―12;

561 90 60
                                    

―Minggu keenam

Aga

"Bas, tangan lo awasin dulu, gue mau foto

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bas, tangan lo awasin dulu, gue mau foto."

Prisca menepis tangan Ibas yang menghalangi kertas hasil kerja kelompok kami, gue, Didi, Prisca juga Ibas. Catfight antara dua orang ini selalu jadi hiburan buat gue sama Didi. Kayaknya seinget gue sih ini berdua nggak pernah akur. Awas aja ini akhirannya pas reuni taunya malah udah kawin, gue ngakak paling keras deh.

Cara Prisca sama Ibas menunjukkan perhatian mereka ke satu sama lain mungkin berbeda dengan gue dan Didi. Mereka bisa terlihat akrab walau pun kerjaannya sehari-hari berantem, pukul-pukulan, cubit-cubitan, pokoknya nggak pernah tenang kalau ada makhluk berdua ini. Mungkin gue dan Didi menunjukkan perhatian dengan cara ...ya benar-benar menunjukkan perhatian. Bentuk usapan di kepala, pijitan di tangan atau bahkan cubitan sayang di pipi. Yes, people are showing their affection in some different ways.

"Eh, ini udah kelar belum sih?"

Didi mengangguk. "Udah, kok. Tinggal difoto, dikirim email sama kertasnya dikumpul ke Bima aja."

"Bagus deh, gue mau rapat lagi soalnya." Kata Ibas samba sesekali mengecek jam tangannya. "Gue boleh cabut sekarang nggak?

Gue meninju lengan Ibas pelan. "Sok sibuk banget sih lo, hahah."

"Iya nih, sok sibuk banget lo." Prisca menimpali.

"Emang lo pada aja yang bisa sibuk?"

Kita bertiga tertawa. "Mau ngapain sih, Bas?" Emang cuma Didi yang paling nggak tega buat jailin Ibas.

"Rapat porseni, De. Buat menyambut mahasiswa baru." Jelas Ibas, lalu ia menurunkan bahunya lemas. "Pusing gue."

Eh iya, ngomong-ngomong mahasiswa baru, gue jadi inget junior gue yang waktu itu menghampiri gue di sesi archery. That 'Little Pony' girl. Siapa ya namanya? Gue lupa.

Ah iya, Renata.

"Eh, yang kemaren ikut jadi panitia ospek jurusan, elo kan, Bas?"

Ibas mengangguk. "Iya. Noh sama si nyai juga."

"Sialan lo." Prisca menoyor jidat Ibas puas.

"Kenapa, Ga?"

Gue menggeleng. "Nggak. Keinget aja tiba-tiba."

"Ada yang lo keker kan?"

Dahi gue mengernyit. "Hah? Keker apaan?"

Ibas mendecak. "Target sasaran, bro."

Gue terbahak. Sementara muka Didi sama Prisca udah nungguin banget jawaban gue kayaknya. Muka-muka nunggu berita baru buat digosipin.

"Nggak lah. Katanya lo mau rapat? Yaudah sana." Mendingan gue usir aja ini si Ibas si biang kerok. Daripada mulutnya itu makin ngomong yang aneh-aneh. Apaan tuh 'keker'? Gue kira tadi Ibas ngomongin kaki ayam.

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang