Demi Belantara

13.4K 2.2K 250
                                    



Elvan menjerit saat panah dicabut dari pahanya, seketika Disty membekap mulutnya.

         "Hentikan itu!" Kemudian ia melilit perban ke paha El. "Hanya sakit sedikit."

         "Ya, maaf." El meringis. "Aku tak terbiasa ketembak panah."

         Disty merunduk, melihat goresan berdarah di pundak El. Saat El hendak berdiri, ia menahan pundak kokoh itu. "Parang itu merobek kulitmu, aku harus me—"

         "Dis, aku sehat."

         Dia mencoba berdiri, tak tahan mendengar deru pertarungan di balik pepohonan hijau yang mengelilinginya. Keringat mengalir di sisi wajahnya, suasana semakin panas sejak pasukan ditekan mendekati gerbang Lintaswana.

         Disty menahan El lagi, kali ini melotot. Dia merogoh tas medik dengan cepat, mengambil perban dan air wortel. "Aku harus hentikan pendarahannya atau kau akan terserang anemia."

         "Aku tak bisa selonjoran di sini sementara—"

         "Makanya berhenti melawan," balas Disty sambil menyeka keringat yang bercampur noda darah di wajahnya. "Tak lama kok."

         El pun diam, memperhatikan Disty yang duduk di samping, melilitkan perban. Ada perban mentupi luka di sisi lehernya. "Dis, kau tak perlu berada di sini. Berlindunglah di Bahari."

         "Aku memilih berada di sini."

         "Jika kau diserang, aku tak yakin bisa membantumu."

         "Del mengajariku beberapa jurus kok." Disty melap darah di tangannya. "Kulakukan tugasku sebagai dokter, kau lakukan tugasmu, Komander. Hati-hati ya." Dia pun bergegas pergi.

         El perlahan berdiri lalu menyiagakan pistol. Langkahnya tetap cepat meski sesekali meringis karena pahanya. Dia sembunyi di balik semak, melihat pemberontak lalu lalang di padang rumput.

         "Sialan!" Matanya melotot melihat pria pincang itu sedang beradu pedang dengan prajurit. "Bara."

         Dar! El mengenai satu, tapi bukan Bara. Dia merunduk saat granat meledak di depan sana, mementalkan tanah dan tubuh ke arahnya. Dia menghela napas kemudian keluar dari semak.

            Pedang dan parang beradu di mana-mana, kanibal memekik saat mengejar prajurit, ada pula panah berterbangan di udara.

         Srrk! "Maharani masuk," katanya di HT. "Pastikan mereka berada di posisi!"

            Satu kanibal menerjang El, dia menahan tubuh kerempeng pucat kebiruan itu. Mulut penuh gigi runcing menganga sejengkal di depannya, memuncratkan liur serta sisa darah. Dia mendorong kanibal itu dan menusuk sebelum meraih.

         Baru selesai, satu kanibal lompat ke punggung El. Mulutnya menganga hendak menggigit kepala El, tapi ia mengarahkan pistol ke belakang dan menembak.

         Dia meringis. Darah menembus perban di pundaknya. "Nampaknya masih... oke."

         Srrk! "Semuanya, tim HOPE akan—"

         Seseorang menerjang El dari samping, begitu kuat sampai ia terpental dan jatuh menghantam tanah. Sekujur tubuhnya nyeri, apalagi pundak dan pahanya seakan dicengkram.

         "Sekarang kau dan aku, Penyusup."

         Agra. Pria kekar berkulit sawo matang itu maju menebas parang. El berguling menghindar lalu berdiri, sudah siap dengan pedangnya. Dia menangkis parang beberapa kali, tapi Agra menggores sisi pinggang El, dia pun menjerit dan ditendang sampai jatuh.

Para Penjelajah (Book 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang