Sepuluh menit kemudian Sagita, Kalista, Juna dan Disty datang, mengenakan mantel tebal. Mereka membawa tenda besar, selimut, termos dan radio. Seperti biasa Sagita dan Juna membawa pedang di holster. Dengan cepat mereka membangun tenda dan menjadikannya ruang meeting.
Binder diletakkan di atas meja, menunjukkan halaman berisi deretan koordinat. Mereka membantu Sagita menggambar peta sembari menyiapkan rencana apabila warga Graha terpaksa jalan kaki kemari. Suasana pun rusuh karena Disty dan Juna protes tidak setuju.
"Mereka tak mungkin selamanya di sana," kata Ardela. "Persediaan makanan dan air akan habis."
Juna mendengus. "Jadi kau mau nyuruh mereka keluar menyapa kanibal?"
"Ya, berbekal banyak senjata." Ardela membuka denah Graha. "Di sektor pabrik ada tempat pembuatan senjata. Sheryl bilang tempat itu terkubur salju tapi tak dalam."
Kalista menambahkan. "Mama muda itu juga bilang satu rumah sakit di sektor medis selamat dari reruntuhan. Obat dan alat medis berlimpah."
"Oke, banyak senjata dan obat," balas Disty. "Tapi fisik mereka tak akan kuat. Tanpa pesawat, perjalanan mereka lebih jauh dari tim HOPE. Antibiotik sekalipun tak bisa menyembuhkan hipotermia."
"Tak ada pilihan lain." Ardela menghela napas. "Semua pesawat tertimpa reruntuhan."
"Jikalau masih ada pesawat, tetap enggak cukup membawa semua orang," sahut Juna. "Yap, rahasia lain para dewan."
"Jun, itu tidak membantu." Ardela membuka halaman lain. "Aku sudah mencari dan—"
"Berhenti di halaman itu!" Sagita menahan tangan Ardela di halaman cetak biru Graha. Dia mempelajari denahnya dengan cepat. Seketika melotot melihat gambar persegi merah di paling bawah, bertuliskan HKU-003. "Hangar Kapal Udara nomor tiga? Tapi di Graha hanya ada dua hangar."
Sagita membuka halaman sebelumnya yang berisi denah sektor. Keningnya berkerut karena ia tak menemukan gambar persegi merah tadi di denah sektor. Kemudian ia membuka beberapa halaman selanjutnya. Di sana ada deretan kode, mulutnya pun komat-kamit membaca. Lalu ia terdiam bingung.
"Mbak?" panggil Juna. "Mau berbagi dengan kami?"
"Ummm..." Sagita menggigiti kukunya. "Di cetak biru ada hangar pesawat ketiga, tapi menurut denah sektor, itu lokasi sektor pertahanan dan tak ada hangar di atas sektor itu."
"Basement." El menatap misterius. "Aku pernah dengar gosip soal hangar rahasia. Lokasinya di bawah sektor pertahanan."
"Hangar rahasia. Oke, gila juga ya." Sagita mengangguk. "Lebih gila lagi karena hangar itu berisi Boeing C-27I, Boeing M-757, jet MiG-37, Airbus INA-300 dan—"
"Git." Ardela mengangkat tangan. "Pakai bahasa Indonesia."
Dia menghela napas. "Begini, di bawah sektor pertahanan ada hangar raksasa berisi lusinan pesawat tempur. Jet, heli, kargo, bomber. Semuanya siap terbang, tahan korosi dan dibantu tenaga surya. Sayangnya, tak beramunisi. Menurut cetak biru, lantai sektor pertahanan adalah pintu hangar rahasia. Di dalam sana ada landasan pacu yang ujungnya berada di bawah halaman Graha. Pintu ujung akan membuka dan pesawat bisa meluncur keluar. Semua pesawat juga punya thrust canggih jadi tak perlu landasan pacu untuk mendarat."
Itu luar biasa. Semua orang tersenyum haru tapi Sagita masih diam.
"Kenapa kau terlihat tidak senang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Para Penjelajah (Book 2)
Adventure(Completed) Disarankan baca Di Bawah Nol dulu. 15+ Misi belum berakhir. Insiden berdarah di hutan padang hijau merupakan awal dari petualangan baru Ardela dan kawan-kawan. Mereka akan dibawa memasuki dunia penduduk asli padang hijau. Melihat tempat...