Bel bubar sekolah baru saja berbunyi. Menjadi notifikasi favorite para siswa yang sedari tadi terkantuk-kantuk, yang kemudian setelah mendengarnya malah menjadi segar bersemangat. Maka, teman-temanku yang tadi tertunduk kala pelajaran menjadi manusia paling lantang dandan terdepan untuk segera keluar kelas.
Guru di depan menutup kelas hari itu dengan salam. Pelajaran bahasa Indonesia berakhir dengan antiklimaks, dibuktikan dengan banyak siswa yang tumbang (dibaca: tidur). Dan, pelajaran bahasa Indonesia itu, yang entah kenapa sebagian orang malah dapat nilai jelek di saat ulangan, padahal dirinya sendiri orang Indonesia. Ironi. Apa orang inggris juga banyak ya yang dapat nilai jelek di ulangan bahasa inggris? Hmmm, kalau aku sih gak tahu, soalnya aku belum pernah ke Inggris walau sebenarnya mau. Asyik kayanya, ya, main ke Inggris terus jalan-jalan ke Old Trafford nonton pertandingan Manchester United melawan Persib Bandung. Haha. Mungkin gak? Kalau kata si Dani, yang selalu optimis, dia pasti jawab mungkin. Karena baginya segala hal di dunia ini mungkin, bisa dipelajari, dan mudah. Termasuk mendapatkan Vio? Entahlah.
Siang itu, aku masih duduk di bangku. Seperti janjiku tadi bersama Dani dan Akbar, untuk bertemu membentuk grup acapella. Kamu tahu kan acapella? Kalau tidak, mungkin kamu bisa baca penjelasan singkat di bab sebelumnya.
"Siap bre?" Dani menghampiriku dan duduk di sebelah.
"Siap naon?"
"Siap membuat si Vio takjub...hehe," Jawab Dani sambil cengengesan. Sebelum aku membalas ungkapannya, Akbar keburu datang menghampiri besama dengan Faisal, Aziz dan Fahmi. Ia, Fahmi, yang pacarnya Vio itu yang waktu itu ketemu di Rumah Sakit itu. Mereka duduk di bangku dengan posisi berkeliling.
Aku melihat Dani, si eta kalakah seuri. Kamvret! Dan, ya, aku bersikap biasa saja seolah tak ada apa-apa, walau memang tak ada apa-apa.
"Nah, kita ada anggota baru, Rama. Bakal isi suara baritone," Dani memperkenalkanku pada yang lain. Atau lebih tepatnya apa ya, mereka temen seangkatan, dan tak mungkin gak kenal denganku. Ini, barangkali semacam pelantikan. Iya begitu.
Nah, bagi kamu yang gak tahu apa itu baritone. Sini, aku kasih tahu: sejujurnya aku juga gak ngerti apa itu baritone. haha. Jadi, singkatnya, baritone itu suara rendah antara vocal utama dan bass.
"Jadi, Rama, menurut saya mah cocok untuk mengisi nada yang kosong, masalah musik mah, bisa lah, dia bisa ngegitar..." Dani meneruskan, seolah dia sedang mengangkat namaku. Dan, bagusnya, yang lain tak ada yang keberatan.
Kemudian, siang itu Dani banyak bicara untuk memersiapkan tim untuk tampil di acara lomba tingkat sekolah saat itu yang akan dilaksanakan sekitar dua minggu lagi. Teman-teman lain menyimak.
"Nyanyi naon kira-kira?" ini Fahmi yang nanya.
"Bebas...." Aziz menimpal.
"Ini we, lagu edcoustic, Aku ingin mencintaimu.." sekarang Faisal yang mengusulkan.
"Boleh tah..." Akbar setuju, yang lain juga.
Faisal ini adalah vocal utama di tim acapella kami. Selain suaranya bagus, dan wajahnya tampan rupawan, dia adalah paket kumplit di angkatan karena juga juara kelas dan termasuk orang punya. Sekilas wajahnya mirip Adipati yang masih muda, atau lebih condong ke Kak Sone yang ada dalam film Thailand yang berjudul First Love. Tahu gak filmya? Da pokoknya mah waktu aku SMA, film itu sedang booming. Kalau kamu belum nonton, sebaiknya nonton. Film bagus!
Siang itu adalah siang yang cukup ramai, dengan diskusi kecil mengenai tim ini. Aku hanya mendengar dengan sesekali memberikan pendapat. Kami sepakat dengan lagu yang akan kami bawakan, yaitu lagu edcoustic, Aku ingin mencintaimu dengan dibawakan dalam versi acapella.
"Oke, jadi kapan kita mulai latihan?" Dani lagi yang nanya.
"Gimana kalau malam minggu?" aku mengusulkan.
"Boleh tah, kumaha nu lain?"
"Saya mah insyaallah bisa," Akbar bisa, Aziz menyetujui sambil mengibaskan rambut poninya yang panjang. Faisal juga bisa.
"Duh, saya aya janji malam mingguan euy... kumaha nya?" Fahmi masih mempertimbangkan. Kemudian aku curiga bahwa Fahmi akan malmingan dengan Vio.
"Ayolah Mi, bisaaaa...." Dani merajuk.
"Okelah, hayu!" Fahmi bisa, setelah berpikir sesaat.
"Oke, malam minggu, di rumah Rama..." Dani memutuskan. Aku kaget, namun kemudian setuju. Aku merasa senang saja bila ada teman datang ke rumah. Menjadikan rumah lebih hangat dan ramai, ibu pasti setuju. Selain itu, aku juga senang karena akhirnya di malam minggu kali ini aku ada kegiatan.
"Nama grup kita teh naon?" Azis nanya, menyela acara siang itu yang mau selesai.
"Naon nya, nanti aja welah malam minggu....."
"Heuh, nanti lagi lah..." sambung Fahmi.
"Bawa stik Mi..." Azis berujar.
"Siap, urang cup keun... hahaha" maksud mereka adalah nanti malam minggu akan latihan sekaligus main PES sepakbola dengan mempertandingkan antara kami dengan sistem cup.
***
Sejujurnya, aku senang bisa bergabung dan tampil di depan. Walau adarasa malu dilihat orang, namun rasanya indah bila mampu membuat prestasi.Selain itu, asyik juga punya teman untuk bercengkrama dan memeriahkan hari. Disisi lain, aku merasa tak enak bahwa aku suka denganmu sementara kamu adalahpacar temanku, yang sekarang kami satu tim acapella.^
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Dilan
RomanceDear Viora, aku tahu, aku bukan Dilan yang bisa mengungkapkan perasaannya dengan terang-terangan. Mungkin tak seberani Dilan, tapi biarlah, setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai, bukan?