Gue benci sama lo!!!!
☆☆☆☆
"Loh Vi? Kok belom berangkat?" Walaupun jam sudah menunjukan pukul 06.45 tapi Devi masih saja berdiam diri depan rumahnya. Menunggu kehadiran Dimas, yang dari semalam tidak membalas chatnya. Devi tau jika Dimas bersikap seperti ini karna salahnya, itu sebabnya Devi ingin berangkat bersama agar bisa meminta maaf.
"Nungguin Dimas ini, tapi dari semalem chat gue kagak diread Raf. Tadi gue ke kamarnya juga kayaknya gaada."
"Udah tau gaada masih aja ditungguin. 15 menit lagi lo masuk Vi. Gimana kalo gue anterin? Kali aja dia udah ke sekolah duluan."
Dengan terpaksa Devi mengiyakan ajakan Rafa. Jika difikir-fikir dia juga tidak mau ambil resiko jika harus kesiangan. Jadi, Devi lebih baik ikut bersama Rafa yang kebetulan juga akan keluar.
"Vi, bisa gak sih pegangannya gausah ke pundak? Kok gue berasa jadi abang ojeg?" Mendengar Rafa mengeluh membuat Devi sedikit terkekeh geli. Dia belum terbiasa naik motor bersama Rafa, jadi Devi bingung sendiri harus pegangan atau enggak. Kalo pegangan ke pinggang takutnya malah jadi awkward suasananya, kalo gak pegangan Devi juga takut jatuh karna Rafa melajukan motornya sangat cepat. Jadi, Devi mengambil jalan tengah yaitu pegangan dipundak Rafa.
"Hehe maaf, abis gimana lagi. Bentar lagi juga nyampe ini."
"Yauda, gimana lo aja deh Vi."
Ciit.......
Tiba-tiba Rafa mengerem motornya secara mendadak. Membuat Devi dengan refleks langsung memeluk Rafa.
Devi??
"Raf, kenapa sih? Gue sampe merinding tau! Untung udah nyampe gerbang."
"Sorry Vi, barusan ada kucing lewat masaiya gue tabrak. Yaudah lo cepet turun, biar gak kesiangan."
"Emm, thanks Raf."
"Ok."
Dengan setengah berlari Devi langsung menuju kelasnya mencari keberadaan Dimas. Namun sayang, saat sampai Devi tidak menemukan Dimas dikelasnya. Tapi, Devi sedikit lega karna ransel Dimas ada ditempatnya, itu berarti jika Dimas memang sudah berada disekolah.
"Lo kenapa kayak yang gelisah gitu sih Vi?" Melihat Devi yang mundar mandir menunggu Dimas membuat Yuri jadi penasaran.
"Gue nungguin Dimas."
"Kalian berantem?"
"Loh, kok tau?"
"Keliatan, soalnya Dimas juga tumben masuk pagi banget ditambah mukanya murung banget."
Murung? Masa sih sampe segitunya? Padahal cuman semalem gak ngabarin?
"Lah malah ngelamun lo, tuh si Dimas dateng Vi!!!"
"Hah? MANA??"
Devi langsung duduk dikursi sebelah Dimas, memang benar tampang Dimas sangat tidak bersahabat hari ini.
"Dim, gu------"
"Silahkan kalian duduk ditempat masing-masing, pelajaran akan segera ibu mulai."
Tanpa diduga guru datang disaat Devi ingin berbicara dengan Dimas. Dengan kesal mau tidak mau Devi langsung pindah tempat dan mengikuti pelajaran. Selama pelajaran berlangsung tak sedikitpun Devi memperhatikan, tatapannya tak pernah berhenti menatap Dimas yang tak pernah menoleh ke arah Devi.
Setelah lebih dari 2 jam pelajaran berlangsung akhirnya waktu istirahat tiba. Dengan cepat Devi langsung menghampiri Dimas kembali.
"Dim, ke------"
"Guys, ke kantin kuy? Gue laper." Tanpa sedikitpun menoleh atau mendengarkan Devi, Dimas malah berbicara kepada temannya.
