***
Selang 15 menit kemudian, Stefan dan Angga datang.
Tapi, keadaan Edgar sudah tidak berdaya. Babak belur dimana-mana. Caca masih menopang tubuh Edgar yang berdarah dengan tangannya.
"Shit, kita telat," cetus Stefan
"Kita bawa Edgar ke Rumah Sakit," ucap Angga yang dengan segera membopong Edgar masuk ke dalam mobilnya.
Caca terus menangis, ia tidak tega melihat tubuh yang sudah tak berdaya itu berlumur darah.
"Ca, gimana ceritanya kok bisa begini?"
Caca pun mulai bercerita apa yang ia lalui barusan.
=
Caca duduk disamping kasur, ia menggenggam tangan anak laki-laki itu dengan lembut. Beberapa kali, ia menitikkan airmatanya. Memandangi wajah anak laki-laki itu lamat-lamat.
Mengusap wajah Edgar dengan tangan kanannya.
Stefan dan Angga hanya dapat terdiam menyaksikannya. Mereka berusaha untuk menenangkan Caca yang terlihat sangat resah dengan keadaan Edgar.
"Edgar gak kenapa-napa, Ca," ujar Angga.
"Dia gak ngelawan, Ngga. Kenapa dia diem aja pas dipukulin? Kenapa?"
"Mungkin Edgar lelah, Ca. Dia butuh aqua," celetuk Stefan.
Yang langsung mendapat respon jitakkan dari Angga. "Jangan bercanda bego, ini lagi serius."
"Maap-maap."
Caca masih memandangi anak laki-laki yang tak berdaya itu. Matanya nyaris sembab karena ia menangis terus-terusan. Stefan dan Angga pun sudah kehabisan cara untuk menenangkannya.
"Jadi gini Ngga kalo cewek lagi galau? Susah banget ademnya ternyata," cetus Stefan. "Gue rasa dia bisa nangis 7 hari 7 malem kalo Edgar gak bangun juga."
"Fan, lo jangan bikin gue pengen gamparin lo, ya. Bawel banget daritadi. Udah diem aja," jawab Angga kesal.
"Eh, kenapa Edgar gak dicium aja sih sama Caca. Siapa tau nanti bangun. Kayak di dongeng-dongeng."
PLAKKK.
Sebuah pukulan kencang berhasil mengenai kepala Stefan yang disusul dengan rintihan sakit.
Tak lama kemudian, keluarga Januardi dan Wiratama pun datang. Tak terkecuali, Bila.
"Edgar!" Bila teriak histeris.
Yang langsung disambut oleh pelukkan Caca.
"Ca, Edgar, Ca," ucap Bila dengan tangisan. Caca tak dapat berkata apa-apa. Ia hanya dapat memberikan sebuah pelukkan. Karena, ia tahu persis bagaimana perasaan Bila saat ini.
Untuk orang yang pernah kehilangan orang yang disayang, ini akan membuatnya takut luar biasa.
"Dia baik-baik aja, Bila. Gue yakin. Dia kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...