari mobilnya, lalu memutari mobil, langkahnya terhenti ketika ia sudah sampai di depan pintu mobil sebelahku, lalu ia membukanya.

Tangannya menggendong tubuhku dengan cara, tangan satu di letakan di pungguku, dan satunya di bawah lututku. Sedangkan aku mengalungkan tanganku di lehernya, wajahku ku senderkan di dada bidangnya. Lalu ia mulai berjalan dengan menggendong tubuhku.

"kakak sekarang sudah menggendongmu, selanjutnya aktivitas bercinta seperti kamarin akan terulang lagi" katanya. Aku mengerutkan dahi.

"maksudnya?"

Dia tersenyum.

"selanjutnya kita akan bercinta seperti kemarin" katanya. Aku menggeleng dengab histeris.

"ahh enggak kak, aku kecapen kalau bercinta seperti kemarin, aku tidak ingin mengulangnya lagi dengan cara seperti kemarin" ucapku menolaknya. Dia tertawa.

"siapa suruh kamu menggoda kakak zev? Makanya jangan nakal" ucapnya. Aku mendengus kesal.

"tapi kakak berhasrat kan?" tanyaku meledeknya, dia hanya tersenyum  dan tidak menjawab pertanyaanku.

Ketika aku dan kak zero sudah sampai di dalam kamar kami, kak zero meletakan tubuhku di atas ranjang dengan sangat lembut dan pelan, lalu setelah itu, dia mengecup bibirku sekilas.

"kakak mandi dulu ya, habis itu kita mengobrol bersama, ada sesuatu yang harus kakak bicarakan kepadamu" katanya. Aku mengerutkan dahiku, lalu mengangguk dengan kaku.

Sebenarnya apa yang ingin di bicarakan oleh kak zero, kenapa ia kelihatannya sangat serius sekali?

#
#
#
#

Konflik akan segera di mulai!!

Aku akan update kalau vote yang aku inginkan sudah terpenuhi.

My Lovely Brother #wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang