―39;

201 38 38
                                    

—Minggu Kesebelas
Didi

—Minggu KesebelasDidi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hah?!"

Aku tidak salah dengar kan?

Rasanya otak ku masih belum bisa mencerna kata-kata yang barusan dikatakan Aga. Jantung ku berdetak lebih cepat, napas ku berangsur memburu. Aku bahkan tidak bisa memikirkan apa yang harus ku lakukan sekarang.

Nonton MotoGP di Sepang. Berdua saja dengan Aga.

Menonton MotoGP secara langsung adalah salah satu hal yang menjadi bucket list ku sejak lama. It's like a dream come true. But now, it feels like a nightmare.

"Kita berdua aja?"

Aga mengangguk. Senyum masih bertahan di bibirnya. "Iya, Di. Mas Arik dapet dua tiket dan aku langsung kepikiran buat ngajak kamu. Di, kamu mau kan?"

Aku tau bahwa jawaban yang pasti adalah aku tidak bisa. Aku tidak bisa membayangkan berada di Malaysia berdua saja dengan Aga. Bagaimana jadinya debaran jantung ku nanti? Bagaimana jadinya perasaan ku dengan Aga nanti?

Tetapi lidah ku terlalu kelu.

"Jadi ini tuh liburan dua hari gitu, Di. Kita berangkat hari Minggu pagi, terus pulangnya hari Selasa Pagi. Aku udah liat jadwal asistensi kita dan nggak bakal nabrak. Lagian ini juga pasti review abis sidang jadi asistensi yang ringan doang. Kamu mau kan, Di? Kapan lagi kita bisa nonton MotoGP berdua? Sekalian refreshing?"

"Aku nggak tau, Ga. Kenapa kamu nggak ajak Rere aja?"

Aga menghela napas. "Rere nggak ngerti MotoGP, Di. Dia nggak bakalan mau pasti. Lagian, mana seru kalo nonton sama orang yang nggak ngerti. Makanya aku mau nonton sama kamu."

Aku menelan ludah. Seingin-inginnya aku pergi dengan Aga, but I know, this is not the right thing. This is not good for me.

"Tapi, Ga—"

"Kenapa, Di?" Aga memotong omongan ku. "Apalagi, Di? Apalagi yang bikin kamu ragu? Come on, kapan lagi kesempatan ini dateng, Di? Kan kamu yang bilangin aku kalo ada kesempatan yang baik tuh nggak boleh ditolak?"

Aku menggigit bibir. Apalagi alasan yang bisa ku keluarkan untuk membuat Aga berhenti mengajak ku pergi.

"Aku nggak tau ayah bakal ijinin atau nggak. You know, pergi berdua aja sama kamu. Ke Malaysia pula."

Setelahnya Aga tersenyum.

"Makanya aku ke rumah kamu hari ini, Di."

"Hah? Maksudnya?"

Tiba-tiba Aga merangkul pundak ku. Senyumannya yang tidak bisa aku artikan itu masih terulas. Perlahan, dituntunnya aku berjalan dari halaman tempat dia memarkirkan mobilnya menuju ke dalam rumah.

"Ga, kamu kenapa sih?" Aku menghentikan langkah ketika kami sampai di teras. "Kamu mau ngapain?"

"Aku tau pasti kamu bingung minta ijinnya ke ayah makanya aku dateng kesini buat nemenin kamu minta ijin ke ayah. Udah kamu tenang aja, Di. Ntar aku yang yakinin ayah biar beliau ijinin kita pergi berdua."

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang