SMA Pelita Harapan mendadak gempar karena kehadiran sang pemilik yayasan secara dadakan. Kini, hampir seluruh pasang mata yang ada di sekitarnya, menatap Jessie maupun Mamanya yang sedang jalan berdua beriringan.
"Mama, udah berasa kayak artis ya." ucap Chealse dengan suara pelan pada Jessie di sebelahnya.
Jessie memutar bola matanya jengah, "Serah dah." sahutnya dengan malas.
Keduanya pun menuju ruang kepala sekolah. Sesampainya di ruang kepala sekolah, pintu ditutup rapat sampai jendelanya juga. Di ruangan yang memang sengaja dibuat kedap suara ini, permasalahan yang ada tidak akan bocor kemana-mana kecuali disebarkan sendiri oleh pihak yang bersangkutan.
"Selamat pagi, Bu Chealse." sambut kepala sekolah yang sudah duduk di kursinya.
Chealse dan Jessie pun duduk bersebelahan di dua kursi yang berhadapan dengan kepala sekolah, hanya terhalang oleh meja saja.
"Jadi, ada hadiah apa lagi Jessie, untuk Mama?" tanya Chealse langsung pada Jessie dengan maksud menyindir.
Jessie terdiam, enggan menjawab ataupun menjadi bagian dari perbincangan para ibu-ibu.
Sang kepsek menautkan kedua tangannya sendiri dan meletakkannya di atas meja, dengan posisi duduk yang tegap dan berwibawa.
Hening.
Chealse menarik napas panjang saat menyadari Jessie tak kunjung memberi jawaban, "Baik, Mama ganti pertanyaannya." ucapnya, "Kemarin menang atau kalah tawurannya?" tanya Chealse dengan raut wajah santai, seolah ini bukan masalah besar.
Di sisi lain, sang kepala sekolah sedang berusaha mengendalikan dirinya agar tetap terlihat baik di mata Chealse.
"Jessie, saat orang tua bertanya, alangkah baiknya kamu memberi jawaban." ucap kepsek menasihati.
Jessie malah memainkan raut wajahnya, membuat Chealse geleng-geleng kepala.
"Blush on kamu bagus ya, lebih alami kelihatannya." sindir Chealse tak henti-hentinya saat ia kembali menyadari luka lebam di salah satu pipi Jessie.
"Sindir aja terus." cibir Jessie sambil memainkan jari-jarinya.
Pintu ruangan terbuka, membuat ketiga orang di dalamnya sontak menoleh ke arah pintu yang menampilkan seorang guru.
"Kemari, Bu Fira." ujar kepsek tersebut mempersilahkan.
Fira sang guru BK kelas 12 pun berjalan menghampiri ketiganya. Sebelum itu ia menarik kursi yang berada di pojok untuk ikut bergabung dengan ketiganya.
"Jessie," panggil Fira langsung dengan menegakkan punggungnya dan kedua tangannya bergenggaman.
Dengan malas, gadis itu pun membenarkan posisi duduknya.
"Kemarin, kamu saya skors." ucap Fira mulai memasuki topik pembicaraan, "Iya kan?" tambahnya memastikan.
Jessie hanya berdehem pelan sebagai jawaban.
"Lalu kenapa kamu kemarin masuk sekolah? Harusnya kamu senang dong kalo dikasih jatah liburan?" tanya Fira dengan pembawaannya yang santai.
Jessie memutar bolaa matanya, "Harusnya Ibu juga senang dong karena saya masuk sekolah." balas Jessie dengan entengnya.
Di sebelahnya, Chealse sedang berusaha menahan amarah sekaligus malu yang diakibatkan oleh anak satu-satunya ini. Beruntung ia memiliki pegawai seperti Fira yang mengajar di sekolahnya. Yang tetap berani memberi sanksi kepada Jessie tanpa memandang orang tua.
"Beruntung tidak ada pihak kepolisian yang membubarkan kamu dan pasukan kamu, Jessie." ujar Fira dengan lembut.
"Iya Bu." sahut Jessie asal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Bad Girl ✅ (REVISI)
Novela Juvenil"Gue bingung cinta sama siapa, masa iya gue punya suami dua." - Agatha. Agatha Jessie Villincia Jhonson, bad girl di sekolahan yang dimiliki oleh ibunya sendiri. Hobinya membantah guru, bolos pelajaran ataupun tidur di kelas. Ia juga sering pergi k...