Setelah selesai berdoa, kami memulai latihannya.
"Wait, saya nyelengit, ijin ke wc dulu ya..." sela Akbar dengan wajah yang meringis menahan sakit perut. Dia menggunakan diksi nyelengit dari bahasa sunda sebagai gambaran apa yang dia rasakan, yaitu sakit perut dengan sedikit melilit. Kami yang saat itu mau mulai latihan teralihkan olehnya yang segera berjalan dengan sedikit berlari menuju toilet di sebelah kamar.
"Soklah... yang puas..." Dani agak berteriak sambil ketawa, kami mengikuti gerak Akbar yang pergi ke toilet.
"Jadi, gimana?" tanya Faisal, mengembalikan konsen kami yang sempat terdistraksi.
"Gimana ya... Si Akbar mengalikan, euyyy...." Dani bingung sendiri. Teman-teman yang lain bingung juga, aku juga.
"Solmisasi, kan?" aku akhirnya bertanya.
"Iya... gimana yaa... lupa.. haha" Dani malah ketawa. Faisal melirik gitar yang tergeletak sebelah meja.
"Itu gitar ram? Minjem dong..." tanya Faisal sambil menunjuk. Sekarang teralihkan dengan gitar. Aku mengambil dan menyerahkan padanya. Kemudian Faisal menyetel cord nya agar tak fals.
Sementara Faisal menyetel gitar, Dani mengambil sesuatu dalam tasnya. Di kamar yang sejuk bercatkan biru muda itu, aku duduk mengikuti alur, Azis duduk di kursi dengan senderan yang ia peluk dengan dagu bersandar di atasnya. Sementara Fahmi hanya duduk memerhatikan.
"Oke, mending kita nonton dulu tim acapella dari luar..." usul Dani sambil menunjukan flashdisk putih berkapasitas 2 GB, yang saat itu kapasitas segitu termasuk besar. "Ada laptop dan speaker bre?" lanjutnya.
"Ada..." kataku sambil menaikan speaker yang ada di bawah meja.
"Tah, beres nonton video... main PES ieu mah..." sahut Fahmi yang disetujui oleh Azis.
"hahaha... hayu lah.." aku setuju.
"Beres latihan...." sambung Dani. Faisal baru saja selesai menyetel gitarnya. Ia berdendang sendirian sambil humming. Humming itu bersenandung tanpa lirik dengan mulut tertutup.
Sambil laptop dinyalakan, kami sekarang duduk menghadap lapto. Faisal berhenti bergitar kemudian gitarnya ia berdirikan dan dipeluknya untuk menjadi sandaran. Kemudian Dani memasukan flasdisknya ke dalam laptopku. Beberapa kali datanya tidak terbaca.
"Gimana ini?" tanya Dani sambil bingung mencari port USB yang lain.
"Coba di kanan Dan.." kataku. Dani mencoba memasukan flashdisk ke bagian kanan, kemudian terbaca.
Lantas dia membuka file di flashdisk yang ia bawa dan muncullah puluhan file video. Dani mengangguk seolah ia melihat harta yang berlimpah.
"Nah, ini video acapella buat referensi... ada banyak.."
"Euweuh video nu lain-lain kan, Dan?" tanya Azis yanga artinya 'gak ada video yang lain-lain kan?'. Kami ketawa untuk menertawai kata lain-lain yang terbubuh beserta tanda kutip itu.
"haha, tenang, aman...."
"Ah, padahal mun aya, deuk menta da... hahaha" Azis ketawa lagi, Dani dan Fahmi juga, Faisal senyum. Aku biasa saja.
"Hasil download kamari di warnet hehe... pake internet download manager..." jelas Dani untuk memberitahu sumber data yang ia dapat.
"Sok lah, stel...." sahut Fahmi. Kami semua penasaran. Dani mengatur volume sound hitam berukuran sedang itu. Kemudian ia mengklik satu video. Video pertama ia putar dengan seorang MC yang memanggil nama sebuah grup. Samar-samar terdengar nama Pentatonix. Suara penonton terdengar riuh kemudian kamera zoom in kapada grup tersebut. Grupnya terdiri dari personil laki-laki dan perempuan, lima orang. Ada kulit putih dan hitam. Mereka berbeda namun bersatu untuk menghasilkan harmoni yang indah.
"Nah, ini grup pentatonix, waktu jadi peserta di Sing off. Sing off itu semacam kompetisi untuk grup acapella gitu. Keren... ada beatboxnya..." jelas Dani. Sementara Pentatonix berdendang sambil menunjukan koreografi dan elegan, kami melihatnya takjub.
"Wih, keren euy..." Azis takjub juga, ia menopang dagu dengan tangannya.
"Oh beatbox..." aku berkata lirih melihat penampilan manusia yang bisa menghasilkan suara drum dari mulutnya.
