Cerita yang kau ceritakan padaku itu seperti sembilu yang menghunus tepat di jantung. Cerita yang akan menghabisi nyawaku saat ini juga, namun tahukah kamu mengenai itu?
Vasa berkedip, melihat Gisel dengan pandangan berpikir. Teka-teki yang diberikan gadis itu sangat membuat otak Vasa berkerja dengan keras untuk memikirkan jawabannya.
Tangannya beralih mengambil buku tulis fisika yang ada di meja kelas, tempat Vasa dan Gisel duduk. Vasa mengipasi dirinya sendiri sambil berpikir. Padahal rambut Vasa kini sudah dikuncir pony tail tinggi sekali.
Radya menggebrak mejanya pelan. Meja tempat Radya dan Gita duduk itu tepat di belakang Vasa dan Gisel. Mereka berempat ini selalu merumpi di kelas, setiap hari tak pernah absen.
Radya menatap Gisel berbinar, "Gue tahu. Lo jadian kan sama Kak Malik?" Ucap Radya bangga dengan hipotesa sementaranya. Vasa dan Gita melongo atas ucapan spontan Radya.
"Gila!? Lo beneran jadian sama Kak Malik, Sel? Nying, jawaban apaan ini, Dya?" Vasa berucap tak santai lagi. Gadis itu sudah megap-megap seperti ikan badut yang berada di darat.
"Lo pikir, Va. Menggenggam duri itu menyakitkan, aku terluka karena melakukannya. Saat yang bersamaan, aku ditawari untuk melepaskan duri itu dan lebih memilih memeluk duri yang lain. Aku ini terlalu murahan, aku lebih memilih memeluk duri itu. Tapi setidaknya memeluk duri itu lebih nyaman daripada menggenggam. Memeluk satu duri takkan begitu menyakitkan, benar? Apa jawabnya kalau bukan Gisel jadian sama Kak Malik?" Ucap Radya menirukan teka-teki dari Gisel.
Kini giliran Vasa menggebrak meja, "Lo berhenti perjuagin Kak Reno dan lebih milih Kak Malik kan, Sel? Tapi kata-kata lo itu ada benernya kok, lo itu murahan. Dasar ulet bulu!" Vasa tertawa setelah berhasil meledek Gisel.
Gisel mendorong pelan kepala Vasa, "Kalian suci aku penuh dosa! Cukup tau. Eh, Tapi Vasa itu sama aja ulet bulu sebenernya!" Gisel tersenyum miring pada Vasa.
Gita yang teringat itu langsung bicara, "Vasa digodain Kak Azlal, kan?"
"He apaan lo, Git. Kok bisa tau?" Vasa spontan menatap Radya, tapi gadis yang ditatapnya itu berpura-pura tidak melihat Vasa.
Vasa melemparkan pulpen miliknya untuk menyadarkan Radya dari kepura-puraannya. Radya mencengir, "Lagian lo gak cerita, Va!"
Vasa menghela napasnya pelan, "Apa kabar sama sejuta laki-laki yang mengejarmu, Dya? Lagian mau godain gue juga terserah lah." ucap Vasa tak begitu peduli.
"Lo stuck mulu sih, Va." Gita menampar Vasa sekarang. Ucapannya sungguh mengena.
"Awas hlo, Va. Lo bisa ngomong gitu sekarang, tapi besoknya? Apa lo udah tahu apa yang akan terjadi? Apa yang akan lo alami? Apa yang bakal lo rasain? Lo juga gak tau, kan." Ucap Gisel menambahi.
"Apapun itu akan gue jalani. Mau bagaimana memangnya? Manusia gak bisa nolak takdir." Ucap Vasa pasrah.
"Kalau bisa nih ya, gue pasti udah ubah-ubah jalan hidup gue." Radya barandai-andai sekarang.
Ketiganya berucap bersamaan, "Kan gak bisa, Dya!" ekspresi Vasa menatap Radya dengan pandangan lelah. Berbeda dengan Gisel yang malah dengan tatapan kasian. Sedang Gita dengan tatapan kesal.
Radya mencengir, "Gue ngomongnya juga kalau bisa! Dengarkan baik-baik makanya."
"Radya ngomongnya makin kesini makin gak bisa nyantai ya?" Gita berkomentar.
Vasa mengambil bola dari kertas yang ada di atas meja Afshen lalu melemparkannya pada Gisel, "Karena sering-sering deket sama nih anak!"
"Kampret! Nyalahin gue lagi." Gisel mengomel. Gadis itu beralih mengambil buku fisika paket yang baru seminggu lalu dipinjam Vasa di perpus. Gadis itu menuliskan kata-kata disana. 'Vasa yang paling cuntik pacar impiannya Azlal.'
KAMU SEDANG MEMBACA
KULACINO
Teen FictionApa jadinya jika seorang ketua ROHIS yang terkenal alim seantero sekolah ternyata tidak seperti yang kalian lihat. Siapa yang menyangka jika ketua ROHIS itu sendiri adalah pelaku one night stand? Siapa sangka jugaa bahwa ketua ROHIS sangat suka ke b...