***
Cringggg.
Pukul 05.00 WIB, bunyi alarm berdering. Menandakan bahwa anak laki-laki yang masih berbalut selimut itu harus segera bangun.
Atau, akan ada 'alarm kedua' yang membangunkannya.
"Edgar!" Suara nyaring perempuan cantik yang sudah memakai pakaian kerjanya, berdiri tepat diambang pintu kamar anak laki-lakinya. "Wake up."
Samar-samar Edgar mendengar suara Ratih, sang Bunda, yang membangunkannya.
"Wake up or you gonna late," tegas Ratih.
Edgar hanya membuka setengah kelopak matanya, lalu bergumam tidak jelas.
"Rise and shine, Handsome."
Ada tiga hal yang tidak dapat Edgar hindari:
1. Suara sang Bunda yang membangunkannya
2. Notifikasi COC, dan...
3. Sang Adik.
"Edgar, bangun. Kamu ih! Susah banget dibangunin." Ratih membuka balutan selimut yang menutupi tubuh Edgar.
"One minute," jawab Edgar sambil mengacungkan jarinya membentuk angka satu.
"No. Enough. Wake up or no more COC."
Mendengar hal barusan, Edgar sontak membuka matanya lebar-lebar. Memaksa tubuhnya untuk berdiri, dan bergegas ke kamar mandi.
"Oke. On the way to bathroom, Bun."
Ratih hanya tertawa renyah melihat kelakuan anak laki-laki pertamanya. Ia pun membantu membereskan kamar Edgar yang berantakan tak terurus.
"Bunda, where is my breakfast?" Suara seorang anak perempuan menggelegar dan memenuhi seisi rumah.
"Coming, Darling."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...