***
Edgar berdiri di depan. Dengan membawa stick golf andalannya, ia berdiri menantang maut.
Disana, beberapa meter dari Edgar berdiri. Sudah ada Asha dan pasukannya.
Mereka adalah musuh bebuyutan bertahun lamanya.
Pertemuan terakhir mereka, satu tahun yang lalu. Pertemuan terakhir yang tidak dapat ia lupakan. Pertemuan yang membawanya pada duka yang mendalam. Membuat dendamnya tidak pernah padam.
"Wow, King Edgar raja street art is coming back, huh?" teriak Asha.
Edgar geram. Ingin rasanya ia hancurkan kepala pentolan musuhnya yang membuat hidupnya berantakan.
"Lo mau ngeliat siapa lagi yang gue bunuh, Gar? Setelah –"
"Bacot! Maju lo kalo punya nyali."
Kubu keduanya akhirnya saling serang satu sama lain.
Edgar menghantam tubuh Asha dengan stick golf miliknya. Asha memeberikan sebuah bogem mentah pada wajah Edgar. Sebuah geer berhasil mengenai tubuh Edgar.
Asha berhasil melumpuhkan Edgar. Ia mengerahkan samurainya tepat dihadapan Edgar.
"Lo yang bakal nyusul selanjutnya, Gar."
Sebelum Asha berhasil melayangkan samurainya, segerombolan polisi berhasil mengepung mereka.
"Shit," umpat Asha.
Mereka berhasil diringkuk polisi yang datang tiba-tiba. Termasuk Asha, Edgar, dan kedua sahabatnya.
Dengan pasrah, Edgar mengikuti langkah polisi yang menggiringnya.
Sebelum ia masuk ke dalam mobil polisi, ia melihat Caca berdiri beberapa meter tak jauh dari tempat kejadian.
"Caca?"
Lalu, ia juga melihat Leo berada di samping Caca.
Edgar merasa nafasnya kian berat. Bukan hanya jalan hidupnya, untuk bernafas saja sulit. Bagaimana ia dapat menemukan kedamaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Second Chance
Teen FictionJalanan adalah gallerynya. Hidupnya adalah kanvas. Dia adalah kuas. Dan, Tuhan adalah juri. Yang akan menentukan, bagus atau tidaknya gambar yang ia buat dalam kanvas dan gallerynya. Dan, the best partner in lifenya adalah adiknya sendiri. Tanpa it...