Waktu terus berjalan, seperti mobil Jessie yang terus berada di jalanan. Dari sekolah ke rumah, kemudian ke kantor sang Mama, dan kini ke tempat lainnya.
Keadaan macet kali ini, tidak terlalu mengusik hati Jessie. Karena ada hal lain yang lebih dulu menguasainya. Omah. Jessie benar-benar kepikiran tentang Omahnya. Ia menyesal, namun ia juga kesal seketika kala matanya menangkap sosok sang kakek tiri.
Terdengar deringan telepon yang berasal dari ponselnya. Jessie buru-buru mencari dimana letak ponselnya. Ia pikir lagipula sekarang sedang dalam keadaan macet, jadi tidak masalah kalo ia sibuk mengurusi ponselnya.
Ponselnya pun ia dapat di dalam tas yang berada di jok sebelahnya. Tiba-tiba ia tanpa sengaja menginjak pedal gasnya dan mobil melaju membuat mobil Jessie menabrak kendaraan di depannya.
Seketika klakson meramaikan keadaan. Jessie berdecak kesal berkali-kali sambil mengacak rambutnya frustasi.
"Gosh! Sial gue hari ini." gerutunya sambil memukul setir.
Orang yang berada di dalam mobil yang baru saja ditabrak Jessie walau tidak parah, keluar dari mobilnya dengan raut wajah marah.
Sebelum orang asing itu memukul mobil Jessie, gadis itu lebih dulu keluar dari mobilnya dengan wajah santai yang ia tunjukkan untuk menutupi kegelisahan di hatinya saat ini.
Pria itu menatap penampilan Jessie dari atas sampai bawah. "Kamu ini sudah seperti anak brandal, bisa bawa mobil tidak?!" omel pria yang tidak dikenal Jessie itu.
Jessie memutar bola matanya, "Ngga Pak, tapi kalo ngendarain mobil sih bisa." jawab Jessie dengan watadosnya.
Pria itu semakin naik pitam, "Kamu mengejek saya?!" tanyanya geram.
"Pak butuh ganti rugi berapa atas kecelakaan kecil ini meski mobil bapak tidak rusak sama sekali?" tanya Jessie to the point sambil melipat tangannya di bawah dada.
Napas pria itu memburu, "Kamu menyepelekan saya?"
Jessie berdecak malas, "Bapak mau tanggung jawab atas kemacetan sekarang? Lihat mobil udah mulai melaju dengan normal." ucap Jessie sambil menunjuk sekitar yang memang sudah mulai lancar.
"Saya harus buru-buru karena teman saya sedang sekarat, bapak mau juga tanggung jawab?" tanya Jessie dengan entengnya bermaksud mengancan.
Terlihat lelaki itu yang sedang berpikir.
Dan Jessie tidak mau menunggu lebih lama lagi karena klakson sudah berbunyi di mana-mana. Gadis itu tidak mau sampai polisi turun ke lokasi hanya karena masalah sekecil ini.
"Ini kartu pelajar saya, dan ini kartu nama orang tua saya." Jessie menyodorkan dua kartu yang ia ambil sebelumnya dari dalam mobil. "Bapak tinggal pilih, ke sekolah saya yang tidak akan menguntungkan sama sekali, atau ke kantor Mama saya untuk meminta ganti rugi." sambung Jessie.
"Saya permisi." ucapnya sekali lagi lalu masuk ke dalam mobil.
Gadis itu menyalakan mesin mobilnya, mengklakson agar mobil depan dan belakangnya memberi jalan untuk ia lewat. Ia pun melajukan mobilnya dengan hati yang sudah tak tentu rasanya.
Kini mobil itu sudah sampai di depan bangunan tua yang sudah tidak terpakai. Jessie dapat melihat banyak motor yang ada di luar, dekat mobilnya diparkir. Tempat ini memang tidak pernah sepi.
Perlahan pintu yang sudah tua itu ia buka, suasana gelap yang menyambutnya.
"Heran gue, seneng banget kalian gelap-gelapan." gerutu Jessie tak habis pikir saat masuk ke ruangan yang bisa dibilang luas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Bad Girl ✅ (REVISI)
Ficção Adolescente"Gue bingung cinta sama siapa, masa iya gue punya suami dua." - Agatha. Agatha Jessie Villincia Jhonson, bad girl di sekolahan yang dimiliki oleh ibunya sendiri. Hobinya membantah guru, bolos pelajaran ataupun tidur di kelas. Ia juga sering pergi k...