***
"Kemana kita hari ini?"
"Komplek biasa."
Jam pelajaran tinggal dua mata pelajaran lagi, tapi Edgar sudah bersiap untuk cabut.
"Gue ke warung Babeh duluan, ya." Edgar membawa tasnya yang berisikan cat semprot.
"Oke, ntar kita nyusul."
=
Tak berapa lama setelah Edgar meninggalkan lorong kelas, ia melihat Caca. Sedang berdiri, memperhatikannya.
Tatapannya tajam.
Edgar, yang terkenal nakal saja tidak berani menatapnya.
Bagaikan seekor ular naagin yang ingin memangsa.
"Ca..."
Baru saja menyebut satu kata, Caca sudah berpaling. Dan, meninggalkan Edgar.
Membuat Edgar hampir putus asa untuk membawa kembali gadis itu ke dalam hidupnya.
"Mau sampe kapan menghindar kayak gini, Ca? Gue udah minta maaf beribu kali. Tapi, lo gak juga ngerespon gue," teriak Edgar di lorong sekolah menuju parkir.
Langkah Caca terhenti.
Edgar menoleh ke arah gadis itu yang tidak juga membalikkan badannya.
"Bring him back. Then, i will forgive you."
Singkat, padat, dan jelas.
Caca kembali melangkah. Menjauh dan meninggalkan Edgar.
Rahang Edgar mengeras. Ingin sekali rasanya ia marah pada dirinya sendiri.
Akibat satu kesalahan yang membuat seluruh hidupnya berubah.
Lalu, Edgar kembali melangkah menuju mobilnya. Dengan emosi yang masih memuncak. Bahkan gadis itu tidak sama sekali ingin menoleh ke arahnya saat berbicara.
"Sehina itu 'kah gue sampe lo aja gak mau ngeliat gue," gumam Edgar.
Ia menginjak pedal gas, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...