Gadis itu berlari, dengan langkah lebar dan cepat tanpa henti. Rambutnya sudah melayang ke sana kemari. Koridor sendiri mulai agak sepi karena bel masuk sebentar lagi.
Bruk.
Tabrakkan itu cukup keras sehingga menyisakan rasa nyeri di tubuh Jessie kemudian. Tapi gadis itu tidak peduli. Ia terlalu kalap atas kabar yang diterimanya tadi.
"Jes, lo kenapa?"
Wajah Jessie pucat, napasnya terengah-engah, ia memberontak dengan lemah karena kedua pergelangan tangannya di cekal oleh orang yang baru saja Jessie tabrak.
Elvan, ia turut merasakan ada hal yang darurat sampai membuat Jessie seperti ini. Lelaki itu melihat Jessie bersikap begini, yaitu ketika Leo pergi dan Jessie hendak mengejarnya namun tidak bisa.
"Agatha," panggil Elvan sekali lagi dan langsung menyadarkan Jessie kalau di depannya ini ada seorang lelaki.
Jessie terdiam sebentar, menatap tepat di manik mata Elvan, "Omah, El." ucap Jessie dengan lirih.
"Omah kenapa?" tanya Elvan berusaha tenang.
"Omah.." Jessie sudah tidak sanggup berkata-kata lagi.
"Ikut gue," Elvan menarik pergelangan tangan Jessie.
Berjalan di depan gadis itu tanpa melepas cekalan tangannya. Keduanya sama-sama berlari lagi di sepanjang koridor menuju parkiran.
Selang beberapa menit, keduanya sudah duduk di dalam mobil Elvan. Dengan gerakkan cepat, lelaki itu menyalakan mesin mobilnya lalu melaju menuju rumah Jessie berada.
Selama di perjalanan, Jessie tidak bisa diam. Gadis itu benar-benar gelisah, seolah tak ada posisi yang nyaman agar ia bisa tenang. Decakkan frustasi terdengar beberapa kali dari mulutnya.
Sementara Elvan fokus menyetir mobil. Ia sendiri bukan mencari kesempatan dalam kesempitan. Di situasi Jessie yang seperti ini, kemungkinan buruk akan terjadi lagi kalau Jessie dibiarkan mengendarai mobil sendiri.
Dering telepon berbunyi, membuat Jessie merogoh sakunya, "Halo," ucapnya langsung.
"Jessie kamu dimana? Omah manggil nama kamu terus." kata Chealse dari seberang sana. Terdengar jelas kegelisahan dan kekhawatiran dari nada bicara sang Mama.
Dan itu semakin membuat Jessie merasakan yang sama. "Jessie udah masuk komplek, Ma." jawabnya sambil agak celingukkan.
Sambungan telepon diputuskan. Tidak lama kemudian, mobil berhenti di depan gerbang yang menjulang tinggi.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Jessie turun dari mobil Elvan. Disusul oleh lelaki itu juga. Tidak ada pak satpam atau yang lainnya, pintu rumah pun dibiarkan terbuka.
Jessie tidak peduli, ia langsung berlari menuju kamar Carla. Di depan kamarnya, terdapat ART, pak satpam, supir, dan pekerja lainnya yang menampakkan raut wajah sendu mereka.
"OMAH.." panggil Jessie yang baru tiba di ambang pintu kamar Carla.
Chealse, Celine, Justin, Danu, seorang dokter, dan dua orang perawat, semuanya sontak menoleh ke sumber suara.
Jessie berlari dan langsung mendarat dengan kedua lututnya tepat di pinggi kasur Carla. Ia memegang tangan Carla yang begitu terasa dingin kala menyentuh kulitnya.
"Omah, ini Jessie." ujar Jessie dengan suara pelan namun di dekat wajah Carla.
Perlahan mata yang lelah itu terbuka, melirik ke sampingnya di mana terdapat sang cucu kesayangan yang berusaha tegar melawan hancurnya perasaan yang ia rasakan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I'm Bad Girl ✅ (REVISI)
Novela Juvenil"Gue bingung cinta sama siapa, masa iya gue punya suami dua." - Agatha. Agatha Jessie Villincia Jhonson, bad girl di sekolahan yang dimiliki oleh ibunya sendiri. Hobinya membantah guru, bolos pelajaran ataupun tidur di kelas. Ia juga sering pergi k...