(COMPLETED)
Ini tentang cinta yang membutuhkan waktu.
Ini tentang Aga yang menemukan cinta di mata Didi dalam waktu yang singkat.
Ini tentang Didi yang terlambat menyadari bahwa Aga adalah laki-laki yang diinginkannya.
Ini tentang cinta yang membutu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kira-kira udah hampir setengah jam gue dan Ibas keliling kampus yang gue baru sadar luasnya ampun-ampunan ini. Kita keliling pake mobil Ibas dan dia yang nyetir sementara gue masih terus berusaha menghubungi Rere yang sebelumnya ngasih tau gue kalo dia emang lagi ada di kampus.
Tapi dimananya, Re? Kampus kita luas, kali. Kenapa lo nggak ngasih tau gue yang spesifik sih? Gue jadi stres sendiri ini.
Gue udah usaha tanya dia dan dia nggak balas SMS gue sampai sekarang.
"Feeling gue sih masih di sekitaran teknik, Bas." Gue masih yakin sama insting gue yang daritadi mengganggu pikiran gue. Gue pikir, ngapain juga Rere ke kampus kalo bukan ke arsi atau teknik kan?
Ibas masih fokus menyetir sambil sesekali menilik ke sekitar, "ya daritadi kita juga udah muter-muter, Ga. Lo ada ngeliat dia nggak?"
Gue menggeleng tolol. Mobil Ibas sekarang udah mengarah ke daerah paling ujung kampus kita. Daerah fakultas pertanian dan hukum dan sosok Rere pun masih belum keliatan.
Alasan kenapa Ibas ikut adalah gue mau jaga-jaga kalau nanti ada kejadian yang nggak terduga, kayak berantem misalnya? Ibas, dengan badan kayak Samson-nya itu bisa bantu gue dan Rere buat self-defense. Tentu aja setelah gue menceritakan semuanya tentang Rere karena Ibas kepo banget nanyain kenapa dia harus ikut gue.
Gue mulai menggigit kuku. Asli gue panik. Segala skenario terburuk yang mungkin terjadi di Rere udah bergantian berputar di kepala gue. Hal yang memperburuk keadaan adalah sampai sekarang pun gue nggak tau kabar Rere gimana.
Lo dimana sih, Re? Astagaaa.
"Ini mau nyoba balik ke depan lagi nggak?" Ibas menoleh ke gue ketika mobil sudah sampai di areal tersudut kampus. Hutan eksperimen punya fakultas kehutanan.
Gue ngeliat ke sekeliling lagi. Nggak ada satu pun sosok perempuan yang terlihat. "Yaudah deh. Kita coba balik lagi aja."
Dan Ibas menurut. Dia menyetir mobilnya, berbalik arah dan akhirnya memulai menyusuri jalan yang sama lagi.
"Waduh, mobil gue susah muternya nih."
Di saat yang genting dan gue udah panik begini, bisa banget ini mobil si Ibas pake susah muter. "Yaelah mobil lo kegedean, jir."
"Siapa suruh pake mobil gue?!"
"Ya gue nggak tau kalo mobil lo nggak bisa muter kayak gini!"
"Yaudah nggak usah panik, nyet."
Gue menghembuskan napas kuat-kuat. Barusan gue sama Ibas teriak-teriak di mobil karena kita berdua udah kepalang panik. Nggak berguna banget.
"Coba masuk kesitu aja, Bas. Lumayan luas tuh, dapet tuh kayanya muter di situ." Gue menunjuk jalan masuk hutan di depan kami.
