Kusimpan beberapa pemain yang sedang dalam performa terbaik dengan formasi 4-4-2. Iker Casilas kiper, dengan bek yang saat itu diisi oleh Sergio Ramos, Ricardo Carvalho, Pepe, dan Marcelo. Kemudian pemain tengah diisi oleh Xabi Alonso dan Lassana Diara. Nuri Sahin dan Khedira tak kupilih karena saat itu sedang tidak bagus. Kemudian, sayap kiri diisi oleh Kaka dan kanan oleh Angel Di Maria, waktu itu belum ada Gareth Bale. Dan kutempatkan C. Ronaldo dan K. Benzema sebagai striker. Ada Higuain yang sedang bagus, kujadikan subtitusi bila permainan nanti kurang maksimal.
Fahmi memainkan Barca dengan trio Messi, D.Villa, dan Alexis Sanchez. Dengan pemain tengahnya Fabregas, Xavi dan Iniesta. Dengan benteng yang cukup kokoh, Puyol, Pique, Daniel Alves dan Mascherano. Formasi menyerang 4-3-3, yang waktu itu belum ada Suarez dan Neymar. Bila kamu tahu skuad di atas, mungkin kamu tahu, tahun berapa pertandingan ini dilangsungkan.
Maka, itulah yang terjadi di dalam ruangan yang sebenarnya sejuk namun aku merasa gerah. Formasui sudah selesai. Klik ini dan itu. El-Clasico.
Aku duduk di kursi dengan menatap layar dengan sedikit membungkuk. Aku berkonsentrasi melihat layar komputer, stik kugenggam. Fahmi hanya duduk menyender ke sandaran kursi dengan santai. Pertandingan hendak dimulai. Sebagaimana pertandingan sungguhan, dalam layar itu tampak pemain Barca dan Madrid memasuki lapangan dengan seragam kebanggaan masing-masing. Namun ceremony itu hanya sekilas karena kami sudah tak sabar, dengan mengklik start untuk men-skip itu semua.
Peluit panjang berbunyi, tanda pertandingan dimulai.
"Sok, ah, Ram, enyakeun..." Fahmi berkata pelan, maksudnya dia menyuruhkun untuk bermain dengan sungguh-sungguh.
"Siap.." jawabku, pelan.
Barca memulai tendangan pertama, dengan umpan terobosan dari Iniesta membuat lau bola melambung ke depan menuju Messi. Sebelum bola sampai, intersave oleh Sergio Ramos. Kuklik X, bola diover ke Marcelo, dibawa sedikit, pemain Barca mengejar, aku klik tombol segitiga, umpan terobosan menuju Kaka yang sudah di depan, diterimanya dan memasuki pertahanan lawan. Pemain Barca masih mengejar, kugunakan speed untuk membawa bola kemudian kutekan segitiga dan L1 untuk membuat umpan lambung ke depan. Bola melengkung cantik. Fahmi membetulkan duduknya yang asalnya menyender menjadi agak bungkuj. Focus Mode. Bola melengkung mengarah pada C. Ronaldo yang berlari hendak menyundul. Aku sudah gereget ingin segera menekan kotak agar bisa memasukan bola di menit-menit awal itu. Bola makin mendekat, Ronaldo hendak menyundul, Puyol menyela lebih dulu. Bola gagal difinishing. Sekarang sedang dikuasai oleh lawan, diover ke Xavi, terebut oleh Di Maria. Permainan banyak terjadi di tengah.
Ah, aku ingin menceritakan ini semua. Namun, kukira bagi kamu yang suka main PES akan langsung terbayang bagaimana kami bermain, dan bagi yang tak suka atau tak bisa bermain PES, cerita di atas pasti susah dimengerti.
Saat itu aku berusaha bermain secara maksimal. Higuain dimasukan di babak pertama, menggantikan Di Maria yang kurang maksimal, yang kemudian Ronalno disayap kiri dan Kaka di kanan. Namun, Fahmi juga bermain sangat baik. Aku tak bisa menerobos pertahanannya. Kecuali satu gol dari tendangan penalti yang diakibatkan oleh sleding Puyol terhadap Higuain di kotak penalti. Sisanya, Fahmi menang telak. Skor akhir 4-1 dimenangkan oleh Barca.
Sejujurnya, masih ada rasa penasaran untuk bisa bermain lagi melawan Fahmi. Merasa ingin saja untuk mencoba bisa menang. Kukira, bagi sesiapa saja yang main PES dan kalah, pasti merasakan hal yang sebagaimana aku rasakan. Namun, aku hiraukan perasaan itu.
***
Malam makin larut. Aku mengambil minum setelah kalah bertanding. Aku merasa itu adalah hal yang wajar dan memang terjadi dalam kejadian nyata hari itu. Bahwa, kalaulah pertandingan itu, sebagaimana yang Dani maksud sebagai ajang siapa yang menang akan mendapatkan Viora, maka itulah yang sudah semestinya. Fahmi sudah mendapatkan Viora. Kalaupun aku menang, tak akan mengubah hal itu dalam kehidupan nyata."Ah, tuan rumahnya jadi penonton duluan..." ujar Akbar yang saat itu giliran bermain melawan Dani. Kursi diambil alihnya, begitu juga dengan stik dan laptop. MU melawan Chelsea.
Aku duduk di kasur, mengambil handphone. Begitu juga Fahmi, ia meraih handphonenya, terlihat dia sedang membalas pesan dengan wajah yang serius dan menggaruk-garuk kepala bagian belakang. Azis di sebelahnya.
"Siap lah Barca lawan Manchester City..." kata Azis sambil menepuk pundak Fahmi. Fahmi asih fokus dengan handphonenya. Sedangkan aku menerka, apa yang sedang ia lihat dala handphone itu.
"Euh, teu diwaro, keur serius jeung Viora, nya?" tanya Azis, seolah dia tahu apa yang ingin kutanyakan juga.
"Iya, euy, ngambek..." jawab Fahmi. Aku hanya membetulkan tempat duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Dilan
RomanceDear Viora, aku tahu, aku bukan Dilan yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan terang-terangan. Mungkin tak seberani Dilan, tapi biarlah, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai, bukan?