Chapter 36 - A Truth

110 9 1
                                    

"Demi apapun, gue kangen banget sama lo."

☆☆☆

"Gue juga--------"

Baru saja Devi ingin berkata bahwa dia juga merindukan Dimas. Tiba-tiba ponsel Dimas berbunyi, dan saat melihat siapa yang memanggil Devi langsung mendorong tubuh Dimas agar menjauh darinya.

Halo?

Iya, dapet.

Udah ye, gue sibuk

"Vi, gue---"

"Udah Dim, stop! Gue sadar kalo kita sekarang udah punya kehidupan masing-masing. Jadi apa yang kita lakuin tadi itu kesalahan besar. Sekarang hubungan kita hanya sebatas rekan kerja."

"Tapi, kita belum putus Vi."

"Secara ucapan mungkin iya, tapi kenyataannya kita udah saling menjauh satu sama lain."

"Apa kita gabisa memperbaikin semuanya dari awal Vi?"

"Percuma, jika kita memperbaikin semuanya maka akan ada dua hati yang tersakiti Dim."

"Terus apa lo lebih milih diri kita yang tersakiti?"

"Itu lebih baik, dari pada kita harus mengorbankan perasaan orang lain." Devipun langsung turun dari mobil tanpa menoleh lagi kearah Dimas.

Tapi gue pengen lo balik Vi. - Dimas

Maafin gue Dim, semua ini buat kebaikan kita berdua. - Devi

"Gimana? Apa semuanya berjalan sesuai rencana?"

••••

Dimas masih merenungkan perkataan Devi, apa mungkin ini adalah keputusan yang terbaik bagi mereka berdua? Sudah hampir satu jam Dimas berada disebuah cafe untuk menenangkan diri dan mencoba mencerna setiap perkataan Devi tadi. Jika di fikir-fikir memang benar, mana mungkin dia begitu mudahnya melepaskan Yuri yang sudah menemaninya selama ini.

"Dimas?"

"Loh, lo bukannya Rafa?"

"Iya, gue Rafa. Long time no see Dim, kemana aja lo?"

"Gausah so' akrab lo sama gue."

"Sikap lo masih aja sinis kayak dulu."

"Itu karna gue gak berniat akrab sama lo."

"Come on Dim, kita udah dewasa. Stop bersikap kayak anak kecil, apa lo masih gasuka sama gue gara-gara perjodohan waktu itu?"

"Dari pertama lo deketin Devi gue udah gasuka sama lo."

"Haha, lo bisa jujur juga ternyata. Tapi, kenapa lo gabisa jujur sama perasaan lo sendiri? Sebenernya gue kasian sama lo Dim, tingkah lo yang seenaknya memutuskan sesuatu hanya berdasarkan pemikiran bikin lo kehilangan orang yang lo cintai."

"Maksud lo apaan ngomong kayak gitu sama gue?"

"Apa lo lupa hal apa aja yang lo curigain soal kedekatan gue sama Devi? Padahal saat itu lo tau, jika Devi udah nolak perjodohan tersebut."

Dimaspun mencoba mengingat kembali apa saja yang telah terjadi dan yang berhubungan dengan Rafa.

"Oh, sekarang gue inget. Saat Devi gak ngabarin gue karna ngobrol berduaan sama lo dihalaman, terus pas lo anterin Devi kesekolah dan Devi meluk lo, ditambah lagi lo yang ngerawat Devi disaat dia sakit, terus lo bela-belain datang ke sekolah hanya buat nganterin barang Devi. Lo gausah khawatir, gue inget semuanya kok. Gue inget saat Devi ngelakuin itu semua buat nyakitin gue."

"Haha, udah gue duga. Lo salah besar Dim, ini nih yang bikin lo harus bayar mahal dengan cara kehilangan sosok Devi. Pertama, saat dihalaman Devi emang ngobrol sama gue karna gue yang nahan dia. Sebelumnya kita emang baru balik dari supermarket, dan lo gatau kan? Sepanjang jalan Devi khawatir karna lupa ngabarin lo, kalo bukan gue yang nyoba nenangin dia mungkin Devi udah stress karna takut lo khwatir. Kedua, gue nganterin Devi kesekolah karna dia kesiangan. Lo mau tau alasan dia kesiangan? Karna dia nungguin lo selama berjam-jam buat berangkat bareng dan mau jelasin soal permasalahan semalam. Ketiga, Devi meluk gue karna gak sengaja. Gue hampir aja nabrak dan mau gamau gue ngerem mendadak. Itu yang bikin Devi meluk gue. Keempat, gue yang ngerawat Devi karna emang orang tua Devi lagi sibuk. Harusnya lo yang ngerawat dia, tapi apa yang lo lakuin? Lo malah lari dari kenyataan dengan cara menyalahkan Devi. Kelima, gue rela nahan malu nganterin barang Devi karna gue yang bertanggung jawab atas kesehatan Devi. Apa lo tau yang gue anterin apa? Itu obat Dim, selama ini dia gak mau minum obat karna selalu kefikiran lo! Jadi, gue harus berusaha keras buat ngebujuknya. Ini jawaban dari semua kecurigaan lo Dim, gimana? Apa yang lo rasain sekarang?"

Dimas terdiam saat mendengar penjelasan dari Rafa. Semua yang Rafa katakan seakan menambah penyesalan Dimas.

"Tapi, pas dia sakit kenapa dia gak berusaha hubungin gue?"

"Apa lo tau dia sakit apa? Lo harusnya berfikir Dim! Kalo orang sakit biasa-biasa aja, gamungkin dia ampe dirawat selama 2 minggu dirumah sakit! Waktu itu Devi ngejalanin operasi usus buntu, maagnya kambuh gara-gara dia belum makan. Apa perlu gue kasih tau juga kenapa Devi gak makan? Kayaknya lo juga udah tau jawabannya Dim, semua itu karna dia kefikiran lo."

Lagi-lagi Dimas mendengar kenyataan yang membuatnya seakan kehabisan nafas. Selama ini Dimas terlalu bodoh untuk melihat kenyataan yang terjadi.

"Kenapa lo diem Dim? Nyesel kan lo?"

"Gue akuin gue emang nyesel, gue emang bodoh karna nyia-nyian orang yang cinta sama gue. Tapi sekarang gue gabisa ngapa-ngapain, karna Devi udah punya Kevin."

Brak!!

"LO ITU TOLOL ATAU GIMANA SIH DIM?" Rafa langsung memukul meja karna kesal mendengar jawaban dari Dimas.

"APA LO MAU KEHILANGAN DEVI BUAT YANG KEDUA KALINYA? APA SEGINI DOANG PENYESALAN LO? APA LO GAK MAU BERJUANG BUAT DAPETIN DEVI LAGI??? Shit!!!!!! Lo emang cowok tertolol yang pernah gue temuin. Tadinya gue berfikir setelah lo tau semuanya, lo bakalan perjuangin Devi. Tapi ternyata enggak, sia-sia gue datang kesini! Gue cuman menghabiskan waktu buat ngomong sama orang yang tololnya gak ketolongan."

Karna sudah sangat kesal dengan tingkah Dimas yang mudah putus asa, Rafa bangkit dari duduknya. Sebelum pergi dia menepuk pundak Dimas sambil berkata.

"Jangan sampe lo nyesel Dim, karna gue denger hari ini Kevin mau ngelamar."

"Hah??"
























Tbc

WHY ALWAYS HIM?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang