3)Bar?

248 21 0
                                    

"Untuk menjalani hidup yang sempurna itu kuncinya terletak pada diri sendiri. Jalani sesuai dengan yang apa kita mau karena yang menggetahui baik dan buruknya itu diri kita sendiri bukan orang lain."

Banyak yang bilang bahwa anak kelas IPA dan IPS itu memiliki perbedaan, terutama dalam mengisi kekosongan jam.

Anak IPA yang katanya rajin dan tidak banyak tingkah cenderung diam di dalam kelas saat jam pelajaran. Namun tidak dengan kelas X MIPA 4, kelas yang ramainya menyerupai kelas IPS atau bahkan melebihi kelas IPS.

Sebernarnya berada di kelas IPA maupun IPS itu sama saja, entah itu ramainya, tingkahnya, atau rajin tidaknya. Tiga hal tersebut sebenarnya tergantung dengan kepribadiaan masing-masing orang. Yang membedakan antara IPA dan IPS hanyalah mata pelajaran yang diminati tiap siswa.

Seperti jam kosong saat ini. Para laki-laki cenderung membentuk koloni dan menggerombol menjadi satu. Mereka menyetel musik dangdut dengan irama keras dan berjoget dengan sendirinya.

Sedangkan kubu perempuan cenderung terpecah-pecah, mereka justru cenderung dalam bergosip ria sesuai dengan topik-topik yang diminati.

Sedang di ujung pintu ada Dedi, laki-laki dengan perawakan sedang dan kulit sawo matang. Ia bertugas menjadi satpam kelas, tugasnya yaitu berjaga-jaga bila ada guru yang datang dan mendekat.

Begitu juga dengan perempuan cantik dengan rambut panjang yang tergerai hingga punggung, Vasa. Tidak munafik bagi Vasa yang sejak dulu hingga sekarang masih doyan sama yang namanya merumpi.

"Eh, eh, eh. Gue mau curhat nih." Celetukan Gisel membuat segerombol perempuan menatap Gisel penasaran.

"Curhat apaan dah?" tanya Sakin yang mulai penasaran.

"Gila Gila Gila." ujar Gisel dramatis sebelum ia melanjutkan lagi kalimatnya. "lo pada tau gak, gue keterima eskul basket. Sumpah, gue aja masih belum percaya. Lo liat kan waktu itu tesnya. Gue aja gak yakin, tapi kok bisa masuk ya? Aaaa, kalau gini gue bisa ketemu sama Kak Reno terus." Gisel menghembuskan napas penuh kelegaan saat mengakhiri curhatan panjangnya.

Sekadar informasi bahwa tes masuk eskul memang diadakan pada hari ketiga seusai MPLS.

"Ya mungkin aja udah takdir."

Gisel cengengesan menanggapi celetukan Vasa. "lo kalau ngomong suka bener deh, Va."

"Eh Sel, meski gue gak keterima di eskul basket nih, gue bakal tetep memperjuangkan cinta gue ke Kak Reno." Sahut Laras.

"Emangnya lo juga suka Kak Reno, Ras? Bukannya lo lebih tertarik sama Kak Azlal ya?" sekejap semua orang menengok ke arah Radya. Gadis manis berkerudung dengan watak pendiam yang tiba-tiba tertarik dengan gosip. Oh luar biasa.

"Gue mah gak doyan sama yang begituan, Dya."

"Uhui, ada Kak Reno tuh di luar." Celetuk Ifah dari depan kelas yang dari tadi sibuk membaca koran di depan kelas bersama Gita.

"Ha? Ngapain?" ucap Laras dan Gisel hampir bersamaan.

"Apanya?" Tanya Ifah balik yang ternyata kurang 'ngeh' dengan maksud keduanya.

Namun sebelum Ifah menjawab keduanya sudah berlari ke luar kelas.

"Heran gue apa sih yang mereka suka dari Kak Reno." Vasa berdecak sambil menggelengkan kepala penuh keheranan.

"Ya kayak lo, Va. Apa sih yang lo suka dari ROHIS?"

Skak mat.

Pertanyaan Radya berhasil membuat kepala Vasa berdenyut. Sebenarnya sejak awal Vasa tidak ada ketertarikan sama sekali dengan ROHIS, namun entah mengapa ia malah masuk ROHIS. Langkah besar berlandaskan ingin berubah yang mungkin akan disesalinya. Mungkin. Atau justru menjadi awal yang menakjubkan?

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang