―4;

914 107 64
                                    

―Minggu kedua belas

Didi

Di antara semua kekuatan super yang ada di dunia, aku hanya ingin menguasai satu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di antara semua kekuatan super yang ada di dunia, aku hanya ingin menguasai satu. Aku ingin bisa mengendalikan waktu. Atau kalau pun tidak bisa, aku ingin memilki kalung time turner seperti milik Hermione. Apapun yang bisa membuatku bebas menjelajah waktu, entah kembali ke masa lampau atau mengintip ke masa depan.

Sejam yang lalu, Ilham menjemputku di rumah Jagakarsa dengan pakaiannya yang rapi. Aku menerima ajakan Ilham untuk menonton akustik di café daerah Setiabudi waktu itu.  Rasanya aneh ketika aku dan Ilham setahun tidak bertemu dan akhirnya kembali dekat seperti ini.

Suasananya masih sama seperti saat dulu aku masih sering menemani Ilham tampil di café. Teman-temannya ikut serta menonton, sebagian sudah dikenalkannya kepadaku. Biasanya café akan penuh karena Ilham adalah salah satu cowok populer di Jakarta.

Ilham, dengan gitar cokelatnya bersandar di sofa, masih duduk di depanku. Mengunyah chicken quesadilla yang hampir habis. Kebisaannya tidak berubah, Ilham masih sama seperti dulu, selalu tidak suka sayuran sehingga salad pelengkap makanannya hanya dibiarkan menganggur. Tidak tersentuh.

And why was I using the word, 'dulu'?

"Dea, kamu aku tinggal bentar nggak apa-apa kan? Bentar lagi aku mau check sound." Kata Ilham setelah makanan di mulutnya habis.

Aku mengangguk. "Yaudah, kayak aku nggak pernah nemenin kamu nampil aja."

Damn it. Kenapa juga aku harus berkata seperti tadi? Membuat Ilham tersenyum kepadaku entah dalam artian apa aku tidak mengerti.

Ilham kini duduk di panggung kecil café sambil memangku gitarnya. Gitarnya itu sahabatnya, katanya. Melihat Ilham mengutak-atik gitarnya memaksa kepalaku untuk mengingat hal-hal seperti saat Ilham menyempatkan tersenyum kepadaku di sela penampilannya dulu di pensi sekolah. Mengingat saat Ilham selalu menyanyikan lagu John Legend untukku walaupun dia sangat membenci penyanyi dari Amerika itu. Mengingat saat Ilham dengan bawelnya menanyakan pendapatku tentang lagu terbarunya.

Kapan kepalaku akan berhenti memutar kenangan-kenanganku dulu bersama Ilham?

Pandanganku beralih ketika seorang pelayan mendekat ke mejaku. Begitu aku melihat apa yang dibawakan, aku hanya diam. Hatiku terasa seperti terenyuh.

Caramel frappe dan kentang goreng. Seperti waktu dulu.

"Aku kan udah kenyang, Ham?"

Ilham tetap mendorong gelas dan piring yang barusan diantarkan pelayan ke meja kami.  "Nggak apa-apa, De. Biar kamu sambil ngemil aja waktu ngeliat aku nampil."

Keningku mengerut. "Maksudnya?"

"Ya biar kamu nggak garing aja gitu ngeliat aku sendirian."

Aku tertawa. Aku tidak menyangka kalau Ilham akan perhatian seperti ini. "Oh jadi tadi katanya mau mesen lagi itu, taunya mesenin buat aku?"

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang