***
Tidak seperti biasanya, kali ini Caca seperti terlahir kembali. Ada bahagia yang kembali dalam hidupnya.
TINNN...
Tak disangka, ojek langganannya menjemputnya. Caca kebingungan, pasalnya ia sudah menelfon untuk tidak dijemput.
"Bang, saya udah telfon kan gak usah dijemput," ujar Caca kesal.
Driver ojek langganannya, melepas helm dan masker yang selalu ia kenakan saat menjemput Caca.
"Edgar?"
Edgar tersenyum.
"Jangan bilang kalo lo –"
"Iya, gue yang selama ini nyamar jadi ojek langganan lo. Biar bisa berangkat bareng lo terus."
Caca tersentuh. Ia tidak menyangka bahwa Edgar akan berbuat sejauh ini.
"Pas lo dateng keujanan pagi-pagi itu juga karena..."
"Karena abis jemput lo, hehe."
Matanya mengembang airmata. Caca benar-benar shock dengan apa yang dilakukan Edgar demi meminta maaf padanya.
"Yuk, naik."
"Pake ini?"
"Iya. Kenapa? Lo gak –"
"Iya, iya. Bawel."
Caca duduk dijok belakang. Dengan sedikit memeluk Edgar.
Edgar tersenyum. Sumringah.
"Siap, Neng?"
Caca tertawa.
"Iya, Bang."
=
Leo Alvino Wiratama.
Caca termenung saat Edgar mengajaknya ke tempat ini.
"Gar, kita mau ngapain?"
"Gue kangen Leo. Lo juga 'kan?"
Caca mengangguk pelan. "Tapi –"
Edgar duduk terdiam disamping batu nisan adik laki-lakinya.
"Leo, you right. Lo bener atas semuanya. Lo bener tentang perasaan gue, lo bener tentang apapun yang lo bilang."
Caca mendengarkan setiap kata yang Edgar ucapkan.
"Leo, gue kangen."
Caca tak dapat lagi membendung airmatanya. Ia mengusap punggung Edgar secara perlahan.
"Gue kangen kita buat mural berdua. Atau, gelitikin Caca sampe dia nangis."
Caca tersenyum ringan.
"Gue udah ikhlas. Gue gak akan berbuat ulah lagi. Promise."
Edgar menarik lengan Caca,"You wanna say something?"
Caca menatap miris batu nisan itu.
"So am i, Alvin," panggilan Caca untuk Leo memang berbeda dari yang lainnya.
"Gue...minta maaf udah buat Edgar ngerasa bersalah, Vin. Tapi, gue udah maafin dia. Dan, gue juga udah nerima kepergian lo. Mudah-mudahan dengan ini, semua akan membaik. Seperti beberapa tahun yang lalu. Meski kita gak bisa lagi main bertiga, tapi, lo akan tetap jadi sahabat terbaik gue. Dan, menjadi adik terbaik Edgar," ucap Caca seraya menatap Edgar. "I miss you, Alvino."
"I miss you, Bro."
"We miss you."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...