6)Biologi

209 15 0
                                    

"Aku sama sekali tidak mempermasalahkan pertemuan kita, aku sama sekali tidak keberatan dengan yang namanya masuk lebih dalam ke duniamu. Tapi aku ingin kamu berjanji satu hal, jangan pernah pergi." -Chavali.

Kehidupan cinta itu sederhana ya? Sederhana untukku. Hari ini aku jatuh cinta, semakin hari aku semakin cinta, dan keesokan harinya aku patah hati sebagaimana mestinya. Seperti yang terjadi biasanya. Singkat dan jelas.

Vasa berkali-kali mengacak-acak rambutnya, bahkan ia berkali-kali sempat menarik sendiri rambut panjangnya yang sekarang sudah tidak karuan. Gadis yang sedang mengerjakan soal ulangan biologi itu tampak mengerutkan keningnya kemudian mengangguk. Sekali-kali ia tersenyum kemudian menuangkan isi kepalanya pada selembar kertas di depannya.

"Cukup. Waktunya habis, dan silahkan dikumpulkan." Suara tegas itu menginterupsi pada siswa yang sedang mengerjakan soal.

Banyak siswa yang mulai maju ke depan kelas mengumpulkan pekerjaannya. Suara tegas yang tidak terbantahkan. Pak Lala dengan kumis tebalnya dan badan tinggi menjulangnya. Siswa mana yang berani melanggar peraturan? Terlebih ia adalah kepala sekolah di sekolah ini.

Gadis yang rambutnya sudah tidak karuan bentuknya itu mulai maju ke depan kelas untuk mengumpulkan pekerjaannya. Tak lama setelah semua pekerjaan terkumpul, Pak Lala menutup pertemuan dan berlalu dari kelas. Dan istirahat pertama dimulai.

Vasa duduk di bangkunya sambil menyisir rambutnya yang tadi ia acak-acak sendiri. Sesekali ia meringis sakit karena tarikan pada sisir itu terlalu kuat. Setelahnya Vasa mengikat rambutnya menjadi satu. Gadis yang simple.

"Gilaa... soalnya, wow banget." ucap Sasil tiba-tiba di depan Vasa, Gisel, Gita, dan juga Radya. Ada yang menanyakan Laras dan Ifah? Mereka berdua sudah melesat ke kantin seperti biasanya.

Heboh Sasil disambung dengan teriakan cempreng yang tampak mencak-mencak tidak jelas, entah apa yang gadis berambut pirang itu katakan. Gadis itu hanya tampak berkomat-kamit dengan suara lantang, lima orang gadis lainnya tampak bengong memperhatikan Lifi-nama gadis itu-

"Apaan seh, Li? Berisik." Ucap Sasil sewot dengan tingkah Lifi. Sasil dengan gaya bicaranya yang err. Semoga kalian akan terbiasa juga dengan kehadirannya.

Mereka memang teman sebangku -sasil lifi- yang terkadang sering ribut sendiri namun tetap so sweet. Katanya. Kebanyakan orang menilai seperti itu, mari kita berikan nilai sepuluh untuk mereka.

"Udahlah, gak usah dibahas lagi. Yang lalu biarlah berlalu." Ucap Gita yang tiba-tiba bijak.

Dan ucapan Gita yang spontan tersebut di hadiahi anggukan oleh Radya, Gisel, dan juga Vasa.

"Datang, kerjakan, dan lupakan." Sambung Gisel dengan kikikan gelinya. Geli karena kalimatnya barusan.

"Eh! Mana bisa kayak gitu? Yang ada nilai kalian yang jeblok. Gue gak pernah setuju dengan kalimat kayak gitu.....bla bla bla." Seperti itulah Sisil. Sisil dengan segala upaya di bidang akademisnya, ia selalu menomorsatukan pendidikannya. Meskipun terkadang terlalu memaksakan tidak baik untuk mental dirinya sendiri.

"Gue mah orangnya santai, yang penting itu berusaha hasil biar Tuhan yang nentuin." Gisel menanggapi ucapan Sisil dengan santai. Meskipun delapan puluh persen orang disitu tidak begitu memperhatikan ucapan panjang Sisil tadi. Sedangkan Sisil sendiri malah mencibir dan berlalu dari kelas.

"Gue ke kamar mandi dulu deh." Ucap Vasa saat teman-temannya masih asyik beradu argumen hingga Sisil pergi. Vasa malas memikirkan perdebatan teman-temannya. Karena memang ada yang sedang mengisi pikiran Vasa saat ini.

Dan daripada pikirannya berkecamuk lebih baik ia bergegas pergi dari kelas. Dengan apapun alasan yang akan ia pergunakan.

"Gue temenin?" ucap Lifi menawarkan diri. Lifi memang orang yang care dan yah dia teramat baik, hanya terkadang ia terlalu berlebihan.

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang