ISIMASTAKA

2.4K 110 4
                                    

Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Kita sudah tahu itu. Termasuk beberapa hal yang membatalkan puasa, kita semua, barangkali sudah mengerti. Makan, minum, marah, terus apa lagi? Namun rindu, kukira itu tak membatalkan, karena bila membatalkan aku sudah banyak yang bocor di puasa kali ini. Ya, walau sebenarnya, rindu itu, bisa menjadi penyebab batalnya puasa, yang bila kamu tanya kenapa bisa? Mungkin kamu sudah mengerti tanpa harus aku jelaskan dengan rinci.

***


Pasca ulangan fisika kemarin, cukup membuatku malu. Bila saja terus kucerna dengan perasaan mendalam, itu akan menjadi sangat memalukan. Namun aku masih ada harapan untuk mendapat nilai yang baik, toh nilai itu bukan hanya dilihat dari ulangan saja, melainkan aspek lain seperti kehadiran dan ujian tengan dan akhir. Oh, ya, ditambah ada remedial. Aku bisa memaksimalkan itu agar nilai nanti bisa bagus. Walau kutahu, aku harus membuat lima puluh soal beserta jawabannya bila ingin diremedi—satu hal yang sebagian besar melakukan itu, termasuk Dani.

Fisika yang memusingkan itu, yang bagi sebagian menjadi sesuatu yang menyenangkan. Setidaknya aku bisa melupakannya sejenak hal itu dengan berkumpul komunitas desain grafis Isimastaka.

***

Suasana sekolah saat adalah ramai menuju sepi. Ramai dengan siswa yang berhamburan menuju gerbang untuk pergi menuju rumah masing-masing dan juga tempat nongkrong mereka masing-masing.

"Ram, jadi kumpulan? Saya jadi gak ada tebengan dong..." kata Dani menghampiriku yang sedang membereskan tas. Dia berdiri di depanku, memakai jaket hijau bertuliskan huruf B di sebelah dada kiri.

"Kalau mau mah, tungguin, atau ikut kumpul aja..." aku memberi saran, sambil menutup tas.

"Boleh gitu?"

"Boleeeh, duniawi... haha"

"Haha.." aku berdiri, aku dan Dani berjalan menuju keluar kelas, melewati Akbar yang sedang menulis sesuatu.

"Eh, Ram, Dan, besok kita latihan lagi ya..." Akbar menghentikan jalan kami berdua, maksudnya, dia mengajak untuk latihan acapella untuk pensi nanti.

"Oh boleh, bre, dimana?" Dani bertanya dengan antusias.

"Di kelas aja... kayanya kita bisa lebih leluasa, soalnya pensinya diundur jadi seminggu sebelum Ramadhan. Terus nanti yang bagus, bisa tampil lagi di acara Gema Ramadhan.."

"Wuih mantap, bre, siap lah..."

"Bisa kumpul, kan, besok?" Akbar memastikan.

"Oke, Bay.. siap, duniawii... haha" kataku, yang sekarang perkataanku sudah terkontaminasi gaya biacara si Dani.

Pantas saja Dani sering bilang begitu, ternyata sedikirt banyak, bisa meringankan pikiran bahwa hal seberat apapun, sesibuk apapun, bisa ditangani. Apalagi hal yang mudah, sangat bisa untuk ditangani.

Kami pamit pada Akbar untuk bisa keluar dan menuju ke A Rahman menghadiri kumpulan Isimastaka. Melewati lorong kelas yang sudah mulai sepi bila dibanding dengan sejam yang lalu. Ada yang sedang bermain basket di lapangan, ada yang sedang belajar keompok. Dan ada yang sedang kumpulan.

Aku masuk kelas, di sana sudah ada A Rahman yang duduk di bangku guru. Ada beberapa teman seangkatanku dari kelas lain yang sudah ada. Tak banyak.

"Assalamualaiku..." aku masuk kelas, Dani menunggu di luar, katanya malu kalau dia ikut.

"Waalaikumsalam..." semua menjawab.

"Silakan duduk, Ram..." A Rahman memersilakan, aku duduk di bangku tengah. "Oke, sudah kumpul semua ya..." lanjut A Rahman, kemudian dia berdiri.

"Jadi gini temen-temen, langsung aja ya, kalian udah tahu kan Isimastaka?" kami semua mengangguk, kemudian A Rahman melanjutkan penjelasannya, "nah tahun ini, saya ngajak kalian untuk jadi member baru, semua orang yang suka desain bisa gabung ke sini, dan kalian saya ajak, karena saya tahu, kalian semua berpotensi di bidang ini.. saya harap, Isimastaka bisa jadi wadah untuk temen-temen sharing tentang desain grafis, editing film dan lain sebagainya, sehingga kita bisa maju dan berkarya sama-sama. Sayang banget kalau masa muda kita diabisin dengan gak bikin apa-apa..." A Rahman menjelaskan mengapa kami dikumpulkan. Dia memaparkan dengan pelan walau sedikit terbata-bata. Dari sepak terjang Isimastaka selama ini, dengan reputasi yang bagus, aku merasa beruntung bisa diajak untuk bergabung di komunitas ini. "Jadi, gimana teman-teman, siap untuk berkarya bareng-bareng?"

"Siaaap..." kami semua sepakat untuk berkolaborasi hari itu.

"Yuk, kita keluarkan dan luapkan ide, kita ubah jadi karya. Sampai di sini, ada yang mau ditanyakan?"

Kelas siang itu menjadi lebih ramai.

***

Kulihat Dani mengintip di jendela depan, sepertinya dia sudah mulai gundah gulana karena menunggu. Kutebak dia juga penasaran mengapa kami asyik berdiskusi di dalam sini. Biar. Setidaknya dia tahu bagaimana rasanya menunggu. Itu baru setengah jam, tak lebih lama dariku menunggu Vio.

"Hey, Vio!" kudengar suara Dani teriak. Aku menengoknya, kulihat Dani pergi menjauh seperti sedang menuju Vio yang sedang ada di luar sana. Sekarang aku yang di dalam yang merasa penasaran dengan apa yang dilakukan dia di luar sana. Damn!

Aku Bukan DilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang