―7;

577 92 25
                                    

―Minggu keenam

Aga

Cinta itu bikin goblok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta itu bikin goblok. Coba apa namanya kalau bukan goblok ketika lo dulu pernah ditolak mentah-mentah dan lo pernah rela bergadang hanya untuk membuat doi nggak menangis lagi dan sekarang sepanjang rapat lo hanya memperhatikan dia dan apa pun yang dilakukannya?

The operation killing Didi from my mind pun gagal total, Didi masih aja tetap nangkring di kepala gue, membuat gue bertanya-tanya apa yang kesayangan gue itu lakukan.

And now I dare to call her 'kesayangan'. Rasanya gue pengen ngetawain diri sendiri aja sekarang.

Gue nggak pernah tahan dengan niat gue yang besar untuk segera menyapa Didi kembali, menikmati sepiring nasi goreng bareng Didi lagi di kantek atau sekadar mengeluh betapa penatnya jam studio dengan dia di samping gue. Ini memang penyesalan gue, membuang Didi jauh-jauh dari gue adalah tindakan paling bodoh yang gue lakukan.

Untuk laki-laki, hal yang paling utama mereka pertahankan adalah gengsi dan harga diri. Menundukkan gengsi yang mungkin tingginya udah sampai langit ke tujuh sana itu, nggak akan mudah untuk kaum kami. Gengsi di atas segala-galanya dan gengsi juga lah yang menghambat gue untuk segera berbaikan dengan Didi. Untuk segera bersahabat dengan Didi lagi.

Otak gue menyuruh gue untuk tetap mepertahankan ego. Gue harus menghukum Didi atas apa yang telah dilakukannya ke gue dulu. Bahkan walaupun rasanya semakin kesini, yang gue lakukan sepertinya lebih ke menghukum diri sendiri.

Gue tau kalau jadi cowok itu nggak boleh lemah, tapi kalau gue malah kehilangan kekuatan gue, kehilangan Didi, gimana gue nggak jadi lemah? Ngeliat wajahnya aja bukan bikin gue kesel, tapi malah bikin gue merasa bersalah dan bodoh bisa dengan rela kehilangan sahabat kayak Didi.

Rapat ditutup dengan gue ditunjuk menjadi ketua divisi acara untuk kegiatan donor darah bulan depan. Padahal baru juga masuk organisasi, tapi beban gue udah berat kayak gini.

"Biar nambah pengalaman, Ga." Kata ketua panitia sok menyemangati gue.

Nambah pengalaman my ass. Nambah capek sih iya.

Begitu gue bangkit setelah membereskan barang-barang gue dia tas meja studio, Ibas menghampiri gue, dia berdiri pas di depan meja gue.

Pandangan gue beralih kepada orang yang berada di belakang Ibas. Disana berdiri Prisca dan... Didi.

"Makan yuk, Ga?"

Gue melempar pandangan lo-nggak-bercanda-kan ke Ibas. Dia membalas tatapan gue dengan hanya tersenyum garing. Menunjukkan ekspresi bodoh.

"Udah lama Ga, nggak makan berempat." Prisca ikut nimbrung.

Gue nggak mengerti tentang rencana apa yang mungkin sudah disusun teman-teman gue. Gue mau banget makan berempat, tapi gue nggak bisa membayangkan gimana nanti meja kami menjadi meja paling awkward di kantin.

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang