My Last Story

25 9 11
                                    

My Last Story

by IceScoups

Saat pukul 22.05, selalu saja aku melihatnya. Ya, gadis berparas cantik jelita itu. Sayangnya, tiap kali dia melihatku, dia akan menangis darah. Karena itulah, aku selalu mencoba untuk menghindarinya. Tetapi entah mengapa, ia seolah olah menggodaku untuk melihatnya, tepat ke matanya. Setiap saat.

"Hey."

Hanya kata itulah yang selalu keluar dari mulutnya tiap kali aku menghindarinya. Entahlah, aku tidak merasa takut sedikit pun. Toh, aku kan sudah sering seperti ini. Ya, aku indigo.

Aku tahu ini semenjak orang tua ku ingin membunuhku. Saat aku masih seorang anak kecil berumur 5 tahun yang seharusnya bermain di luar. Tetapi, aku selalu dikurung bagaikan binatang peliharaan mereka. Daging mentah, buah busuk. Yah, bisa dibilang itu makananku dulu. Tidak aneh jika sekarang aku kurus sekali. Aku ingat sekali yang mereka katakan saat aku pura pura tertidur.

"Sayang, bagaimana kalau kita bakar saja tubuh anak yang menjijikkan ini? Aku takut jika dia akan bermain dengan 'Teman-temannya' itu."

Oh iya, aku lupa menjelaskan. Karena aku sering terkurung di dalam, aku bermain dengan teman-temanku hingga aku dianggap anak yang paling aneh dan tidak jelas. Wow, justru aku yang merasa aneh. Apa mereka buta? Jelas-jelas temanku ada disampingku.

"Dasar anak dukun!"

"Jangan dekat dekat, nanti dimakan temannya loh. Hihihi."

"Dia menyeramkan."

"Kenapa dia hidup?"

"Oh, aku kasihan sekali dengan orangtuanya."

"Jika dia itu aku, aku akan bunuh diri. Hahahahaha."

Banyak yang melontarkan kata kata kejam seperti itu. Aku sih, biasa saja. Nanti juga mereka diam sendiri, pfft.

Aku kangen ... dengan teman temanku itu. Fore si pencuri licik, Dipe si pembohong handal, Ran si pencuri invisible. Tidak hanya Ran sih yang invisible, Fore dan Dipe juga begitu. Biasanya hanya mereka, temanku dari imajinasiku, yang mengertikan aku.

Seandainya aku berteriak kencang nama mereka dan mereka muncul, aku akan senang sekali. Tetapi ... sekarang, mereka sudah diusir dari rumahku. Kalau saja aku mengumpati mereka atau menyuruh mereka menghilang dari rumahku, mungkin mereka masih ada.

Aku ... benar benar ingin membunuh orang tua ku itu. Kenapa ... kenapa aku lemah seperti ini. Apalagi pada saat Papa bilang, "Ayah melakukan ini karena Ayah sayang sama kamu."

Kenapa aku gampang tertipu oleh mereka? Semakin besar niatku--untuk membunuh orang tuaku--kenapa aku makin melemah? Apakah harus diriku yang membunuh diriku? Tidak, aku tidak mau. Aku ingin menguasai dunia ini dengan teman temanku. Jadi, aku tidak usah merasa lemah di hadapan orang tuaku yang licik itu. Ya, benar. Begitu saja. HAHAHAHA. Lihatlah, kalian makhluk-makhluk tidak berguna. Akan jadikan kalian semua pelayan dan pembantuku. Beraninya kalian mengambil teman temanku!

"Hey. Lihat aku."

Hm? Suara siapa itu? Jangan jangan Dipe?! Fore?! Ran?! Apa itu kalian?! Oh, yang benar saja. Di tengah jalan? Jangan bilang kalian akan memberikan aku sebuah surprise yang membuatku tersentuh. Kalian tau kalau aku tidak menyukai begituan. Kalian ini bagaimana, sih. Hahaha.

"Lihat aku, disampingmu. Hey."

Akhirnya aku pun menoleh ke asal suara tersebut. Aku menutup mataku sambil malu malu. Aku cukup deg-degan. Entahlah, mungkin aku terlalu senang. Aku buka mataku. Terlihat sebuah bus ke arahku. Akhirnya, aku akan berjumpa dengan temanku!

Challenge DebutWhere stories live. Discover now