Menyemai Masa Depan

12K 2K 89
                                    

Brajakelana nampak sibuk.

Ardela membagi tim untuk memperluas desa agar cukup untuk tiga ratus warga Graha yang akan datang. Mereka mendirikan tenda sisa pemberian Astana, menambah satu tenda klinik dan mendirikan satu tenda besar untuk sekolahan.

Beberapa orang mendirikan tenda di atas kedua tebing Brajakelana. Itu titipan El agar tim jaga di atas sana tak perlu bolak-balik ke bawah jika butuh sesuatu. Tangga tali menuju ke atas juga ditambah.

Di dekat kedua tebingnya, dua laki-laki sibuk membuat tiang-tiang obor. Sementara sekelompok anak sektor pabrik sedang membuat meja dan alat makan dari kayu. Ada pula beberapa perempuan yang asik menjahit baju dari gulungan kain.

Dirga bersama belasan petani memperluas kebun. Mereka menggarap tanah kemudian menanaminya dengan singkong dan jagung. 

Tak jauh di belakang desa, lima orang membangun pagar kayu mengelilingi padang rumput. Di situlah pesawat Graha akan mendarat. Pagar kayunya dibuat setinggi lima meter dan dipasangi kawat tajam, agar penjarah tidak bisa masuk.

Tsing! Pedang para prajurit saling beradu. Seperti biasa latihan dilakukan di lapangan tanah, namun kali ini bukan El yang memberi komando. Sekala menaruh kedua tangan di belakang, berjalan mengelilingi lapangan sambil memperhatikan prajurit beradu pedang.

"Aksa, jangan terlihat panik!" teriaknya. "Juna, begeraklah lebih gesit!"

"Berisik kau, Penjaga!" Juna mendengus. "Kayak sendirinya udah jago!"

Sementara Ardela duduk di luar tendanya, memantau kondisi di Graha melalui radio. Sheryl bilang orang-orang menggali reruntuhan di sektor Pertahanan dari pagi sampai sore. 

Mereka masih cukup jauh menuju lantai dasar, tapi mereka tak berniat berhenti. Tim lain membersihkan puing yang menimpa pabrik senjata. Ada pula tim yang menyebrang lorong bersalju menuju sektor medis dan sektor pertanian.

"Ini akan memakan waktu lama, tapi kami tak akan menyerah."

"Tentu," balas Ardela. "Kau hebat sekali bisa mengorganisir mereka di sana."

"Ya, kurasa itu salah satu kelebihan menjadi keponakan Direktur Argus." Mereka tertawa kecil sejenak. "Oh ya, boleh aku bicara dengan Aksa?"

"Boleh banget. Aku akan memanggilnya. Kalian punya tiga menit."

Mata cokelat jernih Aksa seakan bersinar saat bicara dengan Sheryl. Dia menceritakan hari-harinya sebagai prajurit, istrinya pun sangat bangga akhirnya ia tak hanya berkutat dengan musik. 

Sheryl bilang waktu kelahiran anak mereka sekitar dua minggu lagi, ia berharap bisa melahirkan di padang hijau. Mereka terdengar bahagia. Ardela ikut tersenyum mendengarnya.

Di saat yang sama sesuatu yang pedih mengisi hati Ardela. Apalagi saat mengingat El, dia tak yakin bisa memiliki obrolan semacam itu dengan El.

Well, Ardela menghubungi Graha setiap pagi untuk mendengar perkembangan di Graha. Setiap harinya warga Graha semakin dekat dengan lantai dasar sektor Pertahanan. Dia juga menyampaikan persiapan di Brajakelana. Percakapan hanya bisa berlangsung selama sepuluh menit demi menghemat baterai radio.

Kemudian setiap siang dia bersama Daffodil bersiap pergi keluar Belantara. Kali ini Iren memaksa ingin ikut, tapi dia melarang karena terlalu berbahaya. Gadis itu pun cemberut, ditambah matanya menatap tajam persis seperti El.

Para Penjelajah (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang