Aku Bukan Dilan (1)

6.6K 265 16
                                    


Wangi indomie goreng menyeruak ke dalam hidung. Menusuk. Aku sedang duduk di kursi yang berada di kontrakan. Dua teman yang lain sudah pergi, yang satu itu Aris sedang menyusun tugas akhir, satu lagi panggilannya Anu sudah bekerja. Iya, panggilannya Anu. Dan kedua temanku ini sama-sama desainer dari kampus yang berbeda denganku, namun karena kami sama-sama alumni SMA yang sama, membuat kami lebih dekat dan solid. Namun, kali ini aku tak ingin membahas mereka. Aku hanya sedang ingin menikmati mie goreng dengan telur di atasnya ini. Menggoda.

Bila mie ini memang enak dan sudah serasa aga bosan di lidah, itu rasanya wajar, tanda aku sudah terlalu banyak makan mie. Wajarlah kiranya untuk mahasiswa akhir seukuranku yang kali ini sedang malas untuk bergegas keluar membeli makanan. Sementara mie aku makan, kudapati novel 'Dilan' di hadapan. Dengan sampul berwarna biru, novel bagian kesatu. Novel milik temanku si Dani yang beberapa hari main ke kontrakan. Aku sudah membacanya, dan isinya seru. Kemudian aku menjadi menerawang saat kamu sakit dulu...

Seandainya aku sudah tahu bagaimana Dilan bersikap saat Mileanya sakit itu, barangkali aku akan meniru dengan membawa 'Bi Asih' ke rumah sakit. Namun sayangnya novel Dilan saat aku SMA belum ada. Dan, nyatanya, aku bukan siapa-siapa juga, yang hanya datang padamu membawa anggur, juga netbook yang sudah aku perbaiki. Itupun aku berikan dengan mewakilkannya kepada orang lain. Lalu, aku hanya menjadi batu kerikil di sana, yang ada namun tak terlihat.

Aku, saat membaca novel itu, merasa bahwa seolah diwakili oleh Nandan, yang menyukai Milea namun tak bisa berbuat banyak. Hmmm, sepertinya aku lebih menyedihkan dari sekadar Nandan yang tampan dan idaman itu. Aku mah apa atuh...

Dari novel itu, aku jadi ingat bagian saat Dilan memberi hadiah TTS pada Milea. Lalu aku jadi mengenang dengan saat kamu yang ulang tahun saat itu. Waktu kelas 2 SMA itu, aku baru saja belajar menggunakan Adobe Illustrator, itu adalah aplikasi untuk membuat ilustrasi. Aku belajar secara otodidak di YouTube, yang saat itu bufferingnya juara. Kamu harus sabar kala membuka YouTube pada saat itu.

Pokonya, waktu itu adalah malam yang dingin, aku membuka facebook dan mengklik foto profilmu satu persatu. Kemudian aku memilih satu foto yang menurutku bagus untuk dijadikan ilustrasi. Maka ketika malam kuhabiskan untuk membuat ilustrasi dari fotomu adalah malam yang baik, jadilah ilustrasi vector dari wajahmu yang sedang tersenyum. Kuunduh beberapa font bagus di web dafont, untuk dipilih agar makin bagus. Kemudian, kala subuh datang, aku menyimpan file foto itu untuk diprint pulang sekolah di tukang fotokopian. Lebih tepatnya, sebelum masuk kelas, aku menyimpan file di tempat print agar ketika istirahat datang, atau saat aku pulang, aku bisa mengambilnya di sana. Tanpa ada yang tahu, tanpa aku harus malu.

Saat itu desain vector seperti itu belum ramai ada dijual bebas, jadi ketika kubuat, ada pikiran kamu akan senang dengan hasil karyaku itu. Karya sederhana yang sudah diprint, dilaminasi doff dan juga dibingkai dengan frame hitan lengkap dengan kacanya. Aku ingat, saat itu aku menyimpan suratku di balik karyaku itu. Kusimpan dibelakang, tertutup rapi. Aku tahu kamu tak akan membacanya, sehingga bagiku itu adalah cara yang bagus untuk tetap menyampaikan isi hati tanpa harus kamu ketahui.

Itu adalah jam istirahat, saat hadiah yang kubuat sudah dibungkus rapi. Saat kusimpan itu dalam tas agar tak ada orang yang tahu, supaya tak ada siapa saja yang nanya. Hari itu, Nita yang membantu untuk memberikannya padamu. Tanpa nama, tanpa banyak kata. Kamu tahu gak kalau itu dari aku? Haha. Yang jelas, saat kutanya Nita bahwa kamu menerima itu dengan senyum, itu sudah lebih dari cukup. Aku senang.

***


Sekarang, mie sudah habis. Aku minum. Aku sadar dari lamunan, mendapati kenyataan bahwa Dilan keren dan aku bukan dia. Maka boleh kiranya aku menjadi diriku yang sekarang, yang masih introvert, masih pemalu, dan masih mencintaimu.

Kalau dulu Dilan hanya meramal Milea, ah aku mah barangkali bukan dia. Aku gak akan ramal kamu, kayaknya, aku akan lamar kamu.    

Aku Bukan DilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang