16) Pemberian dan Pelajaran

159 15 3
                                    

Dear, Vasa

Dalam pelukmu terbisikkan sendu dan ragu. Ada sesuatu yang tak pernah terucap. Namun takdir datang dengan begitu kejamnya dan melelehkan semua impian.

Sedang aku hanyalah seorang hamba, yang tak akan bisa menolak segala kehendak-Nya. Berdiam diri dalam angan, terpuruk, dan menangis sepi.

Mau diapakan? Nyatanya setiap cerita kita tidak pernah terselesaikan. Menggantung di bibir tanpa patah kata. Dan berakhir sesak di dada.

Elegi termenyedihkan di dunia pun kalah tatkala semesta benar-benar memisahkan kita. Kau yang nantinya jauh dari pelupuk mata. Kau yang nantinya tak akan lagi tersentuh. Kau yang nantinya tak akan bisa kujaga sepenuhnya. Saat mata ini mulai terpejam dan hembusan terakhir ini terlaksana.

Tapi akan tetap kubisikkan padamu bahwa, Aku Mencintaimu.

Vasa, Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.

Selamat Ulang tahun yang ke-15 Va. Jangan sedih ya, jangan lupa buat selalu senyum. Maaf, gak bisa se-SMA sama kamu. Maaf buat semua kesalahanku.

Itu bajunya buat kamu, kupikir cocok. Kalungnya dipakai ya, kalau kangen tinggal cium kalungnya aja. Rasanya udah kayak nyium aku kok. Gak ding bercanda.

Senyum, Va. Udah ya, Va, capek juga ternyata nulisnya hehe. Dadah Vasa! :)

Tertanda

Gavareo

Vasa membuka kado berwarna peach, bentuknya micky mouse yang lucu. Vasa membuka hadiah ulang tahun ke-15nya dari Gava. Setahun lalu dan Vasa baru berani membukanya.

Lagi-lagi gadis itu menitikkan air matanya. Rasanya sesak, sangat sesak. Surat dari Gava yang terselip di dalam bungkusan kado itu, Vasa baru saja mengetahuinya. Sudah sejak lama Vasa ingin menyiapkan diri dan memantapkan hatinya untuk membuka bingkisan dari Gava. Dan sekarang ia membukanya dan kembali menyesalinya.

"Aku juga mencintaimu, Gava. Sangat mencintaimu." Vasa berucap sambil terisak pelan. Berdiam dalam angan, terpuruk, dan menangis sepi. Persis seperti yang tertoreh di tulisan rapi Gava.

Ada ribuan kata yang bahkan belum sempat Vasa sampaikan pada sahabatnya itu. Kata yang tak sempat terucap. Kata yang hanya tercekat di tengorokkan. Dan berakhir tanpa patah kata. Sajak yang telah mati tak tersampaikan.

Siapa yang bisa menolak takdir? Tidak ada. Yang dapat dilakukan umat manusia hanyalah menyesali, meratapi, dan merutukki.

Vasa mengangkat baju lengan pendek berwarna putih dengan potongan yang begitu pendek diatas dan dibawah. Baju putih yang akan dipadukan dengan celana jeans pendek berukuran diatas lututnya. Dan Vasa akan selalu menyukai semua pilihan Gava.

"Gava, aku janji, aku janji kalau aku akan selalu menyimpan semua kebahagiaan yang kamu berikan. Aku akan menjadi perempuan periang dan selalu penuh canda tawa. Karena dari dulu kamu menyukainya dan kamu menginginkanku melakukannya. Aku melakukannya, Ga." Vasa tersenyum lebar dan berkata sambil menatap tulisan tangan Gava. Tangan yang satunya lagi memeluk baju hadiah dari Gava dengan erat.

Gadis itu berlari kecil menghadap kearah kaca besar di kamarnya. Vasa memasangkan kalung emas putih dengan liontin berinisial 'G'. Vasa menatap bangga kearah kaca, kalung yang sangat cantik.

Setelah menerima pesan, yang Vasa selanjutnya lakukan adalah memakai baju pemberian Gava. Gadis itu mengambil tas selempangnya dan berlalu dari rumah. Langkahnya terkesan buru-buru, karena yang dipikiran gadis itu adalah ia harus cepat. Iya, dirinya harus cepat.

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang