Seharusnya hari ini Felia sedang bermesraan dengan bantal gulingnya, tapi karena pesan dari Vier selalu datang seakan menerornya mau tidak mau dia datang ke rumah Vier.
Rumah atau mungkin tepatnya istana milik keluarga Vier, tidak jauh beda dengan milik keluarnya Felia, paling yang membedakan hanya bentuk, warna dan orang yang tinggal di dalamnya.
"Silahkan lewat sini, Nona." Seorang pelayan perempuan datang menjemputnya, Felia mengikuti arah perginya pelayan itu menuju lantai kedua istana besar keluarga Teoricho.
"Ini kamar milik Pangeran Xavier."
Felia hanya mengangguk. Pelayan itu membungkukkan badannya sebelum pergi.Felia menatap pintu besar itu sebelum mengetuk beberapa kali pintu yang pastinya terbuat dari kayu berkualitas terbaik itu.
"Masuk,"
Suara sautan dari dalam membuat Felia membuka pintu berwarna silver milik Putra keluarga Teoricho, seketika mulut Felia menganga.
Ini kamar atau lapangan futsal? Didalam ruangan yang katanya adalah kamar Xavier itu ada ruang tamu, bahkan ada kulkas besar di ujung ruangan, televisi dengan ukuran sangat besar, dan beberapa ruang kosong, entah dimana makhluk bernama Xavier itu tidur tapi ruangan ini sangat besar bahkan lebih besar dari kamar milik Felia yang ada di istana keluarganya.
"Mulut itu di tutup, nanti lalat masuk, tersedak lalat baru tau rasa." Felia langsung mengatupkan mulutnya dengan mata yang tetap menyusuri setiap sudut kamar super luas tersebut.
"Kamar lo luas amat, tapi kok nggak ada kasurnya?" Felia memperhatikan sebuah lemari besar berisi piala-piala yang tampaknya bukan piala plastik yang pernah di dapatkan Aldrian sebagai hadiah lomba, tapi tampaknya benar-benar terbuat dari emas.
"Nggak usah kepo. Dan kenapa elo pake jins padahal bangsawan perempuan kalau ke luar pakai rok atau dress kok lo pake celana." Vier melipat kedua tangannya di depan dada melihat pakaian yang Felia pakai.
Cewek itu menatap pakaian yang ia pakai, lalu mengangkat bahu. "Risih kalau pake rok terus. Udah ayo latihan supaya gue bisa punya waktu buat bocan."
"Bocan?"
"Bobo cantik."
Vier menghela nafas kemudian berdiri, ia mengacak rambutnya pelan, cowok dengan tinggi melebih Felia itu berjalan mendekat pada manusia selain dirinya di dalam ruangan tersebut. "Lo beneran nggak tau dansa? Emang lo nggak pernah lihat film yang ada adegan dansanya gitu?"
Felia menggeleng. "Gue 'kan nontonnya anime, mana ada anime yang dansa, berantem itu baru banyak."
Vier tidak diam, cowok itu tanpa suara meraih pinggang Felia, namun langsung mendapatkan tamparan keras gadis yang memberikan tatapan kesal.
"JANGAN PEGANG DI SITU GELI TAU!"
"NGGAK USAH PAKE NAMPAR JUGA!"
Vier menghela nafas pelan, mengusap bekas tangan Felia di pipinya. Cewek satu ini memang bar-bar.
"Sori, refleks. Lo juga coba ngomong-ngomong kek, main pegang-pegang aja." Felia melipat kedua tangan di depan dada dengan wajah tidak mau kalah.
"Iya, iya cowok memang selalu salah." Vier memutar bola matanya malas, dia tidak ingin perdebatan semakin panjang.
"Jangan pasang muka kaya gitu, makin geli gue lihat nya," Felia mendengkus. "Jangan cengeng jadi cowok."
Vier memilih diam, dia malas menanggapi gadis itu.
"Lo sakit gigi?"
"Ayo, lanjut, tahan gelinya." Felia menyengir saat Vier mengelus pipi kanan cowok itu yang agak memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bad Princess
Teen FictionJudul sebelumya: Unexpected Sixteen Rafelia, Nakal dan suka melanggar aturan yang ada. Prinsipnya peraturan ada untuk di langgar bukan di taati. Ruang BK sudah sering ia masuki, selalu terlambat dan berakhir dengan memanjat pagar sekolah. Dari senin...