29

5K 380 21
                                    

"UNDA!!!!" Seruan itu membuat Nk yang awalnya sedang bersandar lemas di sofa mendadak kembali bertenaga. Itu lah kekuatan suara sang Anak serta rindu yang amat dalam dari hati seorang Ibu.

"Ana udah pulang ternyata!" Nk tak kalah berseru saat melihat putri semata wayangnya berlari kecil kearahnya dengan kedua tangan yang terlentang. Tanda ingin dipeluk. "Kemana aja tadi sama Ayah?" Tanya Nk saat Diana sudah ada dipangkuannya.

"Makan es klim sama ke taman, ketemu Ala sama Mama Diyanti, lho Nda..." jawab Diana yang terlihat masih berenergi, padahal waktu hampi sore.

Mendengar jawaban polos dari sang anak, Nk langsung menatap tajam kearah pria yang malah dengan santainya duduk disofa sebelah Nk dan memainkan ponselnya. "kamu nyari mati, yah Baale?" Tutur Nk tanpa berpikir.

"ngapain nyari mati ke taman? Ke lante 10 aja kali, mbak." dengan santainya Iqbaale berceletuk. "lagian gue nelfon Diyanti biar Ana dan Ara bisa main, Nk ku sayang..."

"jangan ngegombal, deh." dengan cepat Nk memotang pujian Iqbaale.

"iya deh, maaf..." Walaupun kata-katanya meminta maaf, namun nada dan perilakunya seperti ingin mencari masalah-kelewat santai.

Karna kesal dengan respon Iqbaale. Dengan cepat Nk mengambil katalog dekatnya, menggulungnya dan memukul keras-keras tubuh Iqbaale bertubi-tubi. Pria ini langsung tersentak kaget dan bangkit menuju pintu keluar, dan pergi entah kemana.

"tuh cowok, coba aja gue ga sayang, udah gue makan kali tuh muka gantengnya..." gumam Nk yang setengah menghina, setengah memuji.

"Nda..." panggilan itu kembali membuat Nk lupa diri dan langsung menengok kearah Diana. "pulang, Ana cape..." tuturnya sembari mengucek matanya.

"ya udah, kita panggil mbak Ica dan yang lain yuk." ajak Nk sambil meraih tas biru dongkernya dan menggendong Diana yang sudah tak berdaya untuk berjalan lagi.

***

Iqbaale sengaja kabur dari Nk bukan karna takut dengan amukannya, namun karna malas jika Nk sudah seperti itu; muka capek dan dengan moodnya yang lagi kacau balau walau bukan tanggalnya kedatangan tamu. Salah dirinya juga sih, mengajak Diyanti dan Diara disaat yang salah. Niat awalnya bukan mengajak mereka bertemu, melainkan karna kasian dengan Diana yang suka menyendiri.

Langkah Iqbaale kini menuju lobi hotel sehabis mengambil barang-barangnya di kamar, lalu menunggu disofa yang sudah disediakan sembari mengutak-atik ponselnya, menunggu pesanan taxinya datang.

"aku yang marah kenapa kamu yang pergi duluan?" yang awalnya henibg mendadak ada suara yang membuat Iqbaale tertoleh.

"aku lagi ga PMS kok, Baal." sambungnya sambil duduk disebelahnya dan mendudukkan gadis kecil dipangkuannya yang mulai terlelap.

"lagi males kalo mood kamunya jelek, (nam..)" Ujar Iqbaale, lalu kembai fokus pada ponselnya.

Nk yang kini sedang menguncir rambut sebahunya itu tak bersuara. Kadang Iqbaale benar, moodnya yang jelek bisa membuat satu kota kewalahan. Oke, ini berlebihan.

"tapi ga perlu juga kan sampe lari kayak ketemu pocong gitu?" ucap Nk sembari mengangkat Diana kembali kedalam pelukannya dan merapatkan duduknya dengan Iqbaale. Kini mereka benar-benar bersebelahan. Lalu perlahan kepala Nk yang mulai berat mendarat dibahu Iqbaale. "aku cuma butuh penjelasan aja sih, ga lebih." lanjutnya dengan mata mulai terpejam.

Mendengar itu, membuat Iqbaale terpaku dan menurunkan ponselnya lalu menengok kearah Nk. Dari dulu Nk hanya menerima perlakuan tanpa meminta alasan, contohnya saat kecelakaan yang hampir merengut nyawanya sekitar 8 tahun yang lalu, sampai saat ini pun Nk belum menanyakan kembali kenapa Iqbaale memilih dirinya, atau saat Nk memutuskan untuk mengatur perceraian mereka, ia tak mengungkapkan alasan yang sejujurnya kenapa ia seniat itu untuk berpisah dengan Iqbaale, semua pertanyaan dilubuk hati dan pikiran Iqbaale masih menumpuk, belum ada yang dijawab oleh Nk, satu pun Iqbaale rasa belum ia jawab. Dan itu menyiksa.

