Ardela tak percaya di Lintaswana ia bisa mengenakan sebuah penemuan yang begitu luar biasa dan bersejarah.
Korset.
Ya, pelayan Astana bilang Ardela perlu mengenakan korset, agar bentuk tubuhnya semakin indah dibalut gaun yang akan ia kenakan untuk penobatan. Well, mengenakannya tak seindah kelihatannya.
Ardela berdiri di hadapan cermin setinggi tubuhnya. Tubuh langsing seputih susunya hanya dibalut celana ketat sepaha dan korset sedada. Masih ada garis bekas jahitan di lengan dan pahanya.
Dia mencicit saat Disty menarik tali di korsetnya. "Kukira korset sudah punah." Dia menarik napas dalam, sekujur tubuhnya terasa kencang. "Enggak kebayang rasanya bertarung mengenakan ini."
Disty membenarkan kacamata sambil tertawa kecil. "Kau tidak perlu bertarung lagi, kau akan punya prajurit dan komander, Paduka."
"Berhentilah memanggilku begitu!" Ardela ikut tertawa. "Aku hanya pemimpin klan yang... dicekik korset."
Tak lama kemudian Kalista masuk kamar, membawa gaun yang ditutupi kertas hijau. Dia mengangkat alis melihat tubuh Ardela. "Waw, kalau Aksa melihatmu, dia pasti langsung ngajak balikan."
"Dasar sinting." Ardela tertawa. "Kau membawa sesuatu?"
"Gaun untukmu, Paduka, kado spesial dari para gadis tim HOPE."
Mata Ardela berbinar. Di Graha tak ada yang mengenakan gaun karena fashion tidak dipentingkan. Waktu kecil dia sering membayangkan dirinya bisa mengenakan gaun dan pergi ke pesta dansa. Dia tak percaya sekarang benar-benar mengenakan gaun, meski bukan untuk berdansa.
Gaun seputih mutiara membalut tubuh Ardela sampai dada, mengikuti lekuk pinggangnya dengan sempurna. Cape brukat putih menutupi area dada sampai pundak dan menggantung lembut di atas sikunya, mempelihatkan samar kulit seputih susunya. Sementara rok gaun panjang menutupi mata kakinya dengan bagian belakang memanjang menyapu lantai sejauh satu meter.
Untuk menambah percaya diri. Ardela mengenakan kalung yang El berikan. Liontin elang peraknya menggantung di bawah dada Ardela.
Elang adalah burung terkuat yang bertahan dari badai salju. Mampu terbang menjelajahi padang salju maupun padang hijau. Elang pun resmi menjadi simbol para penjelajah.
Sementara rambut hitam Ardela dicepol rapih, menyisakan sedikit rambut ikal menggantung di kiri kanan wajahnya. Kemudian Kalista membaurkan bubuk putih ke wajah Ardela dan mengoleskan sedikit krim merah ke bibirnya. Membuat ia seketika mulus dan segar.
"Apa itu, Kal?!" Ardela batuk menghirup bubuk yang berterbangan. "Dan kau beri apa bibirku?!"
"Enggak tau, pokoknya itu dari pelayan Astana."
Setelah selesai, Ardela memandang dirinya dan senyam-senyum sendiri. Dia belum pernah mengenakan pakaian seindah ini. Belum pernah juga melihat wajahnya secantik ini.
Tok! Seseorang mengetuk pintu. Juna masuk bersama rambut gondrong klemisnya. Dia nampak membawa kotak kayu. Di atasnya ada sebuah tiara. Tiaranya simpel, dari kepangan dawai logam berhias bulatan-bulatan kristal mengkilap.
"Hadiah dari anak-anak sektor pabrik." Juna menyodorkan kotak itu. "Rambutmu nampak membosankan. Pakailah ini, jangan malu-maluin."
"Uuh, romantisnya." Ardela tersenyum iseng. "Ini cantik banget, lihatlah kaca yang berkelip itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah (Book 2)
Adventure(Completed) Disarankan baca Di Bawah Nol dulu. 15+ Misi belum berakhir. Insiden berdarah di hutan padang hijau merupakan awal dari petualangan baru Ardela dan kawan-kawan. Mereka akan dibawa memasuki dunia penduduk asli padang hijau. Melihat tempat...