#14

250 19 0
                                    

***

Pagi ini, gerimis mengiringi matahari terbit.

Caca menikmati dinginnya pagi sebelum ia berangkat sekolah.

"Ca, kamu gak mau naik mobil aja? Gerimis, loh," ujar Januardi.

Caca menggeleng.

"Mau naik ojek aja, Pa. Lagian cuma gerimis."

"Nanti kalo sakit?"

"Yaelah, Pa. Caca mana pernah sakit kecuali kalo abis makan pedes," ledek Caca.

Januardi hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak perempuannya.

TINNN....

Klakson pertanda ojek langganannya telah tiba.

"Pa, Caca berangkat dulu, ya," ujar Caca seraya mencium tangan Papanya.

Lalu bergegas naik ke atas motor ojek dengan gerimis yang masih terasa.

"Mau pake jas hujan, Neng?"

"Gak usah, Bang."

Driver ojek miliknya pun mengangguk. Kemudian, melajukan motornya dengan sangat hati-hati.

Kali ini, jalanan lengang. Meski gerimis datang.

Tapi, tidak macet seperti kemarin.

Ditengah-tengah perjalanan, gerimis berubah semakin deras.

Driver ojeknya menawarkan bantuan sekali lagi pada Caca.

"Neng, pake jas hujan aja, ya. Ntar sakit saya diomelin orang tua, Neng."

Dengan terpaksa oleh keadaan, Caca mengiyakan.

"Lah, jas hujannya cuma satu?"

"Iya, buat Neng aja. Saya mah pake jaket."

Caca mengangguk, meski harus merasa sedikti tidak enak.

Tak butuh waktu lama untuk tiba disekolahnya, Caca melepas jas hujan.

"Nih, Bang." Caca memberikan tiga lembar uang lima ribuan.

"Gak usah, Neng. Hari ini gratis, karena saya ulang tahun."

Caca tersenyum geli,"HBD ya, Bang."

"Iya, Neng."

Caca pun berlalu.

Hujan dirasa semakin deras. Ia melirik ke arah parkiran mobil, yang mana ia tidak menemukan mobil sedan milik Edgar.

Lalu, ia kembali berjalan menyusuri lorong yang masih sepi. Mungkin karena hujan, banyak murid yang datang telat karena terjebak hujan.

Caca duduk di kantin, memesan segelas teh hangat. Sambil mengeringkan beberapa bagian seragamnya yang basah dibawah kipas angin.

"Mang, teh anget satu, ya."

Suara laki-laki yang begitu khas di telinga Caca itu membuatnya menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya Edgar yang basah kuyup.

Menyadari ada yang memperhatikannya, Edgar menoleh.

Ke arah Caca yang menatapnya intens dengan tatapan tajamnya.

Edgar memalingkan wajahnya. Ia tak sanggup jika harus beradu pandang dengan Caca seperti itu.

"Makasih, Mang," ucap Edgar setelah teh hangat miliknya tiba.

Caca bergumam, malas.

"Mang, makasih, ya," ujar Caca setelah membayar, meninggalkan kantin, melewati Edgar yang duduk beberapa bangku di depannya.

Caca tidak lagi menoleh ke arah Edgar. Ia berjalan bak tidak menganggap siapapun ada disekitarnya. Melirik saja tidak.

Edgar mengusap wajahnya yang masih basah akibat air hujan. Lalu, bangkit berdiri dan meninggalkan kantin.

"Gar, belum bayar," teriak Mang Kopi di kantin.

"Nanti ya, dirapel," balas Edgar.

"Lah, dikata gajian kali dirapel."


A Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang