Ruang BK lagi. Kalimat yang kembali menghampiri lembaran keseharian Jessie. Kini ia sedang duduk di kursi yang berhadapan dengan Fira.
Deheman yang sengaja mengisi keheningan ruangan yang terasa mencekam bagi sebagian orang. Fira mengusap tangannya sendiri, mencoba menetralkan hati dan memahami lagi siswi yang satu ini.
"Motif kamu apa melakukan itu?" tanya Fira dengan penuh selidik namun masih secara tenang dan santai.
Jessie merubah posisi duduk semaunya, senyaman dirinya, tidak peduli lagi soal kesopanan. Bersandar menjadi pilihannya.
Ia berdecak sekilas, "Melampiaskan kekesalan, Bu." jawabnya dengan suara pelan dan terkesan ogah-ogahan.
Jessie dapat merasakan Fira yang menghela napasnya, guru tersebut tidak langsung bersuara lagi, ia memilih terdiam Beberapa saat.
Karena heran dan penasaran, Jessie yang semula enggan menatap Fira pun mengangkat wajahnya, mencoba menatap mata guru yang dulu menjadi kesayangannya.
Kedua pasang mata mereka saling beradu, dan Jessie merasakan desiran tak menentu layaknya kasih sayang dari seorang ibu.
"Ibu mau kamu pulang sekarang." ucap Fira dengan raut wajah yang sulit diartikan.
Seketika Jessie cengo dibuatnya. Spontan gadis itu memajukan wajahnya, takut-takut ia salah dengar.
"Maksudnya saya boleh bolos?" tanya Jessie dengan polos.
Fira mencoba mengatur napasnya, "Kamu boleh pulang, asalkan ke rumah atau apartemen kamu, bukan orang lain." ucapnya dengan penuh wibawa.
Jessie kembali memundurkan wajahnya dan punggungnya kembali tersandar di sandaran kursi, dengan dengusan napas kecewa. "Saya ga punya rumah atau apartemen, Bu. Itu semua punya orang tua saya." ucap Jessie sambil menatap ke bawah.
Fira tersenyum miring, "Ternyata kamu masih punya orang tua."
Kalimat itu begitu menohok ke relung hati Jessie. Fira memang paling bisa beradu pendapat dengan Jessie. Sekali lagi, Jessie dibuat menelan perkataannya sendiri.
¤¤¤
*Flashback
"Bu Chealse, ada yang ingin bertemu." ujar sekretaris Chealse.
Chealse yang sedang berkutat dengan laptopnya pun mendongak, menatap sekretaris nya dengan sorot mata sayu akibat lelah dan banyak masalah.
"Suruh masuk." jawabnya sekilas lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.
Sang sekretaris berbalik keluar dari ruangan Chealse. Diganti oleh kehadiran seseorang yang masuk ke ruangan tadi.
"Selamat sore, Ibu Chealse." suara penuh wibawa itu langsung tertangkap oleh gelombang dari indera pendengaran Chealse.
Sesaat Chealse terdiam, pikirannya berkelana mencari alasan kenapa wanita itu berada di sini sekarang.
Ia pun menongolkan kepalanya dari balik layar laptopnya. Dengan wajah yang dibuat biasa saja, Chealse menyahut, "Ada apa?" tanyanya dengan watados.
Selang beberapa waktu, kini Chealse dan wanita sudah duduk di sebuah sofa empuk. Wanita itu baru saja selesai menceritakan apa yang ia rasakan dan ketahui mengenai Jessie.
Wajah Chealse berubah sendu, tiga hari tak bertemu memang bukan masalah untuknya karena ia sudah sering tak bertemu dengan anak tunggalnya itu dalam waktu yang cukup lama.
Namun kini ada yang berbeda, ia tak bisa menjamin bahwa putrinya baik-baik saja. Yang ia tau, ada hati yang sedang terluka.
Mau tak mau, Chealse pun menceritakan tentang keluarganya pada wanita yang tanpa ia ketahui, sejak lama dekat dengan Jessie. Fira, guru yang juga menjadi ibu kedua bagi putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Bad Girl ✅ (REVISI)
Roman pour Adolescents"Gue bingung cinta sama siapa, masa iya gue punya suami dua." - Agatha. Agatha Jessie Villincia Jhonson, bad girl di sekolahan yang dimiliki oleh ibunya sendiri. Hobinya membantah guru, bolos pelajaran ataupun tidur di kelas. Ia juga sering pergi k...