"kamu nanya alasan apa aku pertemukan Ana dengan Diyanti dan Ara, sedangkan kamu sendiri belum menjawab alasan apa kita pisah," tegas Iqbaale yang membuat mata Nk kembali terbuka. Lalu wanita ini mengangkat kepalanya dan menatap Iqbaale dengan bingung. Ia sudah merasa menjawab semuanya. Namun kenapa Iqbaale bertanya?

"kenapa, (nam...)?"

"5 tahun yang lalu udah aku jawab kan? Karna Diyanti mengandung anak kamu, baale." jawab Nk masih terdengar tak yakin.

"enggak, bukan itu maksud ku." ucap Iqbaale cepat, tatapannya masih serius. "kenapa kamu kasih pilihan konyol itu saat kita baru aja ngerasain bahagia?"

Nk terdiam, matanya memancarkan tanda tanya dibalik pertanyaan Iqbaale itu. Ia palingkan wajahnya kesembarang arah sebelum memanggil asistemnya untuk mengambil Diana. Lalu ia kembali menatap Iqbaale dengan serius. "aku tau waktu itu aku konyol dan masih cukup labil," ucapnya. "jadi maaf kalo ujungnya jadi penyesalan kayak gini." sambungnya dengan penyesalan disetiap hurufnya, Iqbaale bisa tau dari sinaran matanya serta kedua ibu jarinya yang slalu ia mainkan saat gugup dan merasa tak PD.

"kau tau aku hanya pandai dalam pakaian, namun sangat bodoh dalam hidupku sendiri," Nk terkekeh setelah mengucapkannya. "Aku hanya mengikuti hati tanpa tau bagaimana kedepannya, aku hanya mengikuti arus tanpa tau sebenarnya diujung ada tebing yang jurang, aku hanya membidik tanpa tau sebenarnya yang aku bidik adalah orang yang paling kucintai, aku melaju tanpa henti tanpa tau sebenarnya hanya ada tembok disana. Aku ngaku aku bodoh, baale."

"aku juga ngaku kalo kamu bodoh, (nam..)" sahut Iqbaale mengakui yang dimaksud Nk tadi. Ia bangkit dan berjongkok dihadapan Nk, menggenggam kedua tangan Nk dengan erat lalu tersenyum tipis. "tapi itu memang hidup kan? Kita ga pernah tau kedepannya bagaimana dan endingnya bagaimana?"

Nk mengangguk sebagai jawaban, lalu bersender lemas di sofa, lalu tanpa sadar mengelus kedua tangan Iqbaale yang masih digenggamnya dengan ibu jarinya sembari menghembuskan nafasnya dengan berat. "I'm so sorry." ujarnya seperti bisikan. "aku takut semua malah udah terlambat, baale."

Iqbaale tersenyum, lalu berdiri dengan kedua tangan masih menggenggam Nk, sedikit membungkukkan badannya dan mengecup pelan nan lama kening wanita itu dengab kedua mata yang ia pejamkan, menikmati setiap kecupan yang ia beri serta suhu tubuh Nk yang tak pernah stabil. Nk pun mengikuti keinginan Iqbaale yang tak terungkap, dirinya memejamkan mata dan menahan tangkup Iqbaale, ingin Iqbaale tak mengakhiri kecupannya. Namun Iqbaale mengakhirinya dan menempelkan kedua kening mereka dan berbisik, "Ga ada kata terlambat untuk memperbaiki kesalahan kita, ku harap."

Lalu keduanya masih larut, tak ada suara yang mereka keluar.

"aku masih terasa gengsi mengucapkannya, tapi..." mendengar Nk bersuara, Iqbaale kembali dengan posisinya berjongkok dihadapan Nk. "Aku mau kembali kayak dulu,"

Iqbaale tersenyum, walau belum pasti 'kembali kayak dulu' seperti apa yanv Nk mau, namun itu bertanda baik untuk mereka.

"saat aku masih ada dipelukan kamu."

#Bersambung

Akhirnya, setelah sekian lama ga nge-post, akhirnya ngepost juga, walau ga begitu banyak, asal ngepost gpp lah yah? Hehehe

Makasih atas kesabaran kalian yang patut diacungi jempol. Insyaallah, mulai mingdep aku bakal konsisten ngepostnya.

Oh ya, BTW, aa udah pulang yah? Wah, met kembali aa yang ga tau baca ga tau enggaknih cerita ^_^

Selamat beribadah di bulan Ramadhan juga bagi yang menjalankan, banyakin doa dan beribadahnya yah, tahan nafsu nya slama baca cerbung, jgn kebanyakan baper deh, hehehe.

Sukses juga yang kemarin Ulangan dan yang sekarang lagi ulangan, mangat terus yah kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak kasib sayang kalian...

Salam sayang
Fina

Love Me Harder (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang