23) Ngambek aja terus!

136 9 6
                                    

Itulah sebabku selama ini meragu pada perasaan. Aku mempercayaimu, tapi apa kamu mempercayaiku?

Vasa melongokkan kepalanya ke dinding hotel sebelum berjalan masuk ke pintu utama. Gadis itu mengendap-endap dan berjalan sambil berjinjit. Meminimalisir timbulnya suara.

Vasa sesekali membaca sambil menghafal rumus-rumus fisika yang tercantum pada buku yang sedang ia bawa. Jika sampai gadis itu bisa mengerti tentang fisika, dunia kemungkinan besok kiamat.

Afshen menjitak kepala Vasa, laki-laki itu menunduk untuk melihat raut wajah Vasa yang sedang mencebik.

"Aneh tau gak, Va. Cara jalan lo gak normal. Malu gue." Afshen mengoceh pada Vasa yang masih biasa saja.

"Vaaa," Afshen menarik-narik bagian bawah dress pendek selutut yang sedang dikenakan Vasa.

"Apa Afshen?" gadis itu menjawab dengan raut wajah yang ia sabar-sabarkan.

"Kita mau ke acara dinner, masukkin dulu kek bukunya. Lanjut nanti aja belajarnya." Afshen berucap sambil merengek, ah laki-laki itu. Ada banyak hal yang terlampau dirinya khawatirkan.

Vasa menepuk lengan Afshen keras-keras, " Besok UAS! Gue gini juga gara-gara lo, geblek."

Afshen biasa saja dengan tepukan Vasa, laki-laki itu terkekeh. "Vasa kan pinter, besok nyontek ya. Ehe."

"Maunya. Gue aja gak ngerti tentang fisika, lo mau nyontek. Belajar makanya! Jangan nyontek mulu." Vasa mengomel panjang.

"Kan ada lo, Va." Afshen berujar santai.

"Gak gitu, Af. Lo gak bisa selamanya bergantung sama seseorang. Takutnya nanti kalau orang yang suka lo gantungin pergi, lo sendirian. Karena yang ditinggalin itu lebih ngrasain sakitnya dibanding sama orang yang ninggalin. Itu jadi beban buat orang yang mau ninggalin dan, juga jadi luka buat yang ditinggalin."

"Lo keberatan ya, Va? Gue merasa jadi beban buat lo."

Vasa menghela napasnya, "Enggak gitu Afshen, kan gue Cuma bilang aja."

"Pasti iya ya, Va." Afshen menunduk menatapi lantai hotel.

"Gue anterin pulang deh, Va."

Vasa mencekal lengan Afshen, gadis itu menatap Afshen dengan seksama. Ah lebih tepatnya menatap dalam, "Gue serius Afshen, lo bukan beban atau apapun itu. Jangan baperan ih!"

Afshen diam.

"Aaff," Vasa menguncangkan tubuh Afshen pelan karena laki-laki itu tak memberi respon apapun. Afshen bergeming di tempatnya berdiri sekarang.

"Gue bilang gitu karena gue sadar, kalau... Gue pernah bergantung sama seseorang hingga sebegitunya. Hingga orang itu pergi, jauh, jauh banget Af. Akhirnya gue yang sendirian dengan semua keping luka. Dan gue gak mau itu terjadi sama lo, Af."

"Kenapa?" Hanya itu yang diutarakan Afshen.

"Ha? Kenapa? Ya karena gue gak mau lo ngerasain sakit. Itu aja." Vasa menjawab dengan dahi berkerut.

"Gava? Kan gue ada, lo gak sendirian Va. Kalau gak mau gue ngerasain sakit, makanya jangan pergi." Afshen menatap Vasa dan mencolek hidung gadis yang kini sukses membelalakkan matanya.

"Afshen, ih. Untung ya ini gue, kalau Sakin udah baper tuh anak. Jangan ngasih perhatian sana-sini makanya, tebar gombalan pula." Vasa mulai mengomel lagi.

"Cemburu ya, Va?" Afshen menaik-naikkan alisnya.

Vasa mempraktekan gaya ingin muntahnya, "Jijay, ih Af. Nggak gitu, takutnya ntar banyak anak orang yang lo buat baper."

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang