***
Edgar turun dari kamarnya lengkap dengan seragam, sesaat setelah Ratih dan Bila menghabiskan sarapan mereka.
"Lama ya," celetuk Bila. Edgar hanya melirik, lalu menyambar segelas susu yang ada di meja. "Udah pake lipstick belom, Mba Edgar?" ledek Bila.
Yang membuat Edgar nyaris tersedak.
"Bila.." tegur Ratih.
Edgar meletakkan gelas susu yang sudah kosong, lalu melirik ke arah Bila yang sudah lebih dulu meninggalkan meja makan.
"Hari ini Bunda yang anter kamu," ujar Ratih, yang membuat Edgar sedikit tidak terima.
"Just to make sure, kamu masuk sekolah hari ini," lanjut perempuan yang menatap serius anak laki-lakinya.
"Bun, we've already talked about that. I swear..."
"I've heard it, before," sambar Ratih. "Then, you lied."
"Tapi, Bun..."
"No more negotiation. I pick you up to the school."
Dengan pasrah, Edgar mengangguk. "Iya, Bun..."
Pagi kian menunjukkan siangnya, matahari sudah semakin meninggi. Membuat Bila tak sabar untuk segera berangkat ke sekolahnya. Dengan rambut dikucir dua, dan baju seragam yang sedikit jungkis, ia berteriak dengan kencangnya.
"You wanna go to school or what? Im lil gonna bit late," Bila berkacak pinggang, melihat dengan geram ke arah Edgar dan Bundanya yang baru saja selesai bercakap.
"Bawel," Edgar menyambar kunci mobil yang ada di atas meja makan. Seraya terus berlalu, ia bergumam.
"Anak Bunda yang gantengnya kayak Song Joong Ki, gak usah kesel-kesel sendiri. Nanti jauh jodohnya," celetuk Ratih sambil tersenyum jahil setelah ia membawa handbagnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...