10)The Queen

189 15 0
                                    

"Ketika dihadapkan dengan fakta yang sulit terbantahkan. Keadaan runyam bercampur asa kehidupan. Disinilah gigilan sepi sang gadis dimulai lagi."

Orang-orang yang berjalan tergesa dengan tas yang terpanggul di punggung mereka. Berjalan seakan runyam telah tiba. Berjajar rapi menunggu panggilan nama mereka.

Sedangkan Vasa berdiri di deretan teman-temannya dengan juz amma yang masih ditanggannya. Ia melantunkan sekali lagi hafalannya di dalam hati. Menata hati, pikiran, juga mentalnya. Faktanya, menghafalkan surah tidak semudah yang orang katakan. Faktanya, berdiri dan berada dalam ruangan yang seluruh isinya adalah kakak kelas bukanlah hal yang baik.

Vasa menunduk dalam, termangu dalam diamnya menunggu sebutan namanya.

"Santai aja, Va. Ntar malah di dalam lupa." Ifah menasihatinya lagi.

Vasa berkata lirih seiring dengan elusan lembut di kepalanya, "Gak siap gue, Pah."

Sedetik setelah mengatakannya, "Chavali Adeeva Harsa." Kak Maryam menyebutkan namanya.

Ifah tampak menepuk pundak Vasa, meyakinkan gadis itu, "Semangat! Gue yakin lo pasti bisa, Va!"

Vasa mengangguk, lebih pada untuk meyakinkan dirinya sendiri. Ia berjalan melewati teman-temannya sebelum masuk ke dalam ruangan yang ia anggap terkutuk.

"Silakan dimulai, Dek." Kak Maryam berucap lembut, seolah tutur katanya itu memang diciptakan untuk menenangkan seseorang.

Vasa terus saja meluruskan pandangannya pada tembok di belakang ruangan. Menatap lurus kesana, tak ingin menatap semua mata yang kini memperhatikannya dengan begitu intens.

Vasa menarik napas panjang dan melantunkan hafalannya. Setenang yang ia bisa, perlahan, dan sangat mudah untuk dimengerti.

Beberapa menit kemudian setelah ia menyelesaikan tugasnya, gadis itu baru berani menatap mata-mata yang masih menatapnya. Kak Beti melangkah maju mendekati Vasa dan menyerahkan kerudung panjang berwarna cokelat gelap dengan bordiran benang abu-abu dipinggirnya. Kerudung yang manis.

Vasa menatap kerudung itu lama, ia bahkan masih belum percaya jika dirinya berhasil. Namun begitulah keadaanya. Ia hanya perlu berusaha dan ia bisa.

Gadis yang berjalan keluar dengan membawa kerudung manis itu tersenyum lebar. Mata coklat terangnya berbinar menatap teman-temannya yang juga tersenyum pada Vasa. Dengan ini teman-teman Vasa pun yakin bahwa mereka harus bisa dan berhasil mendapat kerudung kebanggaan yang sama dengan yang dipegang Vasa.

Setelah acara eskul tersebut selesai, Vasa berjalan ke arah parkiran untuk mengambil titipannya kepada Radya. Gadis itu tampak mencari sosok yang ingin ia temui.

Tepukan di belakang pundaknya membuatnya menolehkan kepala, "Va"

Ia menatap Radya yang membawa banyak barang tentengan di tangan kanan dan kirinya. Entah apa yang anak itu bawa. Tapi sepertinya tidak begitu berat.

"Nih titipan lo." Radya menyerahkan bungkusan plastik berwarna oranye kepada Vasa.

"Makasih ya," ucap Vasa tulus sambil tersenyum lebar.

Radya terkekeh, lebih tepatnya terkekeh geli, "Buat apa emang bunga Lily sebanyak itu?"

"Adadeh pokoknya, tumben kepo banget."

Radya menarik ujung rambut Vasa membuat gadis itu meringis kesakitan, "Ditanya malah kayak gitu! Udah untung gue beliin."

Vasa tersenyum lebar sambil menoel-noel pipi chubi milik Radya. "Cie ngambek, gitu aja elah!"

Radya merengut pada Vasa, namun berbeda dengan gadis itu yang malah mengeluarkan uang seratus ribuan dan memberikannya pada Radya.

"Gue mau ke rumah Gava, mau ikut?" dan sekarang Vasa justru menawarkan tempat tujuannya pada Radya.

KULACINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang