27) Tolong

46 4 2
                                    

Rindu yang menyesakkan itu ketika selalu dapat bertemu tapi menahan untuk tak tahu. Berpura-pura dengan keadaan dan bermain dengan waktu.

"Hei, Va." Radya cengar-cengir menyapa Vasa dengan sumringah. Tangan gadis itu menenteng kardus sterofoam berisi kentang goreng lengkap dengan sausnya.

"Lo kenapa sih, Va?" tanya Radya sembari memakan kentang gorengnya.

Vasa menghembuskan napasnya pelan, "Lo gak beli minum ya, Dya?"

Radya mencengir, "Gue bawa minum di tas, hemat dikit. Lo mau?" Radya hendak beranjak dari duduknya tapi segera diinterupsi oleh Vasa, "Ehh, gak usah."

Vasa masih menekuk wajahnya sambil melihat orang yang berlalu lalang di depannya juga sesekali menatap ke arah lapangan.

"Va, lo ada masalah ya? Jangan gitu dong, gue ikut galau nih jadinya kalau kelamaan duduk di samping lo." Radya diam, berhenti dari aktivitas memakan kentang gorengnya. Acara makan gadis itu jadi tidak nyaman karena Vasa yang terus saja murung sejak pagi.

"Gue bingung, Dya."

Radya sepontan menatap Vasa,"Bingung kenapa nih?"

Vasa menatap ke arah lapangan persis seperti tadi diikuti Radya yang juga menjadi penasaran dengan apa yang dilihat oleh Vasa. Radya berkedip sekali, memastikan penglihatannya tidak salah.

"Lo ada masalah apa sama Kak Azlal? Lo akhir-akhir ini deket banget sama dia. Yahh, gue gak tau sih sejak kapan. Atau jangan-jangan udah lama dan gue baru tau?"

Vasa memejamkan matanya sejenak, "Menurut lo, gue ini suka sama Kak Azlal enggak sih?"

Radya melongo, matanya yang terlihat besar itu bertambah besar ketika melotot pada Vasa dengan tatapan nyalang tak percaya, "Kira-kira lah, Va kalau nanya. Mana gue tau."

Vasa menggaruk tengkuknya, "Masalahnya gue juga bingung, Dya. Gue awalnya emang mikir kalau gue suka sama Kak Azlal tapi... emang cinta sebuta itu ya?" lagi-lagi Vasa menghembuskan napasnya berat.

"Gue gak tau soal cinta, Va. Gue aja kalau suka sama orang diem-diem. Emangnya kenapa?"

"Ngelihat Kak Azlal yang tertawa lepas di lapangan kayak gitu bikin gue makin ngerasa salah. Gue kemarin pergi ninggalin dia gitu aja, padahal baik gue maupun dia, sama-sama tahu rasa sakitnya. Gue harap dia juga bisa ngerti, gue juga kaget dia cerita kayak gitu. Wajar gue bersikap kayak gitu, rasanya sama persis kayak waktu Gava ninggalin gue, sakit, Dya."

Radya tersenyum simpul, "Yah meskipun gue gak tau ada apa sama kalian, tapi gue yakin Kak Azlal pasti ngerti kok."

"Tapi gue salah, padahal gue tau. Dia juga enggak baik-baik aja, dia sama menderitanya kayak gue waktu tau Gava udah enggak ada. Padahal, dia udah mau berbaik hati buat cerita tentang semua yang enggak gue tau."

Radya mengerutkan keningnya, berpikir sejenak, "Gimana kalau lo minta maaf aja sama Kak Azlal?"

Vasa menggeleng keras, "Gak semudah itu, Dya. Ada hal lainnya juga. Gue pusing. Kenapa semua jadi rumit gini?"

Radya menjentikkan jarinya seakan dirinya memiliki pemikiran cerdas untuk jalan keluar masalah Vasa, "Gue tau. Lo coba cerita sama Afshen aja. Bukannya dia lebih tau segalanya tentang lo, Va? Jadi gue rasa dia orang yang tepat tuh."

Vasa melotot, "ENGGAK. Gue malu, Dya. Gue bego banget waktu itu."

"Va, gue sendiri sebenernya juga bingung. Gisel deket sama Kak Malik, sedangkan Laras udah jadian sama Kak Reno. Gampang banget gitu keliatannya, tapi sebenernya gue kan juga gak tau apa yang mereka alami, apa yang terjadi sama mereka, masalah apa yang kadang mereka hadapi. Jadi di mata gue keliatan mudah. Padahal enggak.

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang