14. South Korea

4.1K 135 2
                                    

"All the fears you feel inside. I'll keep you so close"

By My Side
-David Choi-

❄❄❄


Memutuskan keluar dari hangatnya kamar hotel dan menerjang dinginnya salju sendirian bukanlah keputusan yang baik, padahal gadis bermanik coklat gelap itu sudah membungkus badanya dengan mantel hangat yang cukup tebal, ditambah beanie berwarna maroon dan syal hitam yang membelit lehernya, namun tetap saja hawa dingin salju masih bisa meusuk kulit tropisnya.

Nefertiti mendongak menatap langit biru yang meruntuhkan butiran-butiran putih sehalus kapas itu. Sepatu bootnya juga perlahan lembap karena terlalu sering menginjak gumpalan salju di jalan, ia akhirnya memilih menepi dan memasuki suatu kedai kecil untuk membeli suatu hal yang bisa menghangatkan tubuhnya walaupun hanya sementara.

"Hwan-yeonghada"
(Selamat datang)
Ucap seorang wanita paruh baya dengan wajah khas orientalnya.

Nefertiti mengulum senyum dan mendekati wanita tersebut. Ia mengambil secarik kertas yang sudah di bungkus plastik mika.

"Sebelumnya minta maaf. Apakah anda bisa menggunakan bahasa inggris? Saya tidak terlalu paham dengan bahasa korea"
Ujar Nefertiti pelan.

Memang pada kenyataannya wanita berdarah asli Indonesia itu tidak terlalu mengerti bahasa korea. Dan kali ini ia baru menyadari kalau ia adalah satu-satunya turis asing yang berada di kedai makan sekarang.

"Oh tentu nona muda. Anda ingin memesan apa? "
Ucap wanita paruh baya itu setelah tahu jika Nefertiti tidak terlalu mahir dalam menggunakan bahasa korea.

"Aku hanya ingin kudapan kecil dan minuman hangat saja"
Ucap Nefertiti kepada wanita paruh baya bermata sipit dan berkulit putih pucat itu.

Setelah beberapa menit lamanya akhirnya bau harum masakan dan wangi teh menyeruak masuk ke hidung Nefertiti yang berdampak pada getaran hebat yang terdengar di perutnya.

"Semangkuk tteokbokki dan secangkir nok cha. Semoga Anda suka nona, karena ini termasuk menu yang sering dipesan oleh pelanggan"
W

anita paruh baya itu menaruh kudapan yang ia bawa ke atas meja sembari mengulum senyum ramah pada Nefertiti.

Sedangkan gadis asli Indonesia itu menatap semangkuk makanan berkuah merah yang ia pikir pasti pedas, dan juga secangkir nok cha, yang Nefertiti sendiri beranggapan kalau itu adalah teh hijau.

"Joh-eun eumsig"
(Selamat makan). Ucap Nefertiti sedikit terbata dengan kalimat yang ia ucapkan, lidahnya juga belum beradaptasi dengan kalimat asing itu.

Wanita itu mengangguk dengan senyum puas yang terukir di bibirnya lalu pergi meninggalkan Nefertiti. Gadis bermanik coklat itu berharap kalau menu yang disajikan bisa beradaptasi dengan lidah Indonesia-nya, karena ia mengingat betul kejadian beberapa tahun lalu saat ia berkunjung ke Perancis, gadis itu pernah memuntahkan hidangan tradisional berupa kaki kodok yang membuatnya menjadi tontonan pengunjung restoran dengan tatapan yang beragam. Nefertiti berharap semoga kali ini lidahnya bisa beradaptasi dengan makanan yang terhidang di depannya sekarang.

Perlahan Nefertiti menyendok potongan persegi kecil dengan kuah merah khas cabai ke dalam mulutnya. Tidak cukup buruk rupanya. Rasa kuahnya gurih,sedikit manis, dan tentu rasa pedas cabai tidak dapat disembunyikan. Lalu Nefertiti mengambil segelas cairan hangat berwarna hijau bening yang terdapat di cangkir minumannya. Hah... rasa hangat dari cairan hijau teh tersebut mengalir sempurna melewati kerongkongan Nefertiti dan membuang rasa dingin di tubuhnya sirna sekejap.

On My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang