Kicauan burung kenari menyambut siapa saja di pagi hari. Matahari baru saja terbit dari ufuk Timur, dan awan dengan kemampuannya menutupi teriknya cahaya matahari.
Embun di pagi hari masih terasa, dan Mikayla Vincentia sedang menatap pegunungan sejauh mata memandang.
"Kayla," suara seorang wanita membuat Mikayla menoleh sedikit.
Wanita itu kini berada di sebelah Kayla. "Kamu kenapa?" tanya wanita yang bukan lain adalah Sania.
Kayla tersenyum kecil, berusaha mengelak kalau ia sedang memikirkan sesuatu. "Ngga, Ma." jawab Kayla kemudian melingkarkan lengannya ke tubuh sang Mama.
Mikayla memang seorang gadis yang manja. Sania mengelus lengan Kayla, "Minggu depan, kita akan menentukan tanggal pernikahan." ujarnya.
Membuat wajah Kayla sendu dan bersembunyi di bawah wajah Sania.
"Agatha apa kabar, Ma?" tanya Kayla dengan watadosnya, matanya menatap jauh ke hamparan pemandangan.
Sania melepas lingkaran tangan putrinya dari tubuhnya. Ia menatap tepat di manik mata Kayla, bungkam, itu yang Sania lakukan.
"Mama, ketemu Agatha." ucapnya dengan raut wajah yang susah ditebak.
"Maa..," panggil kayla dengan merengek.
Sania yang mengerti pun, menangkup wajah putrinya itu, mencoba memberi pengertian kepadanya.
"Ini semua demi kebaikan kita semua, Kay. Kamu ga mau kan Agatha celaka?" tanya Sania.
Kayla menggeleng sembari mencebikkan bibirnya dengan wajah bak anak kecil yang sedang ingin mainan namun tidak dibelikan.
Sania mengusap lembut rambut indah Kayla, "Kalo kamu sayang sama Agatha, relain dia buat Natasya, ya?" pintanya.
Mendengar nama Natasya, Kayla langsung berdecak malas seraya memalingkan wajahnya.
"Cinta itu soal ketulusan, bukan paksaan." ucap Kayla dengan tegas lalu berpaling dan pergi meninggalkan sang Mama di balkon rumah Omahnya.
Kayla sungguh tidak mengerti. Mamanya juga tidak mau seperti ini. Tetapi kalo ia memaksakan diri, menentang keputusan sang suami. Maka nasib beberapa keluarga lah taruhannya.
Sekarang ini, Kayla dan Sania sedang berada di daerah Bogor, tempat tinggal Omah dari Papanya Kayla.
Deringan telepon membuat Sania tersadar dari lamunannya. Ia melirik ponsel yang ia genggam. Sebelum mengangkat teleponnya, Sania menatap nama yang tertera di sana.
Kemudian ia mengehela napas pasrah, "Halo," sapanya setelah menempelkan layar ponsel ke daun telinga.
"Kasih tau anak kamu, jangan susah diatur. Pokoknya minggu depan kita akan membicarakan persiapan pernikahan Leo dan Natasya." omel seseorang dengan suara baritonnya dari seberang sana.
"Iya-iya, mungkin Leo lelah Mas." ujar Sania berusaha menenangkan.
Sania dapat mendengar suaminya yang berdecak kesal di sana, "Kalo Leo tetap bersikukuh menolak, hentikan pemberian donasi terhadap yayasan SMA Pelita Harapan." putusnya tak terbantahkan.
Mendengar itu, seketika bibir Sania terkantup rapat. Ia tidak tau lagi harus bagaimana. "Iyaa." ucapnya dengan suara yang melemah dan agak gemetar.
Sambungan telepon pun diputuskan sepihak.
¤¤¤
Setelah insiden penculikan, Jessie memilih untuk berdiam diri di rumah. Menghabiskan waktu seharian bersama keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Bad Girl ✅ (REVISI)
Ficção Adolescente"Gue bingung cinta sama siapa, masa iya gue punya suami dua." - Agatha. Agatha Jessie Villincia Jhonson, bad girl di sekolahan yang dimiliki oleh ibunya sendiri. Hobinya membantah guru, bolos pelajaran ataupun tidur di kelas. Ia juga sering pergi k...