"Loh, itu si Devi kayaknya mau ngomong sama lo Dim!" Lagi-lagi Dimas tak menjawab pertanyaan temannya, dia malah berlalu meninggalkan kelas.
Dim? Lo cuekin gue? Kenapa?
Devi tak bisa lagi menahan air matanya, dengan wajah yang masih shock Devi terus menangis. Ini pertama kalinya Devi diperlakukan seperti ini oleh Dimas. Biasanya jika Devi melakukan kesalahan, tanpa butuh waktu lama Dimas akan memaafkannya.
"Vi, lo ngapain nangis disini? Semua orang liatin lo! Sini ikut gue!!!"
Dengan kesadaran yang masih belum seutuhnya Devi terus mengikuti langkah Yuri. Air matanya tak henti menetes, ditambah lagi tatapan Devi terlihat kosong. Seakan melayang memikirkan Dimas yang bisa-bisanya bersikap seperti itu terhadap Devi.
Yuri membawa Devi ke UKS, tempat dimana tidak ada banyak orang. Setelah terlihat sedikit tenang, Yuri mencoba bertanya sebenarnya apa yang terjadi. Devipun menceritakan semuanya, dari awal sampai akhir tak ada satupun yang tidak ia ceritakan.
Mendengar penjelasan Devi, Yuri masih sedikit aneh. Jika memang masalahnya hanya tidak memberi kabar, tidak mungkin akan separah ini.
"Tapi, lo benerkan pergi ke supermarket? Dan emang ponsel lo ketinggalan?
"Sumpah Ri, gue beneran kesana. Kalo tau akhirnya kayak gini, mungkin gue bakalan maksa Rafa buat balik lagi."
"Wait! Apa tadi kata lo? Rafa? Jadi lo pergi sama Rafa?"
"Iya."
"Pantesan kalo Dimas marah sampe segitunya! Orang lo pergi sama cowok lain!"
"Tapi Dimas gak mungkin liat Ri."
"Menurut lo mungkin dia gak liat, tapi apa gak ada kemungkinan si Dimas liat kalian berdua?"
Kemungkinan? OMG!! Halaman!!!
"Gue inget Ri, kalo gue sempet ngobrol bentar dihalaman sama si Rafa."
"Jadi intinya dia liat lo?"
"Kayaknya! Soalnya dia paling gasuka sama Rafa."
"Kalo lo udah tau kesalahan lo, sekarang lo temuin Dimas."
Setelah sadar akan kesalahannya, Devi langsung pergi ke kantin untuk menemui Dimas. Yuripun mengikuti Devi dari belakang untuk melihat perkembangannya.
Nah, itu dia! Akhirnya lo ketemu juga Dim.
"Dim---"
"Pergi lo!!" Sebelum Devi sempat berbicara Dimas langsung memotongnya.
"Tapi, Dim---"
"GUE BILANG PERGI GAK LO? NAFSU MAKAN GUE BISA-BISA ILANG, KALO LO MASIH ADA DISINI."
Tess..
Devi kini kembali menangis, sikap Dimas yang sekarang sangat tidak Devi duga. Tatapannya, ucapannya semua seakan bertujuan untuk menyakiti Devi.
"Dengerin penjelasan gue dulu Dim. Please."
"APA YANG HARUS GUE DENGER? GUE UDAH TAU SEMUANYA! Kalo gue sih paham betul kenapa lo bisa lakuin itu semua, toh bukannya lo tipe cewe yang SUKA KALO DI DEKETIN SEMUA COWO? julukan yang pas apa ya? CEWEK GATEL mungkin?"
Cewek gatel? Satu kesalahan yang enggak gue sengaja bikin lo berfikiran kayak gitu sama gue Dim?
Bruk!!
Plak!!!
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY ALWAYS HIM?
Fiksi Remaja" KAPAN TOBAT? " Hanya kalimat itu yang selalu ingin dia tanyakan. " PELAMPIASAN " Hanya kata itu yang menggambarkan dirinya. " TINGGALKAN " Hanya tindakan itu yang harusnya dia lakukan. Berawal dari sebuah perjanjian yang mereka sepakati, maka ber...