―27;

448 60 19
                                    

—Minggu Kedelapan
Aga

Sekre nggak pernah jadi tempat yang nyaman untuk Didi dan Prisca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekre nggak pernah jadi tempat yang nyaman untuk Didi dan Prisca. Mereka selalu ngeluh kalau bang Ibnu, ketua ikatan kami ngadain rapat di sekre. Eh Prisca sih yang sering ngeluh, Didi mah ngeluhnya nanti pas berdua sama gue.

Gue dan Ibas sebenarnya juga nggak pernah merasa nyaman di sekre. Ruangannya sempit, ukurannya cuma 4 x 3 m, AC-nya suka nggak dingin, terus kalau udah banyak anak-anak ikatan yang ngumpul, wangi buah yang disemprot pengharum ruangan udah berganti jadi bau asap rokok yang menguar dimana-mana. Tapi ya mau gimana, disini tempat yang paling aman untuk gue dan Ibas main PES sesuka hati tanpa diomelin dosen.

Didi dan Prisca nggak pernah mau kalo diajak nongkrong lama-lama disini nungguin gue dan Ibas kelar main PES sebelum kami ke kantin atau masuk kelas berikutnya, karena begitu gue dan Ibas main games kesukaan kita itu, mereka berdua langsung misuh-misuh.

"Lo berdua bisa diem nggak sih? Gue cabut ya cas laptop lo!" Repet Prisca setelah menepuk punggung gue dan Ibas bergantian pake bindernya. Sakit banget emang, ini perempuan nggak ada lembut-lembutnya.

"Berisik Ga, Bas. Kalo main boleh, tapi jangan pake teriak dong. Suara kalian tuh menggema disini." Didi ikutan ngomel.

"AHAHAHA GUE GOL LAGI. MAKAN TUH! MELAWAN SIH SAMA DEWA." Teriak Ibas yang nggak ngeh sama kedua perempuan di belakangnya yang tatapannya udah kayak singa ngeliat mangsa. Gue bagian ketawa aja waktu itu ngeliat Ibas dipukulin ganti-gantian sama Prisca dan Didi.

Intinya, kita berempat nggak bakal bisa adem-ayem aja di sekre.

But guess what I'm looking at right now.

Didi, di samping gue, lagi tertidur pulas menumpu kepalanya dengan tangan di meja yang ada di tengah-tengah ruang sekre. Tempat yang nggak pernah bikin dia ngerasa nyaman.

Gue ngerti mungkin Didi kecapean karena seharian dia harus ngedesain beberapa content feeds untuk Instagram Porseni yang bentar lagi kampus gue adain. Gue notice kalau memang belakangan ini mata Didi keliatan capek banget. Pertamanya gue mengira kalau anemianya kambuh lagi dan jawabannya selalu, "I'm fine, Ga. Stop worrying too much, deh."

Matanya bahkan keliatan bengkak hari ini. Bergadang bikin content kali ya?

Gue ikut menumpu kepala lalu menghadap Didi. Bosen juga gue ditinggal tidur. Rambutnya yang lepas dari cepol asal-asalnya itu hampir menutupi sebagian mukanya. Perlahan gue perbaiki letak poninya dan abis itu Didi bangun lalu melihat gue.

"Aku ketiduran ya?"

Ya gimana. "Ngantuk bu haji?"

Dia tertawa. Suaranya masih serak karena abis bangun tidur. "Udah lama ya aku tidurnya?"

"Lumayan. Lumayan bikin aku bosen nggak ngapa-ngapain."

Kemudian Didi kembali memejamkan matanya. Abis itu dia bangun lagi. "Aku ngantuk banget, Ga."

Catching FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang