"Sorry banget Vi, sumpah gue gak tau kalo lo lagi mandi. Tapi lo semok juga Vi kalo lagi pake handuk, gue suka."
Dimas terus menatap Devi dari atas sampai bawah dengan mulut yang terbuka, baru kali ini dia melihat secara langsung tubuh Devi yang hanya tertutup handuk.
"WHAT THE FUCK DIMAS!!!!!!!!!!"
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
"Vi, maafin gue. Gue gak bermaksud ngintipin lo."
"Vi, jawab dong. Dari jam pertama pelajaran sampe sekarang mau pulang lo terus cuekin gue."
"Devicha Lorensa Wijaya, are you heard me?"
"Minggir lo bangsat."
"Vi, lo mau kemana? Kita pulang bareng."
Dengan langkah yang tergesa-gesa Dimas mencoba untuk mengejar Devi. Adegan kejar-kejaran antara Dimas dan Devi seperti sebuah tayangan drama korea secara langsung. Mereka pun kembali menjadi pusat perhatian warga sekolah.
Kenapa tuh si Devi kayaknya ngehindarin si Dimas?
Aelah udah biasa, palingan brantem.
Bentar lagi pasti mereka putus.
Dan masih banyak lagi omongan-omongan yang keluar dari para siswa. Namun baik Dimas maupun Devi tidak menghiraukannya. Mereka masih sama-sama sibuk. Devi sibuk menjauh, sedangkan Dimas sibuk mengejar Devi.
"Mana sih ini taksi, kebiasaan kalo lagi diburu-buru suka gak ada. Keburu si Dimas nyamperin gue nih."
"Devi!!!! Tungguin."
"Kayaknya gue harus nyebrang. Gue gamau deket-deket cowo mesum kek dia."
Karna terburu-buru Devi tidak memperhatikan sekitar. Tanpa dia sadari sebuah mobil sedang melaju dengan cepat kearahnya.
"Aaaaaaaaaaaaa..."
"Devi!!!!!!!!!!!!"
Devi terus memejamkan matanya. Dia terus berfikir mungkin hidupnya hanya akan berakhir sampai disini.
"Lah, kok anget sih. Gue belum mati kan? Please jangan bilang kalo gue udah mati."
"Lo emang kagak mati bego. Cepet turun, badan lo berat tau."
Kali ini Dimas berhasil menyelamatkan Devi, walaupun tubuhnya harus menjadi korban karna harus menahan Devi yang berada diatasnya.
Devi sedikit tidak percaya jika dia ternyata diselamatkan oleh Dimas, tatapan mereka pun saling terkunci satu sama lain.
"I think, i love him."
"I think, i love her."
"Devicha Lorensa Wijaya, sampe kapan lo betah tiduran dibadan gue? Lo mau orang-orang berfikir kita ena-ena di pinggir ja...."
"Awwwwww"
Sebelum menyelesaikan ucapannya Dimas terlebih dahulu mendapat cubitan dari Devi yang langsung membuatnya meringis kesakitan.
"Lo tuh ya Dim, keadaan kayak gini juga masih sempet aja berfikiran mesum! Bangun lo."
"Bangunin." Ucap Dimas dengan ekspresi puppy eyes - nya.
"Manja banget sih. Serah lo kalo gamau bangun. Gue tinggal ye."
"Jangan Vi, tungguin dong. Aww duh sakit."
"Kenapa Dim? Ya ampun, tangan sama kaki lo luka. Maafin gue Dim gara-gara gue, lo jadi kaya gini."
"Gausah minta maaf lebaran masih lama. Bantuin gue jalan aja Vi, agak sakit ini soalnya."
"Kita ke dokter dulu Dim. Takutnya luka lo infeksi."
"Emm."
°°°°°
Setelah selesai mengobati luka Dimas, mereka kini sudah sampai di dekat rumah.
"Sekali lagi makasih Dim, nyampe rumah lo langsung istirahat ye. Yauda, gue pulang dulu."
"Tunggu Vi. Ada yang mau gue omongin."
"Apaan?"
"Kayaknya gue beneran suka sama lo Vi."
"Hah? Perasaan yang luka tangan sama kaki lo. Kok otak lo ikutan ngaco, udah jangan banyak ngomong. Masuk lo, istirahat."
"Gue serius Vi, kayaknya gue bener-bener suka sama lo."
"Heh, kayaknya yaa." Batin Devi.
"Lo harus pastiin dulu perasaan lo Dim."
"Maksud lo?"
"Lo bilang kan "kayaknya", secara tidak langsung lo juga masih belum yakin sama perasaan sendiri. Gausah ngambil keputusan yang terburu-buru. Mungkin itu cuman perasaan suka yang sesaat."
"Tapi Vi."
"Udahlah Dim, dari awal juga kita sepakat buat cuma pura-pura pacaran aja kan? So' gausah kebawa suasana. Okey?"
Devipun langsung meninggalkan Dimas tanpa mendengar lagi jawaban darinya. Suka? Satu hal yang mungkin sekarang dia sesali adalah menjadikan perasaan sebagai sebuah permainan.
"Kenapa gue jadi deg-degan gini pas Dimas bilang suka ke gue? Shit! Jangan sampe gue baper."
"Apa emang bener ini cuman rasa suka yang sesaat Vi."
Tbc
Sorry kalo ceritanya gajelas -_-" Kehabisan inspirasi banget ini -,-
Ditunggu vomment nya guys 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY ALWAYS HIM?
Teen Fiction" KAPAN TOBAT? " Hanya kalimat itu yang selalu ingin dia tanyakan. " PELAMPIASAN " Hanya kata itu yang menggambarkan dirinya. " TINGGALKAN " Hanya tindakan itu yang harusnya dia lakukan. Berawal dari sebuah perjanjian yang mereka sepakati, maka ber...