"Iya beatbox, mau belajar itu..." kata Dani.
"Diajar Dan, meh keren!" Faisal mendukung.
"Iya, duniawi... haha" Dani tertawa, "Nah, ini ada lagi... gak kalah keren juga, nama grupnya Naturally Seven..." Dani memilih satu file lagi ketika video Pentatonix sebelumnya selesai. Kemudian diputarlah video itu. Kini kami makin kagum dengan harmonisasi dari grup yang beranggotakan 7 orang yang rata-rata kulit hitam.
"Ini sing off juga?" tanya Faisal.
"Bukan, mereka lebih senior..." Dani mengangguk yakin.
"Wah, keren nih bassnya..." Akbar tiba-tiba datang setelah selesai memenuhi panggilan alamnya. "Buleud..." sambungnya. Dia menghampiri kami yang sedang asyik menonton.
"Iya bre, denger.... ente sebagai bassist bisa niru nih..." Dani tetap fokus melihat video. Akbar duduk di sebelah Faisal yang memberi sedikit ruang. Akbar mendengar lantunan itu dengan sambil mengangguk angguk menikmati, berusaha meniru suara bass.
"Ah ini mah luar negeri... ada yang Indo?" tanya Akbar pada Dani. Seolah menantang.
"Ada bre, yang ini pasti tahu..." jawabnya, sambil mengklik satu video. Kami langsung bisa menebak nama grupnya. Aku senyum karena jadi ingat dengan kenangan waktu kecil.
"Snada!" Akbar menjawab girang. Snada melantunkan lagu Neo Shalawat yang malam itu ikut menghangatkan kamarku.
Malam itu adalah malam milik Dani, ia tahu banyak tentang grup acapella. Dibuktikan dengan banyaknya referensi yang ia bawa malam itu. Dari mulai acapella dari luar negeri seperti pentatonix dan beberapa video yang aku lupa akan nama grupnya hingga Corey Vidal dan Mike Tompkins dengan video acapella multitracknya. Atau dia juga memutar video grup acapella dari Indonesia, ada Jamaica Cafe, Justice Voice, Launun, Awan Voice dan banyak lagi. Sambil diputar, Dani selalu memberikan penjelasan yang entah dari mana dia dapatkan mengenai informasi itu. Mungkin hasil googling.
***
"Jadi, gimana?" tanya Faisal setelah hampir semua video diputar.
"Maen Pes..." sahut Azis.
"Latihannya gimana?" ini Akbar yang protes.
"Tapi udah kebayang kan acapella itu gimana?" potong Dani.
"Jelas, jadi sekarang kita maen PES!" kata Fahmi.
"Oke kalau gitu, nanti kita kumpul lagi, saya bakal bawa video referensi untuk segera latihan..." Dani menjelaskan. Yang lain setuju dan Fahmi memersiapkan arena tanding malam itu.
Aku hanya diam melihat teman-temanku yang seru itu. Yang pokoknya malam itu kami tak latihan acapella, kecuali nonton video kemudian main PES di laptop milik Fahmi. Pertandingan dicupkan. Dengan memilih tim masing-masing dan dikocok mengenai lawan bertanding. Aku memilih Real Madrid, Dani memilih Manchester United, Fahmi Barcelona, Akbar Chelsea, Azis Inter Milan dan Faisal, dia main gitar. Katanya dia gak bisa main PES.
Dan kau harus tahu, bahwa malam itu terjadi El-Clasico. Pertandingan antara Madrid vs Barca. Aku melawan Fahmi. Pertandingan yang sejujurnya adalah biasa saja, namun dalam hati, aku merasa ada tantangan dan taruhan 'yang menang, dapat Vio!'. Seolah itu adalah pertandingan Liga Champion, untuk adu gengsi. Seolah apa ya, aku merasa hal tak karuan saja, campur aduk.
Ini gara-gara Dani yang katanya aku sebagai tuan rumah main pertama melawan Fahmi yang pemilik laptop. Dasar dia itu. Bagaimana pun aku menolak, pertandingan itu tetap terjadi. Aku tak bisa melawan silat lidah Dani.
Kulihat Fahmi membuat formasi dengan cepat, terlihat dia lihai dengan apa yang ada di genggamannya. Aku hanya memformasi ala kadarnya dibantu oleh Dani yang ketika aku melihat wajahnya, ada senyum menyungging di sana. Senyum tanpa dosa. Senyum yang sengaja.
Hadeuh. Aku klik L1 di stik, kulihat C. Ronaldo sedang dalam performa terbaiknya: panah merah menjulang ke atas! Kira-kira, aku bisa menang gak ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Dilan
RomanceDear Viora, aku tahu, aku bukan Dilan yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan terang-terangan. Mungkin tak seberani Dilan, tapi biarlah, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai, bukan?