24) Kulacino (bagian 1)

52 5 0
                                    

Belajar darimu, aku memang seharusnya tetap bermain di sisi yang aman. Jadi nantinya aku, kamu, ataupun orang lain takkan ada yang tersakiti.

Vasa berdiri di depan kelasnya sambil melihati layar ponselnya. Kaki gadis itu tak bisa berhenti mengetukkan sepatu ke lantai keramik berwarna putih. Vasa diam, ah lebih tepatnya sedang berusaha menahan debaran jantungnya.

Jahilun: Va, tunggu di depan kelas setelah jam pelajaran habis yah.

Pesan itu dibuka oleh Vasa beberapa detik lalu, sekitar lima puluh tiga detik. Sebenarnya gadis itu juga tidak tahu menahu mengapa Azlal mengirimkan pesan itu padanya. Ia hanya menunggu dan menurut saja.

Seminggu ini siswa SMA Kiranaginata memang sedang disibukkan oleh UAS (Ujian Akhir Semester). Wajar saja jika Vasa menjadi canggung, karena memang selama seminggu ini dirinya tidak pernah bertemu dan bertegur sapa dengan Azlal, dan juga laki-laki itu memang sepertinya sedang mengerjakan sesuatu entah apa Vasa tidak tahu. Satu lagi, Azlal menghindarinya. Dan tepat hari ini, laki-laki itu mengajak bertemu. Membingungkan.

"Hai, Va. Nunggu siapa? Pulang yuk." Afshen yang baru saja keluar kelas menarik tangan Vasa dengan cepat ketika laki-laki yang seumuran dengan Vasa itu melihat Vasa termenung sendirian di depan pintu kelas.

"Bentar, Af. Gue ada urusan." Vasa berkata pelan.

Afshen menaikkan alisnya, "Urusan apa? Gue tungguin deh."

Vasa menggaruk tengkuknya, "Lo duluan aja, gak apa-apa."

"Oh. Azlal." Afshen hanya berkata demikian dan berjalan menjauhi Vasa.

Iris gadis itu melihat langkah Afshen yang semakin menjauh, seketika Vasa teringat. Darimana Afshen tahu ia ada urusan dengan Azlal?

"Urusan sama Afshen udah selesai?" Suara Azlal dibelakang Vasa membuatnya mengerti mengapa Afshen bisa tahu. Ada Azlal dibelakangnya. Dan karena hal itu pula Afshen berjalan menjauhinya.

"Gimana?"

"Iya, udah kok."

Azlal tersenyum, "Iya udah ayo."

"Mau kemana, Kak?"

"Nonton aja gimana? Apa mau ke toko buku aja?" Azlal menawarkan.

Vasa mencengir lebar "Ikut aja, deh."

"Nonton aja kalau gitu." Azlal menarik tangan Vasa, menuntun gadis itu melewati kerumunan yang masih lumayan ramai di koridor-koridor kelas. Masa bodoh dengan bisikan orang-orang juga jabatan ketua Rohisnya.

Keduanya berjalan beriringan. Semua terasa asing. Dari langkah mereka, semua orang pun tahu. Bahwasannya keluar dari orbital bukanlah hal yang baik. Seharusnya saat itu Vasa tidak mengambil langkah dan tetap diam di tempat.

"Udah lama yah, Va." Azlal menghembuskan napasnya pelan.

Sedang Vasa, gadis itu masih mencerna kata-kata Azlal. Karena menurut Vasa semakin lama dirinya tidak menyapa atau berkata pada seseorang maka rasanya, untuk mendengarkan kata-katanya saja terasa canggung.

"Lama banget kan, Va." Azlal melihat wajah Vasa untuk tahu ekspresi gadis itu.

Vasa hanya tersenyum tipis.

"Maaf," hanya itu yang keluar dari bibir Azlal. Selanjutnya, Azlal kembali bungkam. Bukan itu yang diinginkan Vasa.

"Buat apa?" Vasa tak bisa banyak berkata, Azlal membuatnya tercekat. Sesuatu akan terjadi.

"Maaf karena terlalu lama, ujian akhir semester benar-benar menyita waktu. Ditambah ada banyak hal yang harus diselesaikan." Hanya itu yang dikatakan Azlal selanjutnya, itu bukan penjelasan, tapi alibi.

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang