Bila boleh berpendapat, aku menebak bahwa Dilan itu adalah Pidi Baiq sendiri. Yang dia masih ada kenangan dengan Mileanya di masa lalu kemudian menuliskan kenangannya menjadi buku. Maka tak heran, beliau menulisnya dari sudut perempuan, barangkali itulah keahliannya dalam hal ini: lempar batu sembunyi tangan. Dilan yang, barangkali, masih ada hati namun dalam buku Milealah yang mengungkapkan banyak hal itu.
Kamu boleh setuju dengan pendapatku, tidak setujupun tidak apa-apa. Semua orang bebas berpendapat, asal jangan ribut. Aku sudah muak dengan banyak hal sepele yang didebatkan kemudian berujung panas di kepala.
***
Dalam beberapa hal, aku termasuk tidak pandai. Kamu sudah bisa mengetahui bagaimana diriku dengan apa yang sudah ditulis sebelumnya. Seperti dalam hal bersosialisasi dengan teman-teman yang lain, aku termasuk orang yang seringkali menunggu untuk diajak dari pada mengajak. Atau menjadi yang mengikuti alur yang sudah dibuat. Aku bukan Dilan yang punya banyak teman, yang semua orang merasa segan dengannya.
Aku juga tak pandai untuk menjadi bad boy, sebagaimana Dilan atau seperti Nathan dalam novel Dear Nathan, yang dengan lihainya mendapatkan Salma. Atau siapa lagi yang badboy itu? Oh ya, aku tak seperti Rahul dalam film Kuch Kuch Hotta Hai, yang dengan gerak cepat mendapatkan Tina. Kamu tahu kan film India yang legend itu? Hehe
Bila kamu merasa cerita ini tak sesuai dengan apa yang kamu bayangkan tentang lelaki tersebab aku bukan bad boy seperti mereka, aku bisa wajar. Karena nyatanya aku hanya Rama, yang lebih banyak pasifnya dari pada aktifnya. Yang lebih suka memendam dari pada mengungkapkan. Bahkan sampai umur kepala dua lebih belum pernah merasakan bagaimana berpacaran dan rasanya punya mantan.
Termasuk, aku tak pandai dalam menuliskan cerita di sini. Da, aku mah apa atuh, bukan Pidi Baiq yang tulisannya bagus, yang karyanya sudah banyak, best seller, kemudian banyak yang baper dengan isinya. Aku bukan beliau. Bagaimanapun tulisanku tak sebagus itu. Tapi, tak bagus bukan berarti aku tak boleh menulis, kan?
Maka aku menulis ini. Kalau gak serame Dilan, gak apa-apa, nyatanya memang ini bukan Dilan. Aku hanya menulis sesuai apa yang terjadi, sebagaimana yang aku alami. Bila ada nama, tempat dan setting yang diubah, memang itu sengaja untuk bisa membuat privasi banyak orang dapat terjaga.
***
Kawanku, tak semua bisa jadi Dilan, tak setiap orang bisa seperti Nathan atau Rahul. Setiap orang berhak menjadi diri sendiri. Seperti kamu, berhak untuk menyukai Dilan atau Milea, atau mensyukuri mendapati pasanganmu yang sekarang—atau masih sendirian?.Aku hanya ingin bersyukur. Aku hanya ingin berusaha. Bahwa, untuk mendapatkan Viora tak cukup dengan diam, aku harus bergerak. Dan aku tahu, karena aku bukan pemberani, maka aku menuliskan ini untuknya, sebagai tanda bahwa aku bergerak secara massive.
Jadi, aku hanya ingin bilang, bahwa Dilan itu keren, tapi bagaimana pun aku ingin keren dengan caraku sendiri, kita bisa keren dengan cara masing-masing. Kisah Dilan dan Milea itu sangat mengagumkan dan bikin baper, tapi kita juga berhak untuk punya kisah kita sendiri yang unik dan berkesan. Dan, bila akhirnya Dilan putus dengan Milea karena berpisah, kita berhak untuk putus dengan pasangan kita karena menikah.
Gak usah sama, kan? Karena aku bukan Dilan, dan kamu bukan Milea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Dilan
RomanceDear Viora, aku tahu, aku bukan Dilan yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan terang-terangan. Mungkin tak seberani Dilan, tapi biarlah, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai, bukan?