―22;

444 72 14
                                    

—Minggu Kedua
Aga

Katanya, semua bakal terasa lebih enteng karena terbiasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Katanya, semua bakal terasa lebih enteng karena terbiasa. Iya nggak?

Gue lagi ngalamin itu akhir-akhir ini kayaknya.

Lebih dari enam bulan lamanya gue jadi sering menghabiskan waktu bareng Rere. Iya, seinget gue enam bulan—ngapain juga ya gue ngitung ginian? Awalnya gue yang selalu surprised sama sisi lain Rere yang nggak pernah gue ketahui, lama-lama gue jadi biasa juga. Gue nggak pernah merasa letih lagi kalau harus mengantar dia ke Pekayon. Gue nggak pernah heran lagi kalau dia malah memesan seblak level terpedas waktu kami makan berdua di seblak terkenal di Jakarta Utara itu. Gue udah biasa dengan apapun sikap perhatian Rere yang ditunjukkannya ke gue.

Gue udah biasa kalau akhir-akhir ini, Rere lah yang mengisi hari-hari gue.

Kayak malam ini. Begitu gue tau ada festival kuliner hari ini, yang terlintas di otak gue pertama kali adalah menghubungi Rere. Bertanya dia mau nemenin gue apa nggak? Dan jawabannya selalu sama. Dia selalu available. Dia selalu mau nemenin gue.

Gue juga sebisa mungkin melakukan yang sama untuk dia. Selama ini gue usaha buat bisa selalu available buat Rere. Kapan dia minta gue untuk latihan archery, kapan dia meminta gue untuk sekadar tutor AutoCad atau SketchUp. Atau bahkan ketika gue udah rencana mau merebahkan badan gue yang hampir remuk karena rapat divisi pengmas yang berlangsung seharian itu dan Rere tiba-tiba menelepon gue, bilang, "kak, gue kepengin es krim McD deh. Mau temenin BM gue nggak?" Gue langsung gerak ambil kunci mobil dan nyetir ke Pekayon.

Iya. Nggak pake mikir gue langsung nyetir sejauh Bintaro ke Pekayon. Abis ini gue lulus kayaknya kalau mau ngelamar jadi supir bus antar kota antar provinsi. Ya itu tadi, gue udah biasa, jadi gue nggak protes apa-apa lagi dan melakukannya dengan suka rela. Walaupun dia selalu end up ketiduran di mobil.

Tapi, tau nggak apa lagi yang muncul karena terbiasa?

Cinta.

HAHAHAHAHAHAH.

Tapi bener. Gue adalah orang yang selalu percaya kalau cinta itu emang datang karena terbiasa. I told you, gue nggak percaya sama orang yang ber-statement jatuh cinta pada pandangan pertama. Menurut gue itu cuma tentang fisik. Ya kali lo tau dia suka ngupil kalau ngeliatnya cuma sekali dan langsung cinta.

Gue belum yakin kalau yang gue rasain ke Rere adalah gue cinta atau gue sayang dia. Enam bulan itu nggak sebentar dan gue masih bingung sama apa yang gue rasain. Entah gue emang sayang atau gue cuma peduli aja sama dia dari awal.

Untuk sekarang, dengan memandang wajah lelap Rere di samping gue, bawaannya gue pengin langsung nyelimutin dia dan biarin dia tidur lebih lama lagi padahal kita udah nyampe di rumahnya dari lima menit yang lalu.

She' looks fragile.

"Re, udah sampe." Mau nggak mau gue harus bangunin dia, walaupun gue nggak tega. Dengan dua tepukan di lengannya, Rere akhirnya bangun. Menggeliat di balik jaket gue dan akhirnya bener-bener terjaga,